Kanaya terkejut saat bosnya yang terkenal playboy kelas kakap tiba-tiba mengajaknya menikah. Padahal ia hanya seorang office girl dan mereka tak pernah bertatap muka sebelumnya. Apa alasan pria itu menikahinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arandiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Pesan Taruhan
Matahari terasa menyengat, membakar aspal jalanan. Di dalam kabin mobilnya yang dingin, Arjuna melirik Kanaya yang duduk kaku di sampingnya. Perempuan itu merapikan gaun katun sederhananya yang kusut.
Wajah pucatnya berbintik-bintik halus. Gadis desa, batin Arjuna, mencemooh. Tatapan Kanaya yang polos itu menyorotnya tajam, seolah mencari jawaban di balik senyum sinis yang selalu terpasang di bibir Arjuna.
"Mas, serius kamu mengatakan itu?" suara Kanaya lirih, bergetar.
Arjuna, dengan kemeja putih mahal dan jam tangan mewah di pergelangannya, hanya berdecak. Ia melirik istrinya itu sekilas. Pernikahan ini sebuah lelucon. Hasil taruhan bodoh dengan teman-temannya yang kini jadi beban. Ia sama sekali tidak mencintai Kanaya.
"Memangnya ekspresiku terlihat bercanda, Kanaya?" tanya Arjuna, nada suaranya sedingin AC mobil mereka, penuh sarkasme. Rambutnya yang tersisir rapi tak bisa menyembunyikan keangkuhan di matanya.
Kanaya menggeleng pelan, lalu menunduk. Rambut hitamnya jatuh membingkai wajahnya yang pias. Ia mengerti, suaminya tidak sedang bercanda.
"Tidak, Mas. Baiklah, turunkan saja aku di pertigaan depan. Aku bisa naik angkutan umum ke kantor," kata Kanaya, suaranya kini lebih tegas, walau pelan.
Mata Arjuna menyipit. Ia suka melihat Kanaya patuh seperti ini, tapi ia juga benci kepolosannya yang menjengkelkan. "Bagus. Mobilku harus ke bengkel. Naik angkutan umum saja," jawab Arjuna datar, tanpa simpati.
Ia menepikan mobilnya dengan kasar. "Turun," perintahnya singkat, tanpa menoleh.
Kanaya menurut. Ia membuka pintu dan melangkah keluar, langsung disergap udara panas dan debu jalanan. Arjuna bahkan tidak menunggu Kanaya menutup pintu dengan benar sebelum tancap gas.
Begitu Kanaya hilang dari pandangan, senyum sinis terbit di bibir Arjuna. Ia meraih amplop kecil dari laci dasbor. Isinya: setumpuk foto Kanaya yang diambil diam-diam oleh orang suruhannya.
"Permainan baru dimulai," gumamnya miring, menatap kosong ke jalanan ramai.
Mobil mewah itu melesat pergi, kilatan kromnya menyilaukan, meninggalkan Kanaya sendirian di pertigaan berdebu. Pakaiannya yang sederhana tampak semakin kotor dan lusuh.
Dari kaca spion, Arjuna melihat sekilas siluet Kanaya yang berdiri rapuh di tengah hiruk pikuk lalu lintas. Ia mengabaikannya. Itu salahnya sendiri. Kenapa juga dia menerima pernikahan konyol ini?
Perempuan desa itu pikir dia siapa? Dia tidak pantas berada di sampingku! batin Arjuna, dipenuhi kemarahan dan rasa jijik. Ia kesal pada kenaifan Kanaya.
Tiga puluh menit kemudian, Arjuna tiba di lobi kantornya yang megah. Gedung pencakar langit itu berkilauan marmer putih dan kaca. Aroma parfum mahal dan kopi segar memenuhi lobi yang luas berlantai granit mengkilap. Suara pantofel mahalnya menggema di antara meja-meja kerja modern.
