NovelToon NovelToon
MERENDAH UNTUK MELANGIT

MERENDAH UNTUK MELANGIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kehidupan di Kantor / Kebangkitan pecundang / Bepergian untuk menjadi kaya / Romansa / Mengubah Takdir
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

​Di Desa Asri yang terpencil, Fajar Baskara, seorang pemuda multitalenta ahli pengobatan tradisional, harus menyaksikan keluarganya hancur—ayahnya lumpuh karena sabotase, dan adiknya difitnah mencuri—semuanya karena kemiskinan dan hinaan. Setiap hari, ia dihina, diremehkan oleh tetangga, dosen arogan, bahkan dokter lulusan luar negeri.
​Namun, Fajar memegang satu janji membara: membuktikan bahwa orang yang paling direndahkan justru bisa melangit lebih tinggi dari siapapun.
​Dari sepeda tua dan modal nekat, Fajar memulai perjuangan epik melawan pengkhianatan brutal dan diskriminasi kelas. Mampukah Fajar mengubah hinaan menjadi sayap, dan membuktikan pada dunia bahwa kerendahan hati sejati adalah kekuatan terbesar untuk meraih puncak kesuksesan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3: FLASHBACK TRAGEDI AYAH

Fajar tidak langsung tidur malam itu. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang bocor, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Ke sepuluh tahun yang lalu. Ketika hidupnya—meskipun tidak kaya—masih jauh lebih bahagia dari sekarang.

SEPULUH TAHUN YANG LALU

Fajar yang waktu itu baru berusia sembilan tahun berlari kencang menyambut ayahnya yang baru pulang kerja. Pak Wira turun dari sepeda motornya—motor bekas yang sudah tua tapi masih bisa jalan—dengan senyum lebar.

"Ayah! Ayah!" teriak Fajar girang.

"Anak Ayah!" Pak Wira mengangkat Fajar tinggi-tinggi, memutar-mutarnya di udara. Tawa keduanya bergema di halaman rumah yang waktu itu masih rapi dan terawat.

Pak Wira waktu itu bekerja sebagai teknisi mesin di pabrik garmen besar di kota sebelah. Gajinya tidak besar, tapi cukup untuk keluarga kecil mereka. Mereka bisa makan tiga kali sehari, Fajar dan Rani bisa sekolah dengan seragam yang layak, dan bahkan sesekali mereka bisa jalan-jalan ke alun-alun kota.

Malam itu, Bu Nirmala memasak ayam—sesuatu yang jarang bisa mereka makan. Ada suasana perayaan di rumah kecil mereka.

"Ada apa ini, Yah? Kok Ibu masak ayam?" tanya Fajar penasaran.

Pak Wira tersenyum lebar. "Ayah dapat promosi, Nak. Mulai bulan depan, Ayah jadi kepala teknisi. Gaji naik dua kali lipat."

"BENARAN?!" Bu Nirmala berteriak girang, langsung memeluk suaminya.

"Alhamdulillah..." air mata kebahagiaan jatuh dari mata Bu Nirmala. "Akhirnya kerja keras kamu dibayar, Mas."

Malam itu mereka makan dengan penuh suka cita. Fajar melihat orang tuanya tertawa bahagia. Rani yang waktu itu masih balita tertidur pulas di pangkuan ibu. Semuanya sempurna. Semuanya indah.

Tapi kebahagiaan itu hanya bertahan seminggu.

Pak Hendra—atasan langsung Pak Wira—adalah orang yang sangat iri. Ia yang seharusnya mendapat promosi itu, tapi karena kinerjanya buruk dan sering korupsi dana perusahaan, justru Pak Wira yang dipromosikan oleh direktur. Pak Hendra tidak terima. Egonya terluka. Dan orang yang egonya terluka adalah orang paling berbahaya.

Suatu pagi di pabrik, Pak Wira sedang melakukan maintenance rutin pada mesin press besar. Ini adalah mesin yang sangat berbahaya—bisa menghancurkan apa saja yang terjepit di dalamnya. Prosedur keselamatannya sangat ketat: mesin harus dimatikan total, power supply dicabut, dan dikunci sebelum ada orang yang masuk untuk perbaikan.

Pak Wira sudah mengikuti semua prosedur itu. Ia masuk ke dalam mesin dengan peralatan. Tidak ada yang mencurigakan.

