Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 3 : Tak pernah meminta kembali
Di sepanjang jalan hanya diisi dengan kebisuan, tak ada obrolan apapun, mobil itu menjadi sangat hening dan jujur Areksa merasa tak nyaman. Dulu, Kanaya adalah orang yang paling bawel, dia akan selalu mengikuti kakak- kakaknya hanya untuk berbicara banyak hal.
Dia ingat, Kanaya adalah gadis yang ceria. Tapi mengapa sekarang dia lebih banyak diam?
Mengingat bahwa adiknya telah menghabiskan tiga tahun di panti asuhan sebagai hukuman dia jadi merasa sedikit bersalah, dan kemudian berkata, "Kau tahu mengapa dulu ayah mengambil keputusan mengirim mu ke panti? "
"Karena di sana adalah tempat asal- usul ku yang sebenarnya, " kata Kanaya yang sebenarnya menjawab asal. Dia sudah muak jika di singgung soal hukumannya yang harus tinggal di panti.
"Bukan. Kau salah Kanaya, karena ayah tahu kau bisa mandiri, sebenarnya itu bukan hukuman tapi bentuk kasih sayang ayah. Beliau ingin kau disiplin dan belajar banyak hal di panti dan kehidupan di sana juga bisa menempa mental mu. Jadi jangan berpikir bahwa kami berniat buruk padamu. "
"Bukankah kenyataan nya memang begitu? "
"Kanaya! "
Kanaya mendengus lirih. "Dulu aku sudah berusaha jujur pada kalian jika bukan aku yang mendorong aria, tapi kalian enggak ada yang percaya kan?"
"Kanaya, bukan itu yang kakak maksud! "
Kanaya menggeleng pelan. "Sudahlah kak, tak ada gunanya juga mengungkit masa lalu. Yang lalu biarlah berlalu. "
Areksa menghela napas sambil terus fokus menyetir mobil. Pola pikir Kanaya memang sudah benar-benar berubah, dia pikir Kanaya masih tetap adiknya yang polos dan lucu, tapi ternyata dia sudah salah menilai.
Satu setengah jam perjalanan mereka akhirnya sampai di pekarangan rumah berlantai dua yang mewah, tapi Kanaya tidak bergerak.
Satu hal yang dia sadari, dia belum pernah melihat rumah ini sebelumnya, dahinya mengernyit menatap areksa untuk meminta jawaban tapi ternyata laki-laki itu telah keluar lebih dulu.
Apakah mereka pindah rumah? pikir Kanaya lantas ragu- ragu turun dari mobil.
Areksa sudah berjalan beberapa langkah, lalu menyadari bahwa Kanaya tidak mengikuti nya, dia lantas baru ingat bahwa dua tahun lalu mereka pindah ke rumah baru dan Kanaya belum pernah datang kesini.
"Kanaya, kemarilah! " panggilnya dan Kanaya baru mendekat. Kanaya kini berdiri di samping Areksa dan dengan nada sedikit canggung dia berucap.
"Dua tahun lalu kami pindah rumah, itu karena rumah sebelumnya jauh dari sekolah Aria. Kau tahu kan bagaimana kondisi kesehatan aria? dia gampang terkena capek, jadi tinggal di rumah ini adalah keputusan yang tepat karena dekat dengan sekolah aria. "
"Dan saat itu, Aria masih takut bertemu dengan mu. Jadi kami belum sempat memberitahukan mu. "
Mendengar itu Kanaya menundukkan kelopak matanya, seolah-olah sedang mengejek dirinya sendiri.
Lagi-lagi demi Aria,hah! dan apa katanya tadi, Aria takut dengan nya? hahaha lucu sekali, seolah-olah dia adalah penjahat nya di sini. Aria sangat sukses dalam memainkan perannya.
Dulu juga selalu seperti itu, apa- apa Aria lah selalu di utamakan, karena memang dia lah putri kandung yang sebenarnya.
Lantas untuk apa kehadirannya di sini lagi? Kanaya sungguh tidak mengerti.
Melihat Kanaya yang menundukkan kepala dan hanya diam, Areksa menjadi kesal.
"Kenapa? gak ikhlas kembali kesini? kembali ke keluarga mu sendiri? ingatlah, masih untung kami mau menerima mu lagi. "
Areksa kehilangan kesabaran, dia melangkah masuk terlebih dahulu, bagaimanapun Kanaya akan tetap mengikutinya karena dia tidak punya pilihan lain.