Karyawan berbaju formal membungkuk hormat saat ia lewat. Suasananya begitu kontras dengan pertigaan berdebu tempat ia meninggalkan Kanaya. Di sini dingin, steril, dan mewah.
Arjuna sedang berjalan menuju lift pribadinya ketika matanya menangkap sesuatu. Di sudut lobi, dekat toilet, seorang petugas kebersihan sedang mengepel lantai.
Arjuna berhenti sejenak. Ia menyipitkan mata. Petugas itu ... Kanaya.
Posturnya yang mungil terlihat semakin kecil di tengah ruangan yang megah ini. Cih. Bagaimana bisa dia sampai secepat ini? batin Arjuna. Rasa herannya cepat tergantikan oleh rasa jijik.
Saat itulah, Bu Rina, kepala divisi pemasaran, berjalan cepat sambil menelepon. Ia mengenakan setelan mahal dan tas bermerek. Ia bahkan tidak melirik saat kakinya menyenggol ember berisi air pel di sebelah Kanaya.
BRAK!
Ember terguling. Air kotor tumpah membasahi lantai granit yang baru dibersihkan.
"Ups, maaf! Kayaknya aku tidak sengaja. Tidak lihat ada ember di situ," kata Bu Rina, nadanya jelas mengejek, senyumnya sinis meremehkan.
Kanaya hanya membungkuk. "Ah, tidak apa-apa, Bu. Maafkan saya. Lain kali saya akan lebih hati-hati meletakkannya," jawab Kanaya lembut.
Polos sekali! Kenapa dia yang minta maaf? batin Arjuna. Ia muak melihat kelemahan Kanaya.
Arjuna memilih diam. Ia bersandar di pilar marmer, pura-pura memeriksa jam tangannya, seolah tidak ada kejadian apa-apa. Biar saja Kanaya mengurus masalahnya sendiri.
Tapi motivasi sebenarnya adalah kebencian. Ia kesal karena kalah taruhan konyol dengan teman-temannya dan terpaksa menikahi gadis yang menurutnya memalukan ini. Ia tertekan harus berpura-pura baik, terutama di depan ibunya.
Tak lama, dua teman Bu Rina ikut mengerumuni Kanaya, mulai mencemooh.
"Dasar petugas kebersihan tidak becus! Sepatuku jadi kotor, nih!"
"Orang kampung memang begini, tidak tahu aturan!"
Mereka mulai mendorong bahu Kanaya. Kanaya hanya diam, mencengkeram gagang pel, tubuhnya gemetar menahan malu.
Tiba-tiba, pandangan Kanaya tanpa sengaja bertemu dengan mata Arjuna yang berdiri tak jauh dari sana. Hanya sedetik. Kanaya langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tahu tidak akan ada bantuan.
Arjuna melihat semuanya. Ia melihat ketakutan di mata Kanaya.
Dengan wajah datar, Arjuna mendecakkan lidah pelan. Ia merapikan jasnya, lalu berjalan lurus melewati kerumunan itu. Ia sama sekali tidak menoleh, seolah Kanaya dan keributan itu hanyalah bayangan.
Ia berjalan seolah Kanaya hanyalah bagian dari perabot kantor yang tak berarti.
Ia menekan tombol lift pribadinya. Pintu terbuka, dan ia melangkah masuk, meninggalkan Kanaya yang masih terpojok.
Jangan harap bantuan dariku. Aku muak! pikirnya sambil menatap pantulan dirinya di dinding lift.
Senyum puas yang sinis perlahan terbit di wajahnya, saat sebuah pesan masuk dalam ponselnya.
[Uangnya akan aku kirim sesuai janji kesepakatan taruhan kita. Tentukan taruhannya lagi, dan akan aku pastikan kali ini kau akan kalah lagi.] Begitulah isi pesan yang ia terima.
biar stres semoga Naya pergi jauh ke kampung biar tambah edan
udah akua hapus dari daftar favorit kemarin