Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mengetahui dalangnya
"Kok diam? Tidak bisa ya? yaudah, nanti saja saya makannya," ujarnya yang membuat aku terkesiap.
"Ah, bi-bisa kok, Mas." Aku segera mengambil daging durian itu mengarahkan ke bibirnya. Seketika wajahku terasa panas. Aku mengamati wajahnya begitu dekat,
"Awh... Kenapa di gigit, Mas?"
"Ah, maaf tidak sengaja. Sakit ya." Dia segera meraih jariku dan meniupnya. Aku benar-benar dibuat mati gaya. "Masih sakit?" tanyanya, tetapi masih fokus mengemudi.
"Ah, tidak." Sakitnya tidak seberapa Mas, tapi jantungku rasanya tidak aman bila kamu selalu melakukan hal yang tak terduga.
Dia kembali tersenyum sekilas menatapku dengan wajah tanpa dosa, tanganku masih di genggaman olehnya, perlahan aku menariknya.
Sejenak kami terdiam, aku berusaha untuk tetap tenang dalam situasi yang seperti ini, ku alihkan perhatianku untuk menikamati makan buah yang masih ada dalam pangkuanku.
"Enak ya?"
"Hmm," jawabku enggan lagi menanggapi.
"Nggak mau lagi nyuapi saya?"
"Nggak, nanti di gigit lagi."
"Hehe... Nggak sengaja, Dek. Lagi dong." Dia membuka mulut dan mengarah padaku, mau tidak mau aku kembali menyuapinya.
"Awas ya, jangan digigit lagi."
"Digigit nggak boleh, tapi dijilat boleh ya."
Ya ampun, mulai ngeres tuh otak.
"Apa sih, Mas? Enggak usah mikir yang aneh-aneh deh!"
"Siapa yang mikir aneh-aneh? Makan duren itu biasanya yang nempel dijari dijilat nggak?"
"Iya."
"Terus dimana letak anehnya? Jangan-jangan kamu sendiri yang mikir begitu." tudingnya membuat wajahku bersemu.
"Ish, apaan sih. Udah ah, aku udahan makan durennya. Nih buat Mas Yusuf saja." Aku meletakkan tempat duren itu di sampingku, aku juga enggan untuk menyuapinya, yang ada aku selalu saja salah tingkah dan digoda olehnya.
Dia tersenyum lembut sembari mengusap kepalaku. "Udah sekarang istirahatlah, nanti sampai rumah saya bangunkan.
Aku mengikuti kata-katanya, aku kembali mencari posisi yang nyaman, dan kupejamkan mata, tak butuh waktu lama, aku sudah tidak ingat apa-apa lagi, itu menandakan aku sudah berada di alam mimpi.
***
"Dek, ayo bangun, kita sudah sampai rumah."
Sayup-sayup terdengar suara itu, tetapi mataku masih begitu berat dan mengantuk. Rasanya aku masih enggan membuka mata. Aku mendengar dia membuka pintu dan keluar lalu membuka pintu garasi mobil.
Setelah membuka garasi, dia memasukkan mobil kedalamnya lalu kembali menutup pintu garasi. Aku hanya mengamati apa yang dia lakukan. Saat dia membuka pintu dibagianku, aku segera kembali menutup mata seolah sedang tertidur pulas.
Jantungku kembali terasa ingin lompat saat tangan kekarnya membopong tubuhku, aku berusaha untuk tetap tenang tanpa bergerak sedikitpun.
"Loh, Suf, kok Khanza pulang sama kamu?" tanya Bunda yang berpapasan dengan Mas Yusuf saat ingin membawaku naik kelantai dua.
"Iya, Bun, nanti saya ceritakan. Saya bawa Adek ke kamar dulu."
"Oh, yasudah. Anak ini kalau tidur memang tidak sadar diri." Rutu Bunda, mungkin karena aku sudah menyusahkan Mas Yusuf.
Biarinlah Bun, kapan lagi aku dapat merasakan hal seperti ini. Anggap saja untuk memenuhi memory kenangan saat nanti kami tak lagi bersama.
Aku menikmati segala perlakuan Mas Yusuf, tanpa sadar aku mengalungkan kedua tanganku dilehernya, yang membuat dia berhenti sejenak, mungkin dia sedang menatapku, nafas hangatnya begitu terasa menerpa diwajahku.
Dia membaringkanku diatas tempat tidur perlahan, setelah itu Mas Yusuf mengatur suhu ruangan agar aku tidur dengan nyaman, lalu dia masuk kedalam kamar mandi.