Tapi Pak Hendra—dengan sengaja—mendekati panel kontrol. Ia melihat sekeliling. Tidak ada yang memperhatikan. Dengan cepat, ia menyalakan kembali power supply mesin. Kemudian, ia menekan tombol emergency start.

WHHHHRRRRRRR!!!!

Mesin mendadak menyala dengan suara gemuruh yang mengerikan.

"AAAAAAAAAAAAHHHHHHH!!!!"

Teriakan Pak Wira membelah pabrik. Teriakan kesakitan yang sangat mengerikan. Teriakan yang akan terus terngiang di telinga setiap orang yang mendengarnya hari itu.

Para pekerja berlarian panik. Mereka mematikan mesin secepat mungkin. Ketika mesin berhenti, mereka menemukan Pak Wira terjepit di antara roda gigi besar mesin. Tulang belakangnya patah. Kaki dan pinggangnya hancur. Darah menggenang di mana-mana.

"PANGGIL AMBULANS!!!"

"OH TUHAN... OH TUHAN..."

"PAK WIRA! BERTAHANLAH!"

Pak Wira dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Dokter berjuang keras menyelamatkan nyawanya. Operasi berlangsung delapan jam. Ketika keluar dari ruang operasi, dokter menggeleng pelan.

"Kami sudah berusaha maksimal," kata dokter dengan nada menyesal. "Nyawanya terselamatkan. Tapi... tulang belakangnya patah total. Saraf motoriknya putus. Dia tidak akan bisa berjalan lagi. Selamanya."

Bu Nirmala yang menunggu di luar langsung ambruk. Ia menangis histeris, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Kakek Suryo yang menemaninya langsung memeluk menantunya erat.

"Kenapa... kenapa harus suamiku... kenapa..." Bu Nirmala terisak-isak tak berujung.

Fajar yang waktu itu masih kecil tidak benar-benar memahami apa yang terjadi. Ia hanya tahu ayahnya kecelakaan. Ia ingin masuk ke ICU, tapi tidak boleh. Ia hanya bisa melihat dari kaca jendela—ayahnya terbaring dengan tubuh penuh perban dan selang-selang.

Yang lebih menyakitkan lagi adalah apa yang terjadi setelahnya.

Pihak pabrik melakukan investigasi. Pak Hendra dengan liciknya sudah menyiapkan skenario. Ia membuat seolah-olah Pak Wira sendiri yang lalai—tidak mengikuti prosedur keselamatan, masuk ke mesin tanpa mematikan power supply.

"Pak Wira melanggar SOP," kata Pak Hendra di hadapan tim investigasi dengan wajah pura-pura sedih. "Kami sudah sering mengingatkan dia untuk lebih hati-hati. Tapi dia terlalu percaya diri. Ini adalah kelalaian pekerja, bukan kesalahan perusahaan."

Ia bahkan memalsukan dokumen dan menyuap beberapa saksi untuk mendukung kesaksiannya.

Hasilnya? Pabrik tidak memberikan santunan apapun. Malah, mereka memecat Pak Wira dengan alasan "pelanggaran prosedur keselamatan kerja". Pak Wira tidak mendapat pesangon, tidak dapat santunan kecelakaan kerja, bahkan biaya rumah sakit pun harus ditanggung sendiri.

Keluarga Baskara jatuh miskin dalam semalam.

Rumah yang dulu rapi mulai rusak karena tidak ada biaya perawatan. Sawah warisan kakek harus dijual satu per satu untuk biaya pengobatan. Motor dijual. Perhiasan Bu Nirmala—meskipun hanya sedikit—dijual. Semua habis.

Dan yang paling menyakitkan, tetangga yang dulu ramah, sekarang mulai menjauh. Mereka berbisik-bisik, menatap dengan tatapan kasihan yang merendahkan.

"Kasihan ya keluarga Pak Wira. Jatuh miskin gara-gara dia ceroboh sendiri."

"Makanya, kerja itu hati-hati. Sekarang jadi beban keluarga."

"Mending mati aja daripada jadi beban."

Bu Nirmala mendengar semua itu. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menangis diam-diam setiap malam, sambil memeluk suami yang kini hanya bisa terbaring lemas.

Pak Wira pun berubah total. Orang yang dulu ceria, periang, dan penuh semangat, kini hanya menatap kosong. Ia tidak banyak bicara. Ia tidak senyum. Matanya kehilangan cahaya. Beberapa kali, Bu Nirmala menemukan suaminya menangis sendirian—menangis tanpa suara, air mata hanya mengalir begitu saja.

