NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Pacar Pura-Pura

Menikah Dengan Pacar Pura-Pura

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:202
Nilai: 5
Nama Author: arfour

Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Apa? jadi pacar pura-pura?

Levin memilih kembali ke apartemen miliknya, dia sudah tidak berminat bekerja, selain itu tidak ada hal urgen yang harus dia selesaikan.

“Aku telepon apa aku kirim pesan ya?” pikir Levin dia masih mempertimbangkan yang harus dilakukan olehnya. Namun waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 malam, tidak sopan menelpon orang malam-malam apalagi dia baru saja kenal dengan Andini, walaupun pada dasarnya hal itu dia lakukan untuk menagih kompensasi yang harus diberikan Andini pada dirinya.

“Sebaiknya aku kirim pesan saja dulu padanya, kalau langsung telpon rasanya kurang sopan,” akhirnya Levin mengambil keputusan untuk mengirim pesan kepada Andini

“Selamat malam, aku Levin orang yang tadi siang kepalanya kena kaleng minuman yang kau tendang,” lalu Levin mengirim pesan tersebut sambil terkekeh mengingat kejadian tadi.

“Mengapa dia tidak menjawab-jawab juga pesan dariku, apa dia sudah tidur? Baru juga jam 08.30,” pikir Levin.

“Apa sebaiknya aku telepon saja ya?” baru saja Levin hendak memencet tombol telepon sebuah pesan masuk ke ponsel miliknya.

“Maaf Om, saya baru selesai mencuci piring jadi baru bisa balas pesan yang Om kirim,” jawabnya padahal yang sebenarnya Andini sedang bermain games online dia berhenti setelah kalah.

“Aku sudah ke dokter dan dokter memintaku untuk mengecek berkala dan melakukan tes IMR , agar yakin kepalaku baik-baik saja dan itu biayanya tidak murah, kalau kau tidak percaya nanti aku akan menyuruh dokter yang memeriksa untuk menelponmu,” sambil tertawa Levin mengirimkan pesan itu pada Andini.

“Memangnya berapa biayanya Om?” Tanya Andini sambil mengirimkan emot sedih.

“Lumayan, sekitar 20-30 jutaan,” balas Levin kembali Levin tertawa.

Walaupun di tabungan pribadi Andini lebih dari yang diminta Levin, namun Andini sudah terlanjur mengatakan sebagai anak pembantu, akan menjadi masalah jika dia langsung menyanggupinya dan bisa saja jika Levin tau siapa dia sebenarnya dia khawatir kalau dirinya akan diperas.

“Bagaimana ini?” Pikir Andini terlihat bingung dia mondar-mandir di kamarnya sambil menatap layar ponselnya.

“Om, kalau uang sebanyak itu aku tidak punya. Bagaimana kalau aku cicil?” ujar Andini membalas pesan Levin.

“Tidak mau aku maunya semua, aku bukan tukang kredit panci yang bisa di cicil pembayarannya,” ujar Levin kembali tertawa, entah mengapa dia justru merasa terhibur.

“Sial, rese bangret sih nih Om-om,” ujar Andini kesal membaca pesan dari Levin.

“Lalu aku harus bagaimana Om. Saya jadi pembantu dirumah Om saja deh. Kebetulan perkuliah belum mulai Om,” akhirnya dengan putus asa Andini menawarkan Alternatif lain.

“Gila nih bocah pikirannya ngulik juga,” pikir Levin lalu kembali dia mengetik pesan di layar ponselnya untuk menawarkan opsi lain pada Andini.

“Apa?! Jadi pacar pura-pura? dia gak inget umur apa gimana? Terus kalau istrinya tau gimana ihhh kok malah tambah nyeremin nih Om-om,” Andini shock membaca pesan yang dikirim oleh Levin.

“Pacar Om? Memangnya Om gak takut istrinya marah, atau karena istri Om selingkuh makanya Om mau balas dendam, iya kan?” balas Andini menuduh.

“Sembarangan kalau menuduh, aku ini belum punya istri! Jadi tidak ada juga yang menyakitiku apalagi berniat membalas dendam, sok tahu!” balas Levin kesal, ketika dia membaca pesan yang dibalas oleh Andini.

