Pembantu Soleha Bos Berengsek
Seorang anak kecil berlari di kebun teh sambil membawa ponsel. Ia mendekati para pemetik daun teh.
“Teteh! Teteh! Teteh!” teriak anak kecil itu. Ia menghampiri Mia. Mia menoleh ke anak kecil itu.
“Ada apa, Citra?” tanya Mia. Citra berhenti di sebelah Mia sambil bernafas ngos-ngosan. Citra memberikan ponsel yang ia bawa kepada Mia.
“Ini apa, Citra?” tanya Mia tidak mengerti.
“Enin mau bicara sama Teteh,” jawab Citra sambil ngos-ngosan.
“Bicara sama Teteh?” tanya Mia. Mia menempelkan ponsel ke telinganya.
“Halo,” sapa Mia. Tidak terdengar suara apapun dari ponsel Citra.
“Cit, nggak kedengaran apa-apa,” kata Mia.
“Memang dimatikan sama enin. Kata enin, enin akan menelepon lagi sekitar sepuluh menit lagi,” jawab Citra.
“Ya sudah, Teteh mau terusin lagi metik daun teh,” kata Mia. Mia melanjutkan pekerjaannya. Citra berdiri di sebelah Mia sambil memetik daun teh dengan asal-asalan.
Tidak lama kemudian terdengar suara dering telepon dari ponsel yang dipegang oleh Citra.
“Teh, enin telepon lagi,” kata Citra. Citra menjawab panggilan itu.
“Assalamualaikum, Nin,” ucap Citra.
“Waalaikumsalam. Sudah bertemu dengan Teh Mia, belum?” tanya Ibu Ecin.
“Sudah, Nin,” jawab Citra.
“Mana Teh Mia?” tanya Ibu Ecin.
“Sebentar, Nin,” jawab Citra.
“Teh, ini enin.” Citra memberikan ponselnya ke Mia.
“Assalamualaikum, Ibu Ecin,” ucap Mia.
“Waalaikumsalam, Mia,” jawab Ibu Ecin.
“Mia. Kamu mau kerja di Jakarta, nggak?” tanya Ibu Ecin.
“Kerja apa, Bu?” tanya Mia.
“Kerja menjadi juru masak menggantikan Ibu. Ibu sudah tua sudah cape. Ibu mau berhenti bekerja dan menghabis masa tua di desa, Tapi bos Ibu tidak mengijinkan Ibu berhenti bekerja kalau belum mendapatkan pengganti Ibu,” kata Ibu Ecin.
“Mia mau, Mia mau cari uang yang banyak untuk Emak. Tapi Emak bagaimana? Mia tidak tega meninggalkan Emak,” jawab Mia. Emak adalah nenek Mia dari pihak Ibu. Semenjak orang tua Mia meninggal, Mia diasuh dan dibesarkan oleh Emak.
“Kamu tenang saja. Biar Ibu yang menjaga Emak,” jawab Ibu Ecin.
Ibu Ecin adalah tetangga Emak. Semenjak suaminya meninggal dunia Ibu Ecin bekerja sebagai juru masak di rumah orang kaya di Jakarta. Sekarang Ibu Ecin sudah tua dan sudah memiliki banyak sawah dan kebun. Hasil dari gajinya selama bekerja di Jakarta, Bos di tempat Ibu Ecin bekerja sangat loyal kepada Ibu Ecin. Ibu Ecin diberi gaji yang besar oleh bosnya. Padahal Ia hanya bekerja menjadi juru masak. Semua pekerjaan rumah yang lain dikerjakan oleh cleaning service, laundry dan tukang kebun. Adrian tidak suka jika di rumahnya banyak orang.
“Bagaimana, Mia? Apakah kamu mau bekerja di sini?” tanya Ibu Ecin.
“Ibu sengaja tidak menawarkan pekerjaan ini ke tetangga yang lain. Kamu lebih membutuhkan uang daripada tetangga Ibu yang lain. Apalagi masasakan kamu sangat enak, pasti pekerjan kamu kepakai oleh Tuan Adrian,” kata Ibu Ecin.
“Mia tanya emak dulu. Kalau emak mengijinkan, Mia akan terima pekerjaan yang Ibu Ecin tawarkan,” jawab Mia.
“Nanti kalau sudah ada ijin dari emak, kamu telepon Ibu! Kamu telepon pakai ponsel Citra. Ibu tunggu jawabanya segera!” kata Ibu Ecin.
“Iya, Bu,” jawab Mia.
“Assalamualaikum,” ucap Ibu Ecin sebelum mengakhiri pembicaraannya.
“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia mengembalikan ponsel Citra.
“Terima kasih ya, Cit,” ucap Mia.
“Sama-sama, Teh,” jawab Citra.
