Mora mendapatkan tawaran menarik untuk menggoda pria beristri. Jika berhasil bayaran sejumlah 100 juta akan ia dapatkan.
Tapi ternyata tawaran itu sangat tidak mudah untuk Mora laksanakan. Pria yang harus ia goda memiliki sikap yang dingin dan juga sangat setia dengan sang istri.
Lalu apakah Mora akan berhasil merebut pria dari istrinya? atau bahkan justru hubungan mereka semakin dekat karna pria tertarik pada Mora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKS 8
“Kenapa sama sekali kau enggan untuk memikirkan aku sedikit saja, Ayyana?” gumam Adam sembari menatap foto pernikahannya.
Dipajang didinding kamar. Kemungkinan besar selama menikah satu tahun ini hanya dirinya yang mau memperhatikan foto pernikahan tersebut.
Sama sekali Ayyana tidak mau tahu tentang pernikahan mereka. Memang tidak berdasarkan cinta, semua terjadi karena perjodohan antara dua keluarga hanya karena atas nama keabadian kekayaan keluarga.
Adam memang awalnya menolak perjodohan tersebut. Tapi Ayyana sedikit berbeda baginya. Sama sekali tidak pernah memandang harta yang ia miliki.
Seringnya banyak wanita yang akan rela membuka kaki mereka hanya untuk bersama dengan Adam. Tapi hanya Ayyana yang tetap cuek meskipun sudah memiliki hak seutuhnya pada tubuh Adam.
“Apa aku salah menyukai istriku sendiri?” Pertanyaan itu terus saja berputar dibenak Adam.
Meskipun tidak juga mendapatkan jawaban tapi Adam tetap memikirkannya. Banyak hal telah ia lakukan untuk membuat sang istri menatapnya sekali saja.
Tapi lagi dan lagi Ayyana selalu saja menganggapnya tidak ada.
“Berhenti menganggap pernikahan ini nyata, Adam. Selamanya juga akan tetap sama. Kau dan aku tidak akan pernah menjadi pasangan yang saling mencintai.”
Ucapan menyakitkan itu terlontar tepat pada saat Adam ingin memberikan nafkah batin pada Ayyana. Wanita itu menolaknya dengan kata-kata yang sangat tidak berperasaan.
Ting!
Suara ponselnya menggema diseluruh area ruangan kamar yang sepi. Pandangan mata Agra mengarah pada ponselnya yang tergeletak dimeja.
Di Kegelapan tersebut ponselnya menyala. Adam menghela napas pelan dulu, lalu mulai melangkah untuk melihat siapa yang menghubungi dilarut malam begini.
Pesan singkat dari nomor yang tidak di kenal. Adam selalu saja mengabaikan nomor baru, jadi hanya menatapnya saja sama sekali tidak mau tahu apa isi pesan tersebut.
“Tidak penting,” gumamnya.
Adam melangkah menuju meja untuk menuangkan air minum. Di gelap tersebut Adam dapat rileks, setidaknya dapat melupakan berbagai masalah yang selalu saja menyerang.
Ting!
Ponselnya kembali berbunyi. Dan itu terjadi dua kali, Adam penasaran jadinya. Dengan tangan satunya memegang gelas maka Adam mengambil ponselnya yang tergeletak tidak jauh darinya.
Isi pesan:
Dari +6208xxxxxxx
Day one jadi sekretaris pribadi
+6208xxxxxxx
Selamat malam, Tuan Adam yang terhormat, aku ingin bertanya… apakah Tuan setuju jika aku membawa bekal besok?
+6208xxxxxxx
Kok diam aja? Mau nggak ni?
Adam berdecak membaca pesan beruntun dari Mora. Meskipun pesan tersebut tidak ada jelas berasal dari mana tetap saja Adam dapat menebak itu berasal dari siapa.
+6208xxxxxxx
Kalau Tuan nggak jawab, aku telpon ya?!
Kedua mata Adam mengerjap karena ini pertama kali dalam hidupnya yang teramat sempurna dan penuh aturan ada yang berani mengancam.
“Dia mengancamku?” Adam tertawa kecil lebih tepatnya tertawa kesal sebenarnya. “Dasar wanita gila!”
Adam membanting ponselnya dimeja. Lalu melangkah menjauh dari meja, lebih memilih untuk mau mandi saja dari pada menggubris pesan dari Mora.