“Jadi si Om belum menikah? apa dia homo? Makanya dia minta aku jadi pacar pura-puranya? biar orang berpikir kalau dia itu normal. Serem juga ih tapi justru kalau dia belok, Aku justru aman,” ujar Andini sambil terus berpikir. Karena lama tidak dibalas akhirnya Levin memilih untuk menelepon Andini.

“Eh bocah! jangan sembarangan kalau menuduh. Aku ini masih single dan aku juga normal ya,” ujar Levin seolah tahu apa yang ada di pikiran Andini.

“Lalu kenapa Om tidak menikah-nikah kalau memang Om tidak belok? apa Om tidak laku? mungkin standar Om terlalu ketinggian, makanya tidak ada perempuan yang mau dekat dengan om,” ujar Andini membalas perkataan dari Levin.

“Aku bosan di jodoh-jodohkan terus oleh orang tuaku. Aku ingin mencari istri sendiri, tidak perlu dijodoh-jodohkan. Aku ini orang sibuk, aku tidak punya waktu banyak untuk berpacaran, tapi aku juga tidak mau dijodohkan dengan sembarangan perempuan apalagi yang bukan Seleraku.,” Ujar Levin, menjelaskan alasannya mengapa dia meminta Andini untuk menjadi kekasih pura-puranya.

“Lalu berapa lama aku harus menjadi pacar pura-pura Om?” tanya Andini penasaran.

”Berhenti memanggilku Om, aku ini belum terlalu tua. Lagipula usiaku dan usiamu juga tidak terlalu jauh hanya terpaut 10 tahun, “ ujar levi yang merasa aneh karena terus saja dipanggil om oleh Andini.

“Oh gitu…, Ya habis bagaimana ya om? om kan memang sudah tua. Jadi wajar saja kalau orang tua Om mencarikan jodoh untuk Om. Mungkin dia khawatir kalau tidak dicarikan nanti om malah jadi menyimpang?” ujar Andini sambil tertawa yang membuat Levin malah jadi kesal.

“Berisik kau! jadi bagaimana ? Apakah kau mau jadi pacar pura-puraku? sampai aku mendapatkan istri,” ujar Levin kembali bertanya kepada Andini mengenai penawarannya.

“Sampai Om mendapatkan istri? Bagaimana kalau Om tidak dapat jodoh juga? masa selamanya aku akan jadi pacar pura-pura ?Om aku juga kan harus punya pacar Om, bukan berarti gara-gara Om aku malah ikuta jadi jomblo ngenes,” ujar Andini yang keberatan jika harus menunggu Levin sampai memiliki calon istri, karena bisa saja itu waktu yang tidak terbatas.

“Bagaimana kalau 4 bulan, kalau 4 bulan aku belum mendapatkan calon istri juga kau boleh meninggalkanku dan aku anggap hutangmu lunas. Bagaimana kalau begitu?” Ujar Levine akhirnya dia membeli batas waktu karena dia juga menyadari kalau jodoh yang dia cari belum tentu bisa bertemu dalam waktu yang singkat.

“Ok kalau, begitu tapi ada syarat, Om tidak boleh pegang-pegang aku selama aku menjadi pacar pura-pura Om apalagi sampai menciumku,” ujar Andini menegaskan bahwa mereka hanya berpura-pura.

“Ok, kecuali jika bertemu keluargaku, tidak mungkinkan seorang kekasuh tidak saling menggenggam tangan, satu pagi jangan menggunakan pakaian seolah kau anak abg, karena kau sudah mau menjadi mahasiswa,” pinta Levin membuat Andini mencibirkan lidahnya.

“Kalau pakaian suka-suka aku lah, tapi jika bertemu orang tuamu aku akan menggunakan pakaian yang pantas,” ujar Andini karena di sangat suka sekali menggunakan pakaian kasual.

“Bagus kalau begitu, jadi besok kita bisa bertemu untuk menandatangani perjanjian,” ujar Levin agar tidak ada hal yang dilanggar oleh Andini.

“Baik, tapi kalau ada yang tidak disetujui olehku bagaimana?” Tanya Andini yang bisa saja keinginannya dan keinginan Levin berbeda.

“Tidak jadi masalah yang penting tidak merugikan,” ujar Levin sepakat.

“Baiklah kalau begitu besok kita bertemu di kafe yang kemarin saja jam 12, karena kalau pagi aku harus membantu ibuku,” ujar Andini beralasan padahal kalau libur begini dia memilih untuk bangun siang.

