Dibuang Suami Dinikahi Dokter Anakku
"Mas, sungguh aku tidak kuat harus menggendong Revan seharian. Bahkan untuk makan saja aku tidak bisa," ucap Azzura meminta pengertian sang suami.
"Jika kamu tidak sanggup lagi untuk membawa anak itu berobat, maka hentikan saja pengobatannya!" bentak Rio dengan suara lantang.
"Lagipula percuma saja memberinya pengobatan, sampai kapanpun anak itu tidak akan mungkin sembuh menjadi anak normal!"
Ucapan lelaki itu membuat hati Zurra sakit. Buliran bening menetes dari kedua kelopak matanya.
"Mas, kenapa kamu bicara seperti itu, walau bagaimanapun dia adalah darah dagingmu. Dia juga tidak pernah menginginkan terlahir menjadi anak istimewa," ujar Zurra dengan tangisan.
"Bukan anak istimewa, tapi anak cacat! Dan itu semua kamulah penyebabnya. Karena di keluargaku tidak ada yang mengalami seperti itu. Gen kamu itu yang buruk!" bentaknya dengan makian dan hinaan.
"Cukup, Mas! Jika kamu tidak bisa mengantarkan aku, tolong bayar seseorang untuk menemani aku. Aku hanya butuh teman, kamu tahu sendiri bahwa Revan tidak bisa duduk."
"Tidak! Aku tidak mau. Jika kamu butuh teman, maka gunakan uang bulanan yang aku berikan," ucap Rio lantang.
"Mas, mana cukup uang segitu. Ini hanya sisa buat ongkosku saja. Lagian kenapa kamu tega sekali? Sebenarnya kamu bisa mengantarkan aku dan Revan menggunakan mobil kita sendiri, jadi aku tidak perlu menggunakan jasa travel lagi," keluh Zurra masih memohon kemurahan hati sang suami.
Mempunyai anak berkelainan khusus tidaklah hal yang mudah. Wanita cantik itu harus bolak-balik ke luar kota untuk kontrol putranya di salah satu RS swasta, karena di kota tempatnya tinggal tidak ada Dokter anak neurologi. Maka bayinya harus di rujuk ke RS yang ada diluar kota. Namun, kehadiran bayi istimewa itu tak diinginkan oleh sang suami, maka ia harus berjuang sendiri.
Merasa tak mendapatkan keadilan dari sang suami, maka wanita itu mengakhiri perdebatan yang tak bertemu ujung. Ia terpaksa harus membawa Revan sendirian seperti biasanya. Meskipun ia harus menahan lapar seharian karena tidak bisa makan ataupun untuk buang air kecil saja ia harus menidurkan bayi itu di lantai kamar mandi.
Sebenarnya Rio bukanlah orang yang tidak mampu. Namun, ketidak sukaannya pada bayi itu membuatnya tak ingin mencukupi kebutuhannya. Zurra sudah berulang kali meminta untuk dibelikan troler bayi, tetapi lelaki itu seperti menutup telinga atas apa yang dikeluhkan oleh sang istri.
***
Disebuah rumah sakit terlihat seorang wanita sedang menggendong bayi yang berusia satu tahun. Wanita itu tampak begitu lelah saat menimang bayinya yang selalu menangis.
"Ssshh Ssshh... Sabar ya, Sayang, sebentar lagi giliran kita," ucapnya pada sang bayi dengan netranya melirik monitor yang memperlihatkan nomor antrian disana.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya nama bayi spesialnya itu di serukan oleh perawat pendamping.
"Anak Revan!" panggil sang perawat.
"Ya, Sus!"
"Silahkan, Bu!"
Zurra bergegas memasuki ruang praktek Dokter anak itu. Namun, ia sedikit terkejut karena melihat Dokter yang menangani bukan yang biasanya.
"Hai, Revan. Sudah lama menunggu ya? Maaf ya, Revan," sapa sang Dokter dengan ramah sembari memeriksa kondisi bayi istimewa itu menggunakan stetoskop yang melingkar di lehernya.
"Maaf, apakah Dokter Ismet tidak praktek hari ini?" tanya Zurra memastikan.
"Oh maaf, apakah perawat kami tidak menjelaskan pada ibu?" jawab Dokter muda itu.
"Tidak, Dok."
"Yaya, mungkin mereka lupa. Perkenalkan, saya Dokter Zafran. Saya yang menggantikan posisi dokter Ismet, karena kontrak beliau sudah selesai di RS ini," jelasnya kepada setiap pasiennya yang bertanya.
"Oh, begitu ya, Dok."
"Benar, Bu. Jika Ibu ada pertanyaan, bisa tanyakan pada saya, dan Ibu bisa sedikit menjelaskan riwayat Revan kepada saya," ucapnya sembari membaca file yang baru ia terima dari perawat.
