NovelToon NovelToon
Warisan Kaisar Naga

Warisan Kaisar Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Murid Genius / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Timur
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ar wahyudie

Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3

Langit di atas Desa Longyuan begitu jernih hingga tampak seolah baru saja dicuci oleh tangan para dewa. Kabut lembah bergulir pelan, berubah menjadi helaian cahaya keemasan yang menari di antara daun bambu yang bergetar lembut. Udara pagi membawa aroma tanah basah dan embun muda, bercampur dengan jejak dupa yang tersisa dari persembahan dini hari.

Di lapangan batu di belakang rumah bambu, Tian Long berdiri tegak di tengah lingkaran batu raksasa yang penuh ukiran naga berliku. Simbol-simbol itu seperti hidup, berkilau samar di bawah cahaya matahari, seolah menunggu sesuatu yang telah lama dijanjikan. Udara di sekitarnya terasa tebal, berat, dan nyaris berdesir seakan lembah itu sendiri menahan napas.

Dari sisi barat lapangan, Long Wei berdiri dalam diam. Tongkat latihan di tangannya memantulkan kilau dingin; matanya menelusuri setiap gerak muridnya dengan tajam, seperti pedang yang mengamati keteguhan baja.

“Jurus ini bukan teknik biasa, Tian Long,” ucapnya perlahan, suaranya tenang namun bergema dalam dada. “Auman Naga Langit adalah pemanggilan antara roh bumi dan langit. Mereka yang tak seimbang di antara keduanya akan tertelan oleh kekuatan yang mereka bangkitkan.”

Angin melewati wajah Tian Long, membawa hawa sejuk yang menembus tulangnya. Ia menutup mata, menarik napas panjang. Dari bawah kakinya, tanah terasa hidup berdenyut lembut, mengalirkan Qi yang hangat ke seluruh tubuh. Aliran itu naik perlahan melalui nadi spiritualnya, berputar di dada, dan berhenti tepat di pusat napasnya.

Daun daun bambu berdesir. Seekor burung hitam yang sedari tadi bertengger di dahan terdekat tiba-tiba mengepakkan sayap dan terbang, meninggalkan gema jerit kecil yang pecah di udara.

Tian Long membuka matanya. Di sana, kilau emas tipis berpendar di dalam irisnya. Ia mengangkat tombak yang terbuat dari kayu tua, gagangnya terasa dingin di telapak tangannya. Ujung senjata itu menangkap sinar matahari, menyalakan cahaya seolah menantang langit itu sendiri.

“Baik, Paman,” katanya perlahan. Suaranya dalam, namun mengandung getar yang sulit disembunyikan. “Aku siap.”

Long Wei menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan. “Mulailah.”

Sejenak dunia hening. Angin berhenti. Bahkan kabut pun seakan enggan bergerak.

Tian Long menurunkan tubuhnya sedikit, kaki menapak tanah, kedua telapak tangannya membentuk lingkar keseimbangan. Napasnya bergetar lembut, lalu mengalun dalam ritme yang tak dikenal manusia irama purba yang hanya dimengerti oleh langit, bumi, dan naga.

Udara di sekelilingnya pecah menjadi pusaran keemasan. Debu dan daun kering melayang naik, menari mengelilinginya. Rambutnya terangkat oleh angin yang lahir dari Qi-nya sendiri, berkilau di bawah sinar matahari yang menembus kabut.

Suatu kekuatan mulai berdenyut di dalam dadanya. Getarannya menembus tanah, lalu langit. Batu-batu di sekelilingnya bergetar halus, dan ukiran naga di bawah kakinya tampak bergerak, seolah terbangun dari tidur panjang ribuan tahun.

Tian Long membuka matanya sepenuhnya. Cahaya emas meledak di dalam pandangannya. Lalu.... Ia mengaum.

Suara itu keluar bukan dari tenggorokannya, tapi dari kedalaman jiwanya. Udara bergetar keras, burung-burung beterbangan, sungai di lembah terbelah riaknya, dan langit di atas sana bergetar seolah menjawab panggilan itu.

Dalam sekejap, langit dan bumi seakan bersatu di satu titik di dalam napas seorang manusia yang baru saja memanggil kekuatan naga kuno untuk pertama kalinya.

Suara itu seolah bukan suara manusia. Nada rendah bergulung dari dada, naik menjadi gemuruh yang mengguncang seluruh lembah. Batuan bergetar, air sungai di kejauhan naik bergelombang, dan hewan-hewan berlarian ketakutan. Dari dalam pusaran cahaya, bayangan naga muncul transparan, megah, dan berputar di atas tubuh Tian Long.

Long Wei menahan napas. “Berhenti! Cukup!”

Tapi Tian Long tak mendengar. Energi di dalam tubuhnya bergerak liar, lebih besar dari yang bisa ia kendalikan. Cahaya dari tato teratai di lengannya meledak terang; setiap kelopaknya bersinar seperti bara. Ia menjerit, suaranya bercampur dengan auman naga yang menggema ke seluruh lembah.

“Paman… aku tak bisa menahannya!”

Long Wei melompat ke arahnya. Ia menekan bahu Tian Long, menyalurkan Qi bumi untuk menstabilkan aliran energi di tubuh sang pemuda. Suara petir terdengar dari langit yang tiba-tiba gelap.

“Dengarkan aku, Tian Long! Fokuskan Qi-mu ke jantung, bukan ke tenggorokan! Tarik balik energinya!”