Tapi saat Adam baru saja meletakkan gelasnya yang kosong secara tiba-tiba disela keheningan ponselnya berdering.
Nomor tidak dikenal yang berasal dari Mora telah menghubunginya sekarang. Adam enggan mengangkatnya, ia malah menuju bathroom untuk membersihkan diri.
~Lima belas menit kemudian…
Adam baru saja selesai mandi dan ponselnya masih juga berbunyi. Tentunya Adam heran, yang sebenarnya terbuat dari apa manusia yang tanpa rasa malu seperti Mora.
Dengan rasa sebal yang sudah diambang batas maka Adam pada akhirnya menekan tombol hijau tersebut.
“Halo?”
Tidak ada jawaban sama sekali. Hanya ada suara hening yang semakin membuat Adam kesal, ia menatap layar ponselnya sekali lagi.
Memastikan jika panggilan tersebut memang masih tersambung. “Halo? Ada apa?!”
Masih menunggu jawaban. Tapi tetap ada, Adam berdecak sebal.
“Buang-buang waktu saja,” ucapnya.
Dengan perasaan sebal Adam mematikan panggilan tersebut. Membuat ponselnya dalam mode hening, agar tidak akan ada suara yang mengganggu.
Adam merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Memeluk guling sembari pikirannya melayang jauh pada nasib pernikahannya.
“Apa emang Ayyana tidak akan pernah memberikan kesempatan pada hubungan ini?” tanyanya pada diri sendiri.
Pertanyaan yang terus saja berputar dibenak Adam hanya Ayyana yang dapat menjawabnya. Sialnya, Adam terlalu malu untuk mengungkapkannya.
Satu ucapannya akan mendapatkan sikap cuek yang menyakitkan dari sang istri. Jangankan untuk saling membahas perasaan satu sama lain.
Adam selalu saja kebingungan untuk bicara dengan sangat normal kepada Ayyana. Lagi dan lagi wanita itu akan tetap mengabaikannya
~
Sementara itu kini Mora tengah menatap nanar layar ponselnya. Setelah panggilan beruntunnya pada akhirnya mendapatkan jawaban dari Adam malah Mora tidak mampu untuk bicara sedikit saja.
Mora melempar ponselnya yang seharga motor itu diatas tempat tidur. Ia duduk dengan wajah ditekuk menandakan jika suasana hatinya tengah tidak baik sekarang.
“Aku harus apa? Bagaimana cara memikat perhatian Tuan Adam. Pria setia seperti itu… apakah akan mudah untuk dirayu?”
Kepala Mora semakin sakit memikirkannya. Ia merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar Apartemen.
Memikirkan hal demi hal. Mau bagaimanapun, meskipun sulit Mora memang harus tetap melakukannya. Kalau tidak semua harus ia ganti rugi.
“Ah iya… apa aku kurang hot ya?” Mora seketika bangkit.
Kalau ia coba ingat ingat, dari pengalaman menonton acara drama di televisi. Seorang pelakor selalu saja mengenakan pakaian yang sedikit terbuka bahkan ada yang terlalu minim.
“Ya… pastinya Tuan Adam adalah suami yang kurang kasih sayang. Aku akan coba dari hal sederhana itu saja dulu.”
“Walaupun sedikit vulgar. Tapi tidak apa, semua ini demi uang banyak itu.”
Mora mulai melangkah menuju lemari besar ada yang di kamarnya. Disana segala pakaian sudah disediakan oleh Sosok asing tersebut.
Ia tinggal mengenakannya saja. Kebetulan jenis pakaian yang Mora butuhkan ada disana, ia mulai mengambil satu jenis lalu memperhatikannya dengan seksama.
“Astaga… minim banget ni rok,” Mora sedikit terkejut.
Rok span yang ia pegang terlalu pendek. Masih membayangkan akan mengenakannya saja sudah membuat Mora merasa geli.
“Ihhhh,” Mora menaruhnya kembali didalam lemari. Karena itu ia sampai bergidik ngeri tapi seakan tidak ada pilihan lain lagi.
“Tapi mau bagaimana lagi, Mora? Untuk jadi pelakor kau harus menunjukkan sisi keganasan,” Mora menghela napas panjang sekali.