“OK deal awas saja kalau besok kamu tidak datang,” ancam Levin lalu menutup panggilan teleponnya.

“Dasar Stres, gak sopan untung ganteng,” ujar Alea melempar ponselnya ke atas nakas lalu menarik selimut untuk tidur.

***

“Pagi sayang,” sapa Beni pada Andini, ia kemudian duduk dibangku meja makan.

“Kau marah pada Papi? maaf sayang kemarin ada hal yang sangat urgen harus aku lakukan, jadi papi minta maaf tidak bisa datang ke acara wisudamu,” ujarnya tanpa beban, dan Andini memilih tidak menjawab, bahkan kehadiran Beni seolah tidak ada. Padahal biasanya Andini akan berdebat dengan ayahnya, tapi kali ini dia berpikir itu percuma saja.

Andini lalu berdiri dari meja makan sambil mencangklongkan tasnya.

“Kau mau kemana?” Tanya Beni dengan suara sedikit membentak, namun Andini lagi-lagi tak menghiraukan.

“Andini ! Aku bicara denganmu,” kali ini Beni berdiri dan menggeser kursi makan dengan kasar, dia lebih suka jika Andini mendebatnya dari pada harus didiamkan.

“Kau berbicara denganku?” Tanya Andini menunjuk wajahnya sendiri.

“Ya kau pikir aku bicara dengan siapa?” Ujar Beni terlihat gusar namun juga sedikit menyesal karena membentak putrinya.

“Oh… maaf aku pikir dimata papi aku sudah tidak ada, hingga hal penting saja untukku, Papi anggap hal sepele. Mungkin sudah saatnya Aku menghilang dari hidup Papi, agar Papi tidak lagi terbebani dengan keberadaanku,” ujar Andini terdengar sangat menusuk di hati Beni.

“Bukan seperti itu sayang, tapi kemarin ada hal genting yang tidak bisa Papi tinggalkan,” ujar Beni beralasan.

“Basi,” ujar Andini berjalan keluar.

“Non mau kemana,” mbok Asih berjalan mendekat kearah Andini.

“Bertemu teman, “ jawabnya.

“Kau tidak boleh pergi Andini, pembicaraan kita belum selesai?” Ujar Beni mengikuti putrinya dari belakang.

“Apalagi yang mau dibicarakan, acara wisudanya kemarin dan itu sudah selesai. Percuma saja dibicarakan Papi juga akan terus mengulang, karena buat Papi aku hanya penghalang karir bisnis Papi,” ujar Andini dengan nada bergetar lalu dia berjalan keluar pagar, ojek online sudah menunggunya.

“Maman,” teriak Beni, pria tua itu berjalan tergopoh-gopoh.

“Ada apa Tuan?” tanyanya bingung karena sedari tadi dia ada dibelakang rumah membantu merapikan taman belakang.

“Hari ini Andini mau kemana, apa dia tidak bilang padamu?” Tanya Beni karena biasanya kemanapun Andini pergi. Maman selalu mengantarnya.

“Tidak tuan, biasanya jika akan pergi Non Andini akan mengatakan dari malam hari,” ujar Maman menjelaskan kebiasaan putri majikannya itu.

Beni tampak gusar, ia lalu menelpon Edwin asisten sekaligus orang kepercayaannya.

“Ada apa Bos?” Tanya Edwin padahal hari ini dia sedang berkencan dengan kekasihnya.

“Cari tau kemana putriku pergi tadi dia menggunakan ojek online,” ujar Beni membuat Edwin bingung.

“Cari bagaimana bos?” Tanyanya seperti orang bodoh.

“Cari keberadaan Andini, kalau perlu perintahkan semua orang-orang untuk mencari keberadaanya,” perintah Beni lagi.

“Memangnya sudah berapa hari dia tidak pulang?” Tanya Edwin lagi.

“Bodoh, apakah aku harus mencari setelah putrinya hilang berhari-hari,” bentak Beni kesal lalu dia membanting telepon hingga hancur.

“Ambilkan ponselku yang lain,” perintahnya pada mbok Asih, wanita berusia 65 tahun itu kemudian berjalan ke dalam ruangan kerja milik Beni dan mengambil ponsel baru yang berada di dalam laci.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!