Mengisahkan tentang perjuangan seorang gadis kampung yang mencoba mengadu nasib di ibukota, perjalanan hidup membuat dia bertemu dengan seorang pria kaya yang punya sejuta kenangan pahit
Kisah cinta mereka di mulai dengan segudang permasalahan yang hadir, hingga gadis tersebut harus mendapatkan pelecehan di hari pernikahan nya
Apakah gadis tersebut tetap akan menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triana mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Dengan Rendi
Mereka berdua berjalan dengan membahas masalah ringan, entah mengapa Reno menyukai senyuman yang selalu di lemparkan dari bibir Sekar. Tanpa mereka sadari mereka sudah tiba di ruang kelas Sekar, Sekar mendapatkan kemudahan karena dia tak perlu menjalankan masa orientasi terlebih dahulu atas permintaan Ervan kepada pihak kampusnya
"Aku masuk dulu ya kak"
"Ok" tersenyum
Sekar memilih salah satu bangku dan mulai mendudukkan dirinya, Sekar seolah tak percaya dengan semua yang dia telah jalani. Sedangkan di dalam ruang kerjanya Nino seharian ini selalu uring-uringan sudah pasti yang akan menjadi sasaran empuk sang bos besar
Ervan segera mengirimkan pesan kepada sang supir yang bertugas untuk mengantarkan Sekar agar segera membawa Sekar ke kantor bila dia sudah selesai, Ervan juga mengirimkan pesan singkat kepada Sekar agar segera ke kantor
Begitu membaca pesan tersebut Sekar segera meninggalkan kelas begitu sang dosen menyelesaikan tugasnya, Sekar segera menghubungi sang supir sambil berjalan ke arah luar kampus tersebut dan menuju ke tempat parkir. Tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang merangkul pundak Sekar
"Mau kemana? kok buru-buru"
"Kak, maaf aku lagi buru-buru"
"Mau ke mana?"
"Kerja kak" dengan polosnya sambil terus berjalan cepat
"Kerja dia bilang, tapi aku liat semua barang yang dia pake barang-barang mahal semua. Atau dia bisa dapat ini semua karena kerja bukan kayak apa omongan cowok tadi, jadi makin suka gw sama cewek ini"
"Di..."
"Bu Sekar maaf kata pak Ervan kita di suruh cepat datang ke kantor"
"Aduh maaf kak aku duluan ya"
"Jadi dia beneran kerja ya? salut gw sama perempuan-perempuan kayak gini"Ok.." Tersenyum, Sekar pun langsung meninggalkan Rendi dan segera masuk ke dalam mobil
Sedangkan dari mereka tidak ada satu pun yang menyadari bila dari kejauhan ada seseorang yang tengah memperhatikan mereka berdua
"Kenapa mereka bisa saling kenal Van?"
"Sepertinya mereka kenal di sini pak"
Ternyata karena merasa tak nyaman Nino memutuskan untuk langsung mencari Sekar, ternyata saat mereka tiba Nino melihat Sekar sedang keluar dari gedung dan menuju ke tempat parkir dengan tangan Rendi yang masih setia memeluk pundak Sekar
"Apa perlu saya pindahkan Sekar ke kampus lain pak?"
"Ga usah Van, ini baru hari pertama dia ke kampus kasian juga kalo seluruh hidup dia harus kita atur. Biar Sekar yang memutuskan sendiri" memandangi mobil yang di tumpangi oleh Sekar sudah mulai keluar dari tempat itu
"Tapi apa bapak bisa menolak jika dia meminta itu pak? dengan sikap bapak yang seperti ini dan pak Rendi yang seperti itu, saya hanya takut bapak akan merasakan sakit"
"Balik ke kantor Van"
"Baik pak" Ervan mulai menjalankan mobil keluar dari tempat itu
Sedangkan Rendi mamandangi dari tempatnya berdiri "Itu mobil kak Nino kan, kenapa dia ga turun? supir tadi juga sebut nama Ervan kayaknya, atau jangan-jangan Sekar kerja di tempat kak Nino. Tapi kayaknya ga mungkin kalo kak Nino rela datang cuma untuk seorang perempuan kan?"