Sedangkan Kanaya tersenyum getir setelah kepergian kakaknya. Inilah sifat asli keluarga arkatama yang sebenarnya. Kenapa tidak sejak tadi saja areksa menunjukkan sikap seperti itu padanya, agar dia tidak perlu lagi berharap pada keluarga ini.
"Cih, sungguh ironi, " gumam Kanaya lalu masuk, mengikuti langkah Areksa ke dalam rumah.
Di sana ternyata satu keluarga sedang berkumpul di ruang tengah, Jendra Javier dan Rayyan, ketiga kakaknya sedang berkumpul di sofa yang sama dengan aria.
"Kak Jendra, kakak membelikan koleksi album kpop ini untuk ku? "
"Iya, asal kamu tahu kakak sampai war sama penggemar BTS lainnya untuk mendapatkan album ekslusif itu, tahu. "
Javier menjawab dengan suaranya yang begitu lembut, mengusap- ngusap pelan kepala aria.
"Wah, terimakasih kak, Aria sangat menyukainya. '
Kepada Javier dia memasang wajah lugunya. " Kak vier, ada pr mtk yang tak bisa ku kerjakan, kakak tolong aku ya. "
Javier tersenyum lembut. "Tenang saja, apasih yang gak untuk adikku yang cantik ini. "
"Kakak juga memberikan hadiah untuk mu. " Rayyan memberikan kotak hadiahnya, aria lantas membukanya. Sebuah baju rajut dengan kualitas mahal.
"Wah ini sangat cantik kak. "
Rayyan tersenyum puas dengan tanggapan Aria. "Tenang saja, jika suka kita bisa langsung ke mall dan kau bisa request soal desain nya. "
"Hum, terimakasih kak Rayyan! "
Kanaya melihat itu semua, dan terakhir dia melihat ibu mereka duduk di samping, menatap keempat bersaudara itu dengan penuh kelembutan.
Sungguh pemandangan yang begitu harmonis bukan? dia juga pernah ada di posisi itu, tapi itu dulu.
Memang tempat ini bukanlah rumahnya, dia tetap merasa asing di sini, sama seperti empat tahun lalu di saat ketika pertama kalinya dia tahu jika dirinya bukanlah anak kandung.
Saat itu mata Kanaya sudah memerah menahan tangis, di saat satu keluarga menyambut aria, mengelilinginya, merayakan suka cita namun tak ada satupun yang peduli padanya, membiarkan dia berdiri sendiri selama berjam- jam.
Tapi sekarang, sepertinya dia tak melakukan itu lagi karena tidak sampai berjam-jam, ibunya segera menyadari kehadirannya dan berdiri dengan raut gembira.
"Kanaya! "
Teriakan tania membuat yang lain juga menoleh. Namun tak ada raut kegembiraan mereka, yang ada hanya wajah malas, hanya saja, Aria tampak sumringah tapi Kanaya tahu itu hanya bagian dari aktingnya saja.
Setelah itu aria juga ikut mendekat.
"Kanaya, akhirnya kamu kembali, " kata Tania gembira, tapi Kanaya tahu itu hanya sebuah simpati.
Tania memegang lembut bahu anak angkat nya itu.
"Bagaimana keadaan mu?" Tania memperhatikan perubahan di tubuh Kanaya. "Kamu tampak jauh lebih tinggi sekarang, dan sangat putih. "
Kanaya tersenyum miris.
"Terimakasih, ini juga berkat kepedulian kalian, aku jadi bisa mandiri dan kuat tinggal di panti asuhan. "
Mendengar jawabannya membuat semua orang saling menoleh, kecanggungan langsung melambung ke udara.
Lalu bak pahlawan kesiangan, Aria datang seolah-olah berusaha mencairkan suasana.
"Kak Kanaya, selamat datang di rumah, Aria senang kakak kembali. " Aria berbicara dengan suara imut dan kecerian nya namun bagi Kanaya itu seperti belati yang sudah di lumuri racun lalu di tusukkan ke dadanya.
"Kau ... enggak usah sok baik padaku. "
"Hei anak pungut."
Tiba-tiba terdengar suara yang amat Kanaya kenal, itu dari Jendra.
Kakak yang dulu sangat usil padanya kini hanya menatapnya dengan penuh kebencian.
"Begitu kah caramu bersikap pada penolong mu? asal kau tahu jika bukan karena Aria yang memohon pada kak Areksa, kau tidak akan pernah kembali kesini. "
Kanaya berbalik menatap Jendra, dulu ia merasa terluka dengan tatapan kebencian itu, tapi sekarang tidak lagi.
"Lalu apakah aku pernah meminta untuk kembali ke keluarga ini?"
*****