Tian Long menggigit bibir, mencoba menahan amukan energi yang terasa seperti ribuan pisau menari di nadinya. Dalam keputusasaan, ia memusatkan kesadarannya ke suara pamannya. Perlahan, pusaran cahaya mengerut, naga transparan itu mengecil, lalu lenyap.

Sunyi.

Hanya napas berat Tian Long yang tersisa, sementara lututnya menancap di tanah yang retak. Long Wei menatapnya lama, lalu menepuk bahunya. “Kau hampir kehilangan kendali. Tapi kau juga hampir menyentuh inti jurus ini.”

Tian Long menunduk, keringat membasahi wajahnya. “Aku… aku mendengar suara di kepalaku, Paman. Suara yang memanggilku… memintaku untuk melepaskan semuanya.”

Long Wei menatap langit yang kembali cerah. “Itu bukan suara yang harus kau ikuti. Ingatlah, darah naga dalam dirimu akan selalu mencoba menguasaimu. Kau harus menjadi tuannya, bukan budaknya.”

Tian Long menatap teratai di lengannya. Cahaya emas itu kini meredup, tapi masih berdenyut perlahan seperti jantung kedua. “Aku akan belajar mengendalikannya,” katanya lirih.

“Dan aku akan memastikan kau tetap di jalurmu,” balas Long Wei, suaranya lembut namun penuh janji.

...........                       ...........                         ..........                         ..........                          ..........

Sore itu, sinar mentari condong ke barat, menembus celah pepohonan dan memantul di permukaan sungai yang berkilau lembut. Tian Long berjongkok di tepi sungai, menangkupkan kedua tangannya, lalu membasuh wajahnya perlahan. Air sungai terasa dingin, seperti menyimpan rahasia gunung yang belum terucap. Butiran air menetes dari dagunya, jatuh satu per satu ke permukaan yang memantulkan langit jingga.

Dalam pantulan itu, sesuatu bergetar samar bayangan naga emas, melingkar di balik dirinya, dengan sisik berpendar seperti bara matahari tenggelam. Kali ini, naga itu tidak lagi tampak murka. Sorot matanya teduh, dalam, seolah menatap Tian Long bukan sebagai ancaman… melainkan pengakuan.

Ia terdiam. Suara aliran air menyusup di antara jari jarinya, menenangkan dada yang sempat berdebar. Tian Long menutup mata, membiarkan hembusan angin sore menyinggahi wajahnya, membawa aroma lembab dari bebatuan sungai dan dedaunan yang baru tersentuh senja.

Dari arah kuil tua di puncak lembah, suara lonceng berdentang pelan nyaring sekali, lalu memudar, meninggalkan gema panjang yang terasa hingga ke tulang. Burung-burung beterbangan dari pepohonan, seolah mengikuti irama yang sama.

Di langit barat, awan mulai berubah warna. Jingga perlahan menipis, berganti semburat ungu kebiruan. Di tengah hamparan langit itu, lima bentuk menyerupai naga berputar perlahan, membentuk lingkaran sempurna di sekitar satu titik cahaya yang berdenyut lembut, seperti jantung langit yang baru terbangun. Sekali berdenyut dan hilang begitu saja, seolah tak pernah ada.

Di beranda rumah bambu, Long Wei berdiri diam, kedua tangannya bersedekap. Angin menyingkap ujung jubahnya, sementara cahaya terakhir matahari menimpa wajahnya yang suram.

“Langit mulai bergerak,” bisiknya, hampir tak terdengar, tapi berat seperti sumpah yang jatuh di atas bumi. Ia memandang ke arah sungai, tempat muridnya duduk diam di bawah sinar senja. “Semoga waktu masih berpihak… sebelum dunia sadar bahwa naga telah terlahir kembali.”

Malam turun perlahan. Di dalam rumah, Tian Long berbaring menatap atap bambu. Ia teringat suara pamannya, auman naga, dan cahaya yang tadi menelan tubuhnya. Di balik semua itu, ada sesuatu yang ia rasakan bukan ketakutan, melainkan panggilan halus yang membisikkan satu kata: “Datanglah.”

Ia menutup matanya, dan dalam kegelapan, ia melihat gerbang batu raksasa dengan simbol naga terukir di atasnya. Di balik gerbang itu, cahaya keemasan memancar seperti matahari di lautan awan. Suara auman bergema lagi, kali ini jelas.

“Anak naga… darahmu adalah kunci.”

Tian Long terbangun dengan napas terengah. Di luar, angin malam berembus, membawa aroma hujan dan abu. Ia menatap tangannya teratai di lengannya berdenyut sekali lagi, lebih terang daripada sebelumnya.

Dan jauh di dalam tanah, di bawah reruntuhan kuil naga tua, sesuatu bergetar. Batu-batu retak, dan dari celah kecil di antara reruntuhan, muncul semburat cahaya emas yang menembus bumi, melesat ke langit malam.

Langit memancarkan guruh tanpa petir. Seluruh Benua Timur yang tertidur perlahan merasakan hembusan Qi naga pertama setelah seribu tahun sunyi.

1
Nanik S
Lanjutkan.... bagus Tor
Nanik S
Darah Naga adalah Kunci
Nanik S
Aku sebenarnya siapa... kasihan
Nanik S
Sebenarnya Anak Siapa Tian Long
Didi h Suawa
💪💪💪💪
Didi h Suawa
awal yg baik,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!