Sesampainya di kantor Sekar segera menuju ke ruang kerja sang bos besar dan ternyata sang pemilik ruangan tersebut sedang tak ada di tempat, Sekar yang merasa tak enak hati memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut dua berencana menunggu di ruang pantry
Baru saja Sekar membuka pintu sang pemilik ruangan sudah berada di depan pintu
"Pak.." Menundukkan sedikit kepalanya, sedangkan Nino hanya diam seribu bahasa dan masuk ke dalam ruangannya
"Kenapa muka pak Nino kayak lagi kesel ya?" Sekar tak ingin menimbulkan masalah baru dia mengikuti sang bos besar berjalan menuju ke bangku kebesarannya
"Apa mau makan siang sekarang pak?" Nino hanya melirik sekilas dengan tatapan dingin
"Astaga kenapa sih ni orang?"
"Mau sampe kapan kamu cuma berdiri? kamu mau tunggu saya kelaparan dulu? apa dong gunanya kamu di sisi saya?" dingin
"Maaf pak"
"Saya perlu kamu bukan permintaan maaf" Sekar hanya bisa mengerutkan keningnya, sedangkan Nino seakan sadar dengan ucapan yang baru saja dia lontarkan
"Cepet siapin makanan saya"
"Baik pak" dengan hati yang bingung dan bercampur kesal Sekar meninggalkan ruang kerja Nino untuk menyiapkan makan siang sang bos besar
"Kenapa sih aku ini? ga tau kenapa jadi kesel sendiri inget tadi Reno peluk Sekar begitu, saya cuma takut kalo sampe Reno beneran tertarik dengan Sekar. Apa aku akan kehilangan senyuman itu selamanya"
Tak butuh waktu yang lama Sekar sudah kembali ke ruangan Nino dan membawa menu makan siang, melihat Sekar yang sudah masuk ke dalam ruangannya Nino segera bangkit dari bangku kebesarannya dan melangkahkan kakinya menuju ke sofa
"Duduk" dengan dingin tanpa menoleh ke arah Sekar, Sekar pun hanya bisa mengikuti keinginan Nino. Sekar pun mulai menyiapkan makanan yang akan di makan oleh Nino ke dalam piringnya
Nino mulai menyantap makanannya sedangkan Sekar hanya berdiam diri merasa tak enak hati dengan sikap sang bos besar yang sedang aneh
"Apa saya harus selalu kasih perintah dulu ke kamu?"
"Maaf pak"
"Mulai sekarang di mana pun saya kamu harus duduk di dekat saya tanpa harus saya perintah"
"Baik pak"
"Dan kamu harus mulai makan saat saya makan"
"Astaga ganteng sih tapi apa ga bisa ngomong baik-baik apa mulutnya itu?" baik pak" melirik sekilas ke arah Nino
Setelah selesai makan Nino kembali ke bangku ke besarannya dan mulai melanjutkan segala pekerjaannya tak kunjung selesai, Sedangkan Sekar setelah selesai makan merapikan segala keperluan makan mereka tadi dan segera keluar dari ruangan tersebut
Setelah meletakkan semuanya Sekar memutuskan untuk sholat dzuhur terlebih dahulu dan setelah itu menunggu di ruang pantry, sedangkan Nino sudah mulai kembali gelisah karena Sekar tak kembali. Nino segera mengirimkan pesan untuk membawakan minuman ke ruangannya
Tok.. Tok.. Tok..
"Dari mana kamu?"
"Habis sholat pak, terus saya ada di ruang pantry"
"Ngapain?" Sekar tak dapat menjawab pertanyaaan tersebut hanya bisa mengerutkan keningnya
"Ya apa lagi yang bisa saya kerjakan pak? apa bapak mau saya terus-terusan diam di ruang kerja bapak?"
Nino menghentikan segala aktifitasnya dan menatap ke arah Sekar "Ngapain kamu di ruang pantry?"
"Saya ga tau harus melakukan apa pak? jadi saya cuma bisa menunggu di ruang pantry menunggu perintah dari bapak"
"Mulai sekarang kecuali kamu mau sholat atau ada keperluan lain, kamu di larang meninggalkan ruangan saya" dingin dan penuh penekanan
"Kenapa ga sekalian aja bapak ikat kaki saya? saya bukan ga suka dekat bapak tapi jantung saya susah di kendalikan kalo dekat bapak"
"Kenapa kamu keberatan?"
"Baik pak akan saya laksanakan perintah bapak, tapi apa boleh saya tanya sesuatu pak?" Nino hanya diam sambil menatap tajam, menunjukkan bahwa dia menunggu pertanyaan dari Sekar
"Apa yang harus saya lakukan selama di ruangan bapak?" dengan polosnya
"Apa itu juga harus saya jelaskan ke kamu? dasar perempuan ga peka. Rasanya pengen aku teriak di kuping kamu itu, kamu bahkan ga perlu lakukan apapun kamu hanya perlu ada di dekat saya sambil tersenyum"