Zurra mengangguk paham, ia kembali mencurahkan riwayat yang pernah dialami oleh Revan sehingga membuatnya diagnosa cerebral palsy. Dan juga mengidap epilepsi, sehingga Revan harus meminum obat rutin yang telah di takar dosisnya oleh Dokter sebelumnya.
Zafran mengangguk paham apa yang di terangkan oleh Ibu si pasien. "Apakah sekarang Revan masih kejang?" tanyanya sembari menatap wajah lelah yang ada dihadapannya.
"Tidak, Dok," jawab Zurra begitu adanya.
"Baiklah, apakah kemaren dengan Dokter Ismet sudah melakukan cek zat besi?"
"Belum, Dok."
"Kalau begitu kita akan melakukan cek zat besi terhadap Revan ya, Hasilnya akan keluar dua minggu kedepan. Dan setelah itu dilanjutkan cek vitamin D. Jika hasilnya normal, maka Ibu bisa kontrol sebulan sekali seperti semula," terang Dokter itu.
"Baik, Dok. Apakah dua minggu lagi saya harus datang lagi?"
"Ya, karena saya akan membacakan hasilnya. Dilanjutkan dengan cek vitamin D. Itu berarti bulan depan Ibu datang dua kali. Untuk bulan selanjutnya sudah bisa seperti biasanya. Hanya kontrol dan ambil obat." Dokter anak neurologi itu menjelaskan kepada Zurra dengan detail.
Zurra terdiam sejenak. Dia bukannya tidak suka bila ada pemeriksaan lanjut untuk anaknya, tetapi bagaimana ia harus menjelaskan pada suaminya. Dan apakah Rio masih mau memberinya uang?
"Maaf, apakah anda paham apa yang saya maksud?" tanya Dokter membuyarkan lamunannya.
"Ah, ya. Saya paham, Dok."
"Baiklah, kalau begitu saya akan memberikan surat pengantar untuk ibu bawa ke Labor, dan juga resep obat."
Zurra hanya mengangguk paham. Dokter Zafran menatap sesaat padanya. Entahlah, karena Zurra menggunakan masker, maka ia tak bisa melihat wajah ibu dari pasiennya itu dengan jelas. Hanya bisa menatap manik indah yang terlihat menyimpan lelah disana.
Selesai menuliskan resep obat dan surat pengantar untuk di bawa ke ruang labor, Zafran kembali menatap wajah wanita yang masih duduk dihadapannya. Sepertinya ada sesuatu yang ingin ia katakan.
"Maaf Dok, apakah Dokter berkenan memberikan nomor ponselnya? Karena saya tinggal diluar kota, jadi jika ada kendala atau sesuatu yang penting dapat saya tanyakan secara langsung," ucap Zurra dengan ragu.
Zafran terdiam sejenak. Netranya mengamati dengan lekat. "Baiklah." Zafran mengeluarkan sebuah kartu nama dari laci mejanya, lalu menyerahkan pada Zurra. "Ini ada kartu nama saya. Ibu bisa hubungi jika ada yang mau di tanyakan," ucapnya dengan ramah.
"Ah, terimakasih banyak, Dok. Kalau begitu saya permisi dulu," jawab Zurra tersenyum di balik masker yang ia kenakan.
"Oya, dengan Ibu siapa ya?" langkah Zurra terhenti saat mendengar pertanyaan sang dokter.
"Nama saya Zurra, Dok."
"Oh, Nama kamu hampir sama dengan Mama saya. Nama Mama saya Zahira," celetuk Dokter tampan itu dengan senyum khasnya yang pasti akan membuat hati para Ibu-ibu lumer.
Zurra hanya menanggapi dengan senyuman dan mengangguk ramah. "Saya permisi, Dok."
"Ya, semoga cepat pulih ya Revan," sahutnya dengan ramah.
Setelah keluar dari ruangan Dokter, Zurra segera menuju ruang labor untuk mengambil sampel darah putranya yang akan melakukan cek zat besi.
Bersambung....
NB. Jangan lupa dukungannya jika suka dengan novel ini. Dan saya mohon pada raeder untuk tidak meloncati bab. Karena itu dapat mempengaruhi retensi novel ini. Terimakasih saya ucapkan sebelumnya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
zian al abasy
awl yng bgus crtanya..mmpir smga bgus lnjutnya
2024-07-16
1
Eka
semoga zura dapet kemudahan,jahat banget suaminya masa orang mampu kok pelit buat anaknya
2024-07-12
1
Bu Neng
hallo Thor baru mampir nih...
salam kenal...
2024-05-26
0