"Maafkan aku, Nirmala," kata Pak Wira suatu malam dengan suara parau. "Maafkan aku yang tidak bisa jadi suami dan ayah yang baik. Aku jadi beban kalian."

"Jangan bicara begitu, Mas!" Bu Nirmala memeluk suaminya erat. "Kamu bukan beban. Kamu adalah kekuatan kami. Selama kamu ada, kami punya alasan untuk terus berjuang."

Tapi Pak Wira tidak percaya. Ia terlalu hancur. Terlalu patah.

Fajar terbangun dari lamunannya. Air matanya basah membasahi pipi. Sepuluh tahun sudah berlalu, tapi luka itu belum sembuh. Mungkin tidak akan pernah sembuh.

Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Pak Hendra..." bisiknya penuh kebencian. "Suatu hari nanti, aku akan buktikan bahwa apa yang kamu lakukan pada keluargaku tidak akan menghancurkan kami. Kami akan bangkit. Dan kamu... kamu akan menyesal."

Tapi kemudian ia teringat pesan kakeknya: "Dendam itu seperti racun, Jar. Ia akan membunuhmu dari dalam. Berjuanglah bukan karena dendam, tapi karena mimpi."

Fajar menarik napas panjang. Ia menghapus air matanya.

"Aku akan berjuang. Bukan untuk dendam. Tapi untuk ayah, ibu, dan Rani. Aku akan buktikan bahwa keluarga yang direndahkan ini... bisa melangit lebih tinggi dari siapapun."

Di luar, malam semakin larut. Tapi di dalam dada Fajar, api perjuangan baru saja menyala lebih terang.

1
Sean Eagle
yg gue bingung Fajar ini masih umur 5 tahun kah thor ?......dikit dikit nangis
Dri Andri: terlalu pedih hidupnya
total 1 replies
ceuceu
sebenarnya kasian sm fajar,tapi kerasnya yg bikin greget,ga mau minta bantuan akhirnya kerja trs ampe sakit,biaya rumah sakit gede kn .
lama" ngeselin fajar.
Meru Kristanto
udah tamatkah
Dri Andri: belum kak... aku belum update bab... masih update 2 novel lain Sultan setelah koma dan cinta beda alam

mungkin bab ini sekarang update tunggu ya 😊
total 1 replies
ceuceu
Masyaa Allah ikut senang nereka sukses bersama/Good//Good//Good/
Dri Andri: iya makasih hadirnya yah
total 1 replies
Adek Denu
nice thor💪😍
Dri Andri: makasi
total 1 replies
Dewiendahsetiowati
semoga cepat clear masalah Fajar dan Damar dapat hukuman
Dri Andri: susah kak... karena dari keluarga kaya koneksi besar hukum bisa di tutup dengan cuan
total 1 replies
ceuceu
terimakasih update nya thor
Dri Andri: sama sama makasih juga dukungan lewat komentarnya
total 1 replies
ceuceu
thor rani apa kabarnya pengacara david udh nanganin kasusnya blm?
Dri Andri: hehehe kelupaan.. kebawa suasana cerita kuliah,,, pokus dulu aja di sini
total 1 replies
ceuceu
gedeg bgt blm apa" udh ada pengacau
Dri Andri: 🤭minum dulu jngn terbawa suasana
total 1 replies
Dri Andri
ya seperti parkiran.... kan beda di sana kota... sama bahan bakar yang pake🤭
ceuceu
thor bukan nya sepeda ga pake bensin ya?
kok demi hemat fajar ga bawa sepeda ke kampus?
kalaw jalan kaki bukan nya hemat malah lebih boros di waktu dan tenaga.
Dri Andri
sama....bukan lebay yah aku aja yang tulis mau nangis
ceuceu
tiap bab penuh bawang/Sob/
Dri Andri: sama.... bukan lebay ya... aku aja yng tulis sampe mau nangis
total 1 replies
ceuceu
ga tega bgt fajar/Sob/
Dri Andri
sabar yaa
Dri Andri
terimakasih udah selalu hadir di novel saya.... ini suatu kebangaan bagi saya 🙏
Dri Andri
Terimakasih kak udah selalu hadir di novel saya ini suatu kebangaan bagi saya
Dewiendahsetiowati
bikin dada nyesek.baca 😭😭
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!