“Citra pulang ya, Teh. Assalamualaikum,” pamit Citra. Citra pergi meninggalkan Mia.
“Waalaikumsalam. Hati-hati jalannya. Jangan lari, nanti jatuh!” kata Mia.
“Iya, Teh,” jawab Citra. Gadis kecil itu berlari meninggalkan area perkebunan.
***
Mia berjalan kaki menuju ke rumahnya. Ia baru selesai memetik daun teh.
“Assalamualaikum,” ucap Mia ketika sampai di depan rumahnya.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Titin dari dalam rumah.
Ibu Titin membukakan pintu. Mia langsung mencium tangan Ibu Titin. Mia masuk ke dalam rumah. Ia duduk di kursi ruang tamu Ibu Titin juga uduk di kursi.
“Ini Mak. Upah dari metik daun teh.” Mia memberikan uang lima puluh ribu rupiah kepada Ibu Titin.
“Kamu simpan aja. Emak masih ada uang dari pemberian kamu,” jawab Ibu Titin.
“Emak sudah siapkan makan siang untukmu,” kata Ibu Titin.
“Makannya nanti saja. Mia mau mau bersih-bersih dulu lalu sholat dzuhur,” kata Mia. Mia beranjak menuju ke kamar mandi.
Setelah selesai sholat Mia menuju ke meja makan. Ia membuka tutup saji yang menutupi makanan. Di atas meja tersaji makanan sederhana. Goreng tahu, tempe, sambel serta lalapan. Walaupun lauk pauknya sederhana namun Mia dan neneknya selalu mensyukuri kalau mereka masih bisa makan dan tidak kelaparan.
Mia menuangkan nasi ke atas piring. Ibu Titin duduk di depan Mia. Ia menemani Mia makan.
“Emak nggak makan?” tanya Mia.
“Tadi Emak sudah makan,” jawab Ibu Titin.
“Oh ya, Mak. Tadi Ibu Ecin nelepon Mia,” kata Mia sambil mengambil tempe goreng.
”Nelepon bagaimana? Kamu kan nggak punya hp?” tanya Ibu Titin bingung.
“Ibu Ecin menelepon lewat hpnya Citra,” jawab Mia.
“Ada apa dia meneleponmu?” tanya Ibu Titin.
Mia menceritakan semua apa yang tadi dikatakan Ibu Ecin.
“Emak terserah kamu aja. Kamu kan yang kerja bukan Emak. Penghasilan kamu dari dari memetik daun teh sudah cukup untuk kita makan sehari-hari,” kata Ibu Titin.
“Mia ingin menyenangkan Emak. Mia ingin memberangkatkan Emak pergi haji atau paling tidak Mia bisa memberangkatkan Emak umroh,” ucap Mia.
“Emak hargai keinginan kamu. Tapi pesan Emak lebih baik kamu sholat iskharah minta petunjuk kepada Allah. Kalau pekerjaan itu baik untukmu, Allah akan memudahkan semuanya. Tapi kalau pekerjaan itu tidak baik untukmu Allah pasti akan menghalangimu untuk pergi,” kata Ibu Titin.
“Baiklah, Mak. Mia akan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah,” jawab Mia.
“Ayo kamu makan dulu! Dari tadi kamu bicara terus,” kata Emak.
“Iya, Mak,” jawab Mia. Mia mulai memakan makanannya.
***
Seminggu berlalu sudah, Mia masih belum mendapatkan petujuk apapun dari sholat istikharah. Tapi keinginan Mia untuk bekerja di rumah Tuan Adrian semakin kuat. Ia ingin membahagiakan emaknya sebelum ajal menjemput emaknya.
Apakah ini tanda-tanda kalau pekerjaan itu baik untuk Mia dan masa depan Mia? Tanya Mia di dalam hati.
Tiba-tiba ada yang mengucapkan salam di depan rumahnya,” Assalamualaikum.” Suara itu mirip seperti suara Citra.
“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia membuka pintu rumah. Citra berdiri di depan rumahnya sambil membawa ponsel.
“Ada apa, Cit?” tanya Mia.
“Enin mau bicara sama Teteh,” jawab Citra.
“Masuk dulu, Cit,” kata Mia.
Citra masuk ke dalam rumah Mia. Rumah Mia kecil dan sangat sederhana. Furniture di rumah itu sudah sangat tua sekali. Citra duduk di salah satu kursi yang ada diruang tamu. Mia duduk menemani Citra.
“Tadi kata enin, enin akan menelepon lagi sekitar lima menit lagi,” kata Citra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
maulana ya_manna
mampir di sini thor
2024-03-16
1
Delvyana Mirza
Boleh kan kak dibaca novelnya
2024-01-13
1
Yani
Mampir ah..
2024-01-07
1