Boss Kekasih Adikku

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Cantika belum juga pulang, aku kuatir apa yang aku lakukan tadi membuat masalah untuk mereka, tetapi hanya itu yang bisa aku lakukan.

Aku menonton TV sambil menunggu adikku, terdengar suara mobil Surya di depan rumah, dan sebentar kemudian, pintu dibuka.

Ceklek.

Kelihatannya mobil Surya langsung melaju kembali. Aku melongok ke ruang tamu. Cantika membawa sebuah boneka besar, beberapa paper bag, sepertinya dari butik. Dia kerepotan membawa semua barang itu.

"Kak, sini deh." Katanya sambil meletakkan barang-barang itu di ruang tamu.

Aku menghampirinya, ingin tahu juga apa yang terjadi dengannya hari ini.

"Tadi, Surya bilang ajak jalan-jalan aku, beneran kak, hampir semua tempat belanja kami kunjungi. Dia juga menyuruhku mengambil apapun yang aku mau." Cantika bersorak girang.

"Maaf, Dek. Tadi aku belum sempat berbincang-bincang masalah kalian."

"Ga apa-apa, Kak. Aku seneng hari ini. Mungkin benar kata Kakak kalau Surya baru banyak pekerjaan dan ga pernah ajak aku kencan." Katanya sambil mengeluarkan jam merk mahal dari sebuah paper bag dan mematutnya di pergelangan tangannya.

Aku menghela nafas, senang karena adikku tapi juga sedih untuk hatiku, jujur saja.

"Ya udah, aku tidur dulu ya, Dek. Besok berangkat kerja. Kamu juga, jangan malem-malem tidurnya. Besok pagi-pagi kamu harus berangkat." Kataku.

"Iya, kakakku yang bawel..."

"Ugh..." Aku berlagak mencakarnya dari jauh, dan melangkah menuju kamarku.

Malam datang, tetapi mataku tidak bisa terlelap juga. Pikiranku melayang layang, memikirkan apapun tentang cinta. Apakah aku bisa melupakan seseorang yang kucinta dan apakah bisa aku mencintai seseorang karena terbiasa? Hingga waktu menunjukkan jam 3 pagi, aku baru bisa terlelap.

Esoknya aku terbangun, hanya dua jam aku tidur. Pesan-pesan di gawaiku, ucapan selamat malam hingga selamat pagi dari Reno masih kuabaikan. Aku ga boleh terlambat masuk kerja. Segera kulakukan aktivitas pagi dengan cepat. Mama telah menyiapkan telur dadar dan segelas susu untukku.

Cantika telah berangkat bersama papa. Sekalian papa kerja, papa mengantar Cantika ke tempat kerja. Hingga papa harus berbelok arah jauh untuk menuju ke tempat kerjanya sendiri. Cantika tidak bisa mengendarai motor apalagi menyetir mobil. Dia kemana-mana memilih diantar atau menaiki taksi.

Aku memakan sarapanku lalu meminum susu yang telah dibuatkan oleh mama. Jam 6 pagi aku berangkat, mama mencium kedua pipiku seperti biasanya.

Sesampainya di kantor, telah ada beberapa rangkaian balon berwarna-warni yang dipasang di depan pintu kantor, dan tidak seperti biasanya di depan pun sepi, bahkan pak satpam tidak kelihatan berjaga di depan.

Kemudian aku masuk ke dalam kantor, ternyata semua karyawan menungguku di dalam dan menyanyikan lagu ulang tahun padaku, surprise sekali, bahkan aku ga ingat ini hari ulang tahunku. Aku tertawa, menertawakan diriku sendiri yang melupakan hari ini. Mereka membawakan cake ulang tahun, lalu memintaku untuk meniupnya, lalu satu per satu menyalamiku. Mereka juga telah menyiapkan makan siang di ruang meeting untuk kami makan bersama.

Setelah perayaan kecil itu, dan kuucapkan terima kasih pada mereka, kami kembali bekerja. Sembari mengeluarkan berkas-berkas, aku mengingat usiaku telah menginjak 28 tahun, seorang manager yang belum memiliki pasangan. Ah, aku punya, tapi... bibirku tersungging memikirkan jalan hidupku, sinting.

Tok...tok...tok!

Jam 10 pintu ruanganku diketuk, aku mempersilahkannya masuk. Sekertaris mengatakan padaku bahwa pemilik perusahaan partner mau menemuiku, aku persilahkan dia masuk.

"Surya?" Aku terkejut melihatnya lagi.

Kali ini aku harus berpikiran positif bahwa dia datang karena pekerjaan kami. Sekertaris mohon diri, dan aku mempersilahkannya untuk keluar.

Surya masih mematung di depan pintu. Sejenak kami merasa kikuk. Pertemuan sore kemarin membuat pengaruh besar pada kami.

"Silahkan duduk." Ujarku.

Dia tidak duduk di kursi depanku, tetapi duduk di sofa untuk tamu di ruanganku. Aku menurutinya untuk duduk di sana.

"Ada apa Surya?" Tanyaku pelan, rasanya sudah tidak ada lagi alasan dia mendekatiku. Karena setahu dia, aku telah memiliki kekasih.

"Aku kesini hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun padamu."

Sebelum aku menanggapinya, dia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Lalu memberikannya padaku.

"Ini. Sebenarnya aku telah lama membelinya untukmu, aku ingin memberikannya di hari ulang tahunmu, tetapi aku ga juga menemukan keberadaanmu." Dia terlihat mengatur nafasnya dan mimik wajahnya menahan sesuatu.

"Hari ini ulang tahunmu, kan? Ini untukmu." Dia meletakkan kotak itu di meja lalu berdiri dan berlalu tanpa memberiku kesempatan untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Aku masih berdiam diri di tempatku duduk. Mataku menerawang ke depan, merasa bersalah atas dirinya, tetapi apa yang bisa kulakukan. Tanganku meraih kotak biru yang dililit pita kuning itu, lalu membukanya.

Sebuah kalung bermata berlian.