Jangan dibaca jika tidak tertarik dengan jalan ceritanya!
Mia seorang gadis yatim piatu. Ia tinggal bersama dengan neneknya. Pada suatu hari tetangganya yang bernama Ibu Ecin hendak pensiun dari pekerjaannya karena sudah tua. Ia meminta Mia untuk menggantikannya menjadi juru masak di rumah Adrian.
Adrian seorang pengusaha muda. Orang tuanya sudah lama meninggal. Ia harus berjuang sendiri meneruskan perusahaan milik orang tua. Untuk mengatasi rasa stresnya Adrian sering mengunjungi pub dengan minum minuman keras dan berkencan dengan beberapa wanita.
Kehidupan Andrian menjadi terganggu setelah Mia menjadi juru masak di rumahnya. Bagaimana dengan cerita selanjutnya? Baca sampai selesai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Ke Kantor Daniel
Ibu Titin sedang berkutat di dapur. Odah dan Ibu Ecin membantu Ibu Titin memasak. Mia mennghampiri Ibu Titin.
“Emak lagi apa?” tanya Mia.
Ibu Titin menoleh ke Mia. Mia sudah berpakaian rapih dan membawa tas.
“Kamu mau kemana sudah rapih?” tanya Ibu Titin.
“Mau terapi ke psikolog. Berangkatnya bareng dengan Tuan Adrian,” jawab Mia.
“Emak lagi masak apa?” tanya Mia.
“Emak lagi masak untuk makan siang Tuan Adrian dan Tuan Daniel,” jawab Ibu Titin sambil memotong sayuran.
“Tuan Daniel mau ke sini?” tanya Mia.
“Nggak, Emak mau antar makanan ke kantornya,” jawab Ibu Titin.
Mia tidak habis pikir mengapa emaknya segitu perhatiannya kepada Daniel. Padahal emak baru bertemu kemarin dengan Daniel, tapi kenapa emak sudah menganggapnya seperti orang yang sudah lama ia kenal.
“Emak tau kantor Tuan Daniel?” tanya Mia.
“Nggak tau. Tapi Ibu Ecin tau dimana kantor Tuan Daniel,” jawab Ibu Titin.
“Kalau mau pergi ke sana hati hati di jalan,” kata Mia.
Mia mengeluarkan dompet belanja, ia mengambil empat lembar uang pecahan seratus ribu rupiah. Lalu ia berikan kepada Ibu Titin.
“Ini Mak, untuk ongkos Emak,” kata Mia.
Ibu Titin menghitung uang tersebut.
“Banyak sekali,” kata Ibu Titin.
“Itu untuk membayar taksi online,” kata Mia.
“Emak naik bis aja,” ujar Ibu Titin.
“Jangan! Nanti Emak kesasar,” kata Mia.
“Tapi ini kan uang Tuan Adrian, Emak jadi tidak dengan Tuan Adrian,” kata Ibu Titin.
“Tuan Adrian menyuruh Mia memberikan uang kepada Emak kalau Emak mau pergi kemana-mana,” jawab Mia.
“Ya sudah. Bilang terima kasih ke Tuan Adrian,” kata Ibu Titin.
Tiba-tiba Adrian muncul di pintu dapur.
“Mia. Ayo kita berangkat sekarang! Nanti kamu telat,” kata Adrian.
“Iya, Tuan,” jawab Mia.
“Mak, Mia berangkat dulu.” Mia mencium tangan Ibu Titin.
“Assalamualaikum,” ucap Mia.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Titin.
“Mak, saya berangkat dulu. Assalamualaikum,” pamit Adrian.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Titin.
Adrian dan Mia berjalan menuju ke depan rumah. Di depan rumah mobil Adrian sudah siap untuk berangkat. Pintu pagar sudah dibuka oleh Pak Malih. Pak Ratno berdiri di sebelah mobil menunggu bos nya yang hendak berangkat ke kantor.
“Selamat pagi, Pak,” ucap Pak Ratno ketika Adrian mendekati mobil.
“Pagi,” jawab Adrian. Adrian masuk ke dalam mobil. Ia duduk kusrsi sebelah supir.
“Selamat pagi, Mbak Mia,” sapa Pak Ratno.
“Selamat pagi, Pak,” jawab Mia.
Pak Ratno membukakan pintu untuk Mia. Mia duduk di kursi belakang bersama dengan Lina. Kemudian Pak Ratno masuk ke dalam mobil.
“Pak, kita antar Mia dulu ke psikolog,” kata Adrian.
“Baik, Pak,” jawab Pak Ratno.
Mobilpun meluncur meninggalkan rumah Adrian.
***
Ibu Titin dan Ibu Ecin turun dari taksi online. Ibu Titin memperhatikan gedung perkantoran yang menjulang tinggi di depannya.
“Bu Ecin, bener di sini kantor Tuan Daniel?” tanya Ibu Titin yang tidak yakin.
“Bener, Mak. Ayo kita masuk ke dalam,” kata Ibu Ecin.
Ibu Titin dan Ibu Ecin berjalan menuju gedung tersebut.
“Bu Ecin tau darimana kalau kantor Tuan Daniel di sini?” tanya Ibu Titin sambil berjalan.
“Tuan Daniel yang bilang ke saya. Tuan Daniel sering datang ke kantor Tuan Adrian atau main ke rumah Tuan Adrian,” jawab Ibu Ecin.