Tak berselang lama dia keluar dari kamar mandi dengan air wudhu yang masih menetes di wajahnya. Dia segera melaksanakan sholat ashar. Aku hanya bisa mengamati dalam diam tanpa sadar aku tersenyum menatap wajah tenang itu.
Saat aku masih terpesona memandangnya, tanpa aku sadari dia telah menatapku. Sungguh sangat malu dengan tingkahku sendiri.
"Loh, udah bangun Dek?" tanyanya sembari melipat sajadah dan Kembali menyimpan di lemari.
"Ah, iya." Aku tidak bisa mengelak lagi, aku segera duduk
"Ayo mandilah, habis itu sholat. Saya mau menemui Bunda, karena tadi sudah janji ingin menjelaskan kejadian tadi.
Aku hanya mengangguk patuh, perlahan aku turun dari ranjang untuk ke kamar mandi. Aku melihat dia hendak keluar kamar.
"Ah, Mas?" Panggilku menghentikan langkahnya.
"Ya Dek?"
"Apakah kamu ingin langsung pulang?" Entah kenapa pertanyaan konyol itu keluar dari bibirku.
"Iya, karena saya harus ke kantor untuk memberi keterangan atas kasus Yudi."
"Kenapa? Apakah Adek butuh sesuatu?"
"Ah, tidak. Yaudah tidak pa-pa." Aku tidak ingin lagi banyak pertanyaan, sebenarnya aku ingin menanyakan apakah nanti dia akan pulang kerumah ini. Namun, segera aku tepis. Aku tidak ingin menjadi wanita egois. Dari semalam hingga sekarang Mas Yusuf sudah menghabiskan waktunya untukku.
Dia hanya mengangguk dan segera keluar dari kamar. Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan setelah itu segera melaksanakan sholat.
Jam delapan malam Papa baru pulang. Aku dan Bunda segera menanyakan siapa otak dari kasus ini.
"Khanza, apakah kamu kenal dengan Leo?" tanya Papa yang membuat otakku berpikir mencoba mengingat kembali.
"Leo? Dia teman SMA aku, Pa. Dan kami juga pernah bertemu saat di Singapura. Emang kenapa, Pa?"
"Apakah kalian dulu pernah ada hubungan?" tanya Papa yang membuat aku semakin tidak mengerti.
"Tidak. Tetapi dia pernah menyatakan perasaannya padaku. Dan saat kami bertemu di Singapur dia kembali menyatakan perasaannya. Tetapi aku tidak pernah menerimanya, dan aku juga tidak pernah memberinya harapan apapun, karena aku memang tidak pernah ada perasaan padanya."
Aku menjelaskan pada Papa tentang Leo, aku masih belum mengerti kenapa Papa menanyakan Pria itu padaku.
"Khanza, kamu tahu Leo itu anak siapa?"
"Tidak tahu, Pa, karena aku memang tidak ingin tahu tentang dia."
"Dia itu adalah anak kedua dari Jendral Agung. Dan dia menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menekan Yudi. Tapi Papa belum menyelidiki Apakah Jendral Agung terlibat dalam hal ini."
Seketika aku syok mendengar penjelasan dari Papa. Aku tidak menyangka, apa yang dulu pernah Leo ucapkan padaku ternyata jadi kenyataan.
Ya, dulu dia pernah mengancam saat aku menolak cintanya. Dia mengatakan bahwa tidak akan ada orang lain yang bisa memiliki aku jika dia tidak bisa. Namun, saat itu aku tidak menghiraukan ucapannya. Tetapi kini dia membuktikan itu. Dan aku sungguh tidak tahu bahwa dia adalah anak dari rekan Papa.
"Khanza, mulai saat ini kamu jangan pernah keluar rumah dulu. Karena Papa belum selesai mengusut kasus ini sampai tuntas. Papa membutuhkan bukti yang kuat untuk meyakini bahwa Jendral Agung terlibat atau tidaknya. Kamu pasti tahu ini bukan perkara yang mudah. Kami sama-sama mempunyai jabatan dan masing-masing mempunyai jajaran yang tentunya akan melindungi dia dengan cara-cara yang curang. Yang jelas Leo sudah diamankan."
"Baiklah, Pa. Aku akan mengundurkan diri dulu, mungkin aku akan meneruskan karierku setelah aku melahirkan nanti."
Bersambung....
NB. Tentang Tiara nanti ada di POV Mas Yusuf ya. Jadi sabar, nanti author kupas disana🤗🙏 Jangan lupa kasih author dukungan agar tetap semangat Update 🙏🥰
Happy reading 🥰