Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.
Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?
Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua
Dari senyum berubah tertawa. Suasana yang tiba-tiba memanas. Tepat saat tiga pria dengan minuman kaleng di tangan mereka datang. Bersamaan dengan kejut yang sedikit tidak bisa didefinisikan dengan baik. Dua diantara mereka memilih duduk pada bangku yang tak jauh dari kedua mansuia itu berdiri, sementara satu lainnya melempar sekaleng soda untuk Khalil.
“Oke kalau lo mau kita musuhan”
Eden terkekeh, menyesap rokok elektrik yang baru saja dia keluarkan dari saku celananya. Membuat gadis yang tengah bercengkrama dengan Khalil menoleh. Memberikan tatapan dingin yang menusuk dan cukup menimbulkan kecanggungan sesaat.
“Bay the way, kok seragam lo hitam sendiri? Alergi warna ya?”
Khalil hanya diam saat suara Angkasa mendominasi, seketika topik utama memenuhi ruang bebas siang ini. Bersama Aletha si anak baru yang berani membeda dari anak-anak Samudra High School lainnya.
“Lo ngapain kesini?”
Khalil tahu bahwa gadis itu serasa sedang diintimidasi, bersama keempat pria yang seolah-olah mengepungnya. Walau kenyataan apa yang Aletha pikirkan justru sebaliknya. Gadis itu hanya ingin ada pada ketenangan yang tidak ada siapapun disana. Dan Khalil bersama ketiga temannya itu menganggu pikirannya.
“Bukan urusan lo”
“Gue pikir sariawan” celetuk Niko, pria berambut sedikit gondrong dengan pelet merah tua tersembunyi dibalik dominan hitam helai lainnya. Dingin dan egois, Aletha tahu betul gaya bicara yang dia utarakan ke bumi. Seperti tidak takut mati jika kepala sekolah menggunakan gunting untuk membuat kepalanya botak.
Tidak ingin membuang banyak tenaga, gadis itu berbalik, enggan meninggalkan kelompok Khalil tanpa jejak. Namun, pandangannya justru tertuju pada bercak yang seperti tidak ingin hilang pada dinding, yang hampir dia lewati.
“Lo bukan badan intelegen yang lagi menguak khasus di sekolahan ini kan?”
Khalil mendengus, melempar batu kerikil yang baru saja dia ambil di tanah kepada Eden. Menyuruhnya berdiam dan tidak mencari masalah dengan siapapun, termasuk dengan gadis aneh yang jadi murid baru dikelasnya.
“Lo nonton serial Wednesday ngga?”
Khalil melirik pada Angkasa, meletakkan ponsel yang sempat mengganjal di saku celana disebelah duduknya. Lantas kembali fokus dengan ketiga sahabat yang sedang menunggu kelanjutan ucapannya.
“Ya itu horror anjir, kaya tuh cewek”
“Bajunya juga beda sendiri, ngga mungkin dia juga lagi nyari monster yang bikin sekolah kita terkutuk kan?”
Untuk pernyataan jika Aletha lebih mirip Wednesday dalam serial yang mereka tonton, itu masih bisa Angkasa terima. Tapi untuk lanjutan opini yang Eden katakan, sepertinya memang hanya ada di serial dan drama televisi saja. Lagian mana ada monster didunia nyata? Bahkan ungkapannya yang spontan tentang kealergian warna pada gadis itu, sepertinya tidak benar-benar ada.
“Ngaco!” timpal Niko.
“Siapa tahu yang lo takutin itu justru ngga beneran kejadian? Kalo emang dia gitu, mau gimana lo pada?”
“Lil, dunia ini luas banget ya buat mengerti wanita. Tapi ngga senggak masuk akal ini juga kalik” senggol Angkasa.
Khalil menghela napas, menatap jejak yang dia yakini masih ada disana walau tampak samar. Kedatangan gadis itu yang tiba-tiba membekukan ruangan, rasa canggung yang terasa lebih dalam dari pada saat kencan pertama, semuanya tampak nyata, semuanya seakan bukan bagian dari dunia nyata bagi Khalil.
"Kamu ngapain disini?"
Aletha menoleh cepat, pada pria berseragam lengkap dengan atributnya.
To Be Continue...