“Bu Ecin kenal dengan orang tua Tuan Daniel?” tanya Ibu Titin.
“Tidak,” jawab Ibu Ecin.
Mereka masuk ke dalam lobby gedung. Ibu Titin terkagum-kagum melihat melihat dalam gedung tersebut.
“Besar sekali kantor Tuan Daniel. Pasti gaji Tuan Daniel besar,” ujar Ibu Titin sambil memperhatikan di sekelilingnya.
“Kata Tuan Adrian, orang tua Tuan Daniel pemilik gedung ini,” kata Ibu Ecin.
“Wah, pasti kaya sekali orang tua Tuan Daniel,” ujar Emak.
“Iya, Mak. Kekayaan orang tua Tuan Daniel sama dengan kekayaan orang tua Tuan Adrian,” jawab Bu Ecin.
“Bu Ecin kenal dengan orang tua Tuan Adrian?” tanya Ibu Titin.
“Kenal, Mak. Kan saya sudah lama kerja di sana. Masa Emak lupa? Saya titip anak-anak saya sama Emak sewaktu saya bekerja di rumah orang tua Tuan Adrian. Waktu itu Tuan Adrian masih kuliah,” jawab Ibu Ecin.
“Oh iya, Emak lupa. Maklum saja Emak sudah tua,” jawab Ibu Titin.
“Sekarang orang tua Tuan Adrian sudah meninggal dunia. Tuan Adrian tinggal sendiri jauh dari sanak saudara. Tuan Adrian anak tunggal. Saudara Tuan Adrian tinggal di luar negeri semua,” kata Ibu Ecin.
“Kasihan Tuan Adrian,” ujar Ibu Titin.
Tak terasa mereka sudah berdiri di depan pintu liff. Ibu Ecin menekan tombol ke atas. Pintu liff terbuka.
“Ayo Mak, kita masuk ke dalam liff,” kata Ibu Ecin. Mendengar kata liff sontak wajah Ibu Titin menjadi pucat. Ibu Titin melihat dalam liff yang kecil dan serba tertutup.
“Bu Ecin, Emak takut naik liff. Emak belum pernah naik liff,” kata Ibu Titin dengan ketakutan. Ia memegang erat tangan Ibu Ecin.
“Nggak apa-apa, kok Ma. Ada saya,” jawab Ibu Ecin.
“Apa tidak ada tangga?” tanya Ibu Titin.
“Ada tangga darurat,” jawab Ibu Ecin.
“Kita naik tangga aja, yuk!” Ibu Titin menarik tangan Ibu Ecin.
“Jangan, Mak! Nanti Emak kecapaian. Kantor Tuan Daniel ada di lantai dua puluh lima. Emak pasti nggak akan kuat kalau harus naik tangga sampai lantai dua puluh lima,” ujar Ibu Ecin.
“Kalau tangga berjalan seperti di supermarket ada, nggak?” tanya Ibu Titin.
“Nggak ada, Mak. Ini bukan mall,” jawab Ibu Ecin.
“Yah, terus Emak naik ke atasnya pakai apa, dong?’ tanya Ibu Titin putus asa.
“Pakai liff, Mak. Kalau takut pegang tangan saya, Mak,” kata Ibu Ecin.
Ibu Titin memegang erat tangan Ibu Ecin, lalu mereka masuk ke dalam liff. Setelah mereka masuk ke dalam liff, pintu liff pun tertutup. Ibu Ecin menekan tombol lantai dua puluh lima. Liff pun menuju ke lantai atas.
“Bu Ecin, Emak takut,” kata Emak sambil mempererat pegangannya ke tangan Ibu Ecin.
“Nggak apa-apa, Mak. Sebentar lagi sampai,” jawab Ibu Ecin.
Akhirnya mereka sampai di lantai dua puluh lima. Pintu liff pun terbuka. Mereka keluar dari dalam liff.
“Alhamdullilah.” Ibu Titin bernafas lega.
“Kan, tidak terjadi apa-apa,” kata Ibu Ecin.
Ibu Ecin berjalan menuju ke sebuah kantor yang di tutupi oleh kaca. Ibu Ecin melihat alan scan kartu di dekat pintu kaca.
“Mak, masuk ke dalamnya harus pakai kartu,” kata Ibu Ecin.
“Sama seperti di kantor Tuan Adrian harus pakai kartu,” lanjut Ibu Ecin.
“Berarti kita tidak bisa masuk,” ujar Ibu Titin.
“Bentar, Mak.” Ibu Ecin melihat ke dalam kantor melalui pintu kaca. Ia melihat seorang operator duduk di meja operator. Ibu Ecin mengetuk pintu agar orang itu melihat. Ternyata kaca pintu itu cukup tebal jadi sulit untuk diketuk.
“Diketuk pakai koin biar kedengaran,” kata Ibu Titin.
“Susah, Ma. Kacanya tebal sepertinya anti peluru. Kalau kita ketuk pakai benda takut alarmnya nyala,” jawab Ibu Ecin.
terus esok harinya baru pembukaan 5 terus baru diperiksa katanya jalan lahirnya Sempit dan akhirnya Operasi Cesar...🤔🤔🤔🤔
durenya Di Skip... biar yang baca pikirannya tidak Traveling kemana -mana..🤔🤔🤔...😄😄😄