di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.
tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.
Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.
hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.
> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <
> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AWAL MULA TERBENTUKNYA MENTAL
Udara pagi tadi, masih lembap. Embun menggantung di daun-daun yang bergetar halus ditiup angin.
Aku keluar dan membuka pintu gubuk.
Aku mulai melangkah, menuju tuan arvendel dengan langkah berat,
kepalaku sedikit tertunduk, Dan aku masih merasakan seolah seluruh dunia membebani diriku.
Mataku masih bengkak, pipiku juga masih mengering dengan bekas air mata.
Namun ada sesuatu yang berbeda dari diriku, ketakutan dan kesedihan masih ada, tapi di balik semua itu, ada bara kecil yang perlahan menyala di dalam diriku.
Aku melihat tuan Arvendel begitu fokus tenggelam di dalam dirinya sendiri.
Langkahku membuat tuan arvendel terkejut dengan kehadiran ku yang baru saja keluar dari dalam gubuk.
Aku berhenti beberapa langkah dari tuan Arvendel.
Kami tidak langsung berbicara.
~Angin pagi meniup rambut Kenzie pelan, dan hening panjang memisahkan keduanya.~
Akhirnya Aku membuka suara, lirih namun mencoba tegar,
“Maaf jika aku membuat anda khawatir… Aku hanya… aku hanya belum siap menerima semua ini.”
Tuan Arvendel memandangku dengan lama.
Lalu tersenyum.
“Tidak ada satu pun manusia yang siap menghadapi kehilangan seperti itu"
"Kenzie."
Tuan arvendel memandang langit lalu berkata
"Bahkan ayahmu yang dulu… pun tidak.”
Aku menggertakkan gigi pelan.
~Mendengar ayahnya disebut membuat hatinya bergetar.~
“Ayahanda..." gumam ku dalam diam
bekas penyesalan muncul kembali di hatiku.
Tapi kemudian aku mulai teringat kembali dengan reinzie dan Chelsea,
kemudian aku kembali bertanya,
"apakah tuan sudah menemukan adikku dan Chelsea" tanyaku pada tuan arvendel.
~Arvendel senyum tipis pada Kenzie, menandakan bahwa ia tahu keberadaan adiknya dan Chelsea, kemudian arvendel pun berkata~
"Adikmu dan Chelsea ada di tempat yang aman sekarang"
"mereka berdua bersama dengan vargan, mungkin sekarang mereka sedang latihan bersama"
Kata tuan arvendel padaku
mengetahui hal tersebut aku merasa lega dengan keselamatan mereka,
selepas itu Aku pun menanyakan masa lalu yang telah ayahanda lalui
Aku penasaran dengan perkataan tuan arvendel tentang ayah.
"tuan Arvendel... Aku ingin bertanya sesuatu... Bagaimana ayahku di masa lalunya" kataku pada tuan arvendel
tuan Arvendel menoleh kearaku
Dan tuan arvendel tidak langsung menjawab.
Kemudian memalingkan tatapannya menembus jauh ke hutan, seolah melihat masa puluhan tahun yang lalu.
“Ayahmu… Valerius Laurent… adalah laki-laki paling kuat yang pernah muncul di benua ini."
"Aku mengenal ayahmu dengan baik tapi... menceritakan masa lalunya hanya akan menghambat pertumbuhan mu" tuan arvendel melihat kearah ku.
kemudian kembali bicara. "Namun, bahkan kekuatan besar yang di milikinya itu tidak cukup kuat menahan serangan yang datang dari kegelapan.”
tuan arvendel menatap ku dengan dalam.
“Kau tidak bisa melawan balik kejahatan dari zarco kemarin."
"Tapi kau bisa membangun tekatmu untuk menjadi lebih kuat... mulai hari ini.”
Aku menunduk.
Mengepal tanganku hingga gemetar.
“Kalau begitu… ajari aku."
"Ajari aku agar aku tidak lemah lagi.”
~Arvendel tersenyum tipis—senyum yang sangat tulus, dengan penuh perhatian.~
“Itulah jawaban yang sudah kutunggu sejak aku membawamu kesini.”
Ia berbalik, berjalan menuju lapangan, tanah kosong yang berada di samping gubuk. Tanah itu keras, retak, dan kosong seperti halaman tanpa kehidupan—tempat yang sempurna untuk membentuk seseorang dari awal.
“Mulai hari ini,” kata tuan Arvendel,
“Aku akan melatihmu seperti bagaimana dulu aku membangun fondasi ilmu beladiri bersama dengan ayahmu. Tapi ketahuilah, Kenzie… latihan ini bukan sekadar untuk membuatmu kuat.”
Aku mendengar dan mengikuti dari belakang, napasku berat namun tekadku mulai mengeras.
“Lalu… untuk apa?”
~Arvendel berhenti dan menatapnya dalam-dalam.~
“Untuk membentuk mentalmu. Senjata bisa ditempa, tubuh bisa dilatih, tetapi mental… hanya bisa dipahat melalui luka dan bangkitnya seseorang dari masa kelamnya itu.”
Aku menelan ludah. Ada rasa takut, tapi juga rasa ingin berubah.
Tuan arvendel menancapkan tongkat kayu ke tanah, lalu menghadap kearahku layaknya seorang guru.
“Pertama… buang semua pikiran ingin membalas dendam.”
Aku terkejut dengan perkataannya.
“Tapi… bukankah semua ini—"
“Dendam adalah api yang cepat membakar pemiliknya. Kau ingin melindungi orang-orang yang kamu sayangi? Atau hanya ingin memuaskan amarahmu?”
Aku terdiam.
Baru kali ini aku mendengar Kata-kata yang menusuk lebih keras daripada pukulan apa pun.
~Arvendel melanjutkan dengan suara tegas~
“Latihan hari ini bukan tentang bertarung. Ini tentang hatimu.”
Ia mengambil kerikil kecil lalu meletakkannya di telapak tanganku.
“Pegang ini. Tutup matamu.”
Aku menurutinya, meski kebingungan tetap saja aku mengikuti arahan nya.
“Rasakan beratnya,” kata Arvendel.
“Kerikil itu kecil, tapi itu adalah simbol bebanmu."
"Meski kecil, jika kau genggam terlalu lama, tanganmu akan gemetar dan sakit.”
Aku mencoba merasakan.
Pada awalnya kerikil itu tidak ada artinya, tapi semakin lama Aku menggenggamnya, semakin sakit saraf-saraf di jari dan telapak tanganku.
“Kenapa… sakit?”
Aku merasa bingung dengan hal ini.
“Itulah trauma,” kata tuan Arvendel.
~Sambil bicara Arvendel diam-diam mengarakan sedikit energi Ki nya ke dalam kerikil itu~
“Kecil, tapi memakanmu perlahan. Kau harus belajar menerima, bukan menggenggamnya terlalu kuat.”
Lalu Arvendel berkata pelan,
“Sekarang buang.”
Aku membuka genggaman tanganku dan merasakan bebannya telah hilang.
~kerikil itu jatuh ke tanah~
Saat kerikil itu menyentuh tanah, dada ku tiba-tiba terasa lega—sedikit saja, tapi cukup untuk membuatku bernapas lebih panjang.
“Latihan mental pertamamu selesai,” kata Arvendel.
“Sudah selesai?” kataku dan mengangkat kepala.
"bukankah masih banyak yang perlu aku pelajari..?"
Aku sedikit bingung tapi, Baiklah mau bagaimana lagi aku harus mendengarkannya.
Tuan arvendel tersenyum tipis.
“Ya. Karena yang lebih berat bukan latihannya… tapi keberanianmu membuka diri.”
Aku memandang tanganku sendiri.
Untuk pertama kalinya sejak tragedi kemarin, aku merasa tidak sepenuhnya tenggelam dalam trauma.
~Namun Arvendel belum selesai.~
“Tapi jangan salah.” Suaranya berubah dingin dan berat.
“Mulai besok, latihanmu tidak akan semudah itu."
Aku mendengar dan melihatnya
"Kau akan belajar bertahan. Kau akan belajar menahan amarah."
"Kau akan belajar berdiri bahkan ketika tubuhmu tak sanggup bangkit.”
Aku menatapnya tanpa berkedip. Tekadku telah mulai terbentuk.
“Aku siap.”
~Arvendel mengangguk pelan, bangga namun khawatir.~
“Semoga begitu, Kenzie. Karena jalan yang kau pilih… adalah jalan yang bahkan membuat ayahmu hampir hancur."
Aku tidak peduli seberapa keras dan berat latihannya, aku takan mundur.
"Ku harap kamu bisa mempersiapkan dirimu untuk latihan besok”
Aku telah memilih jalan ini untuk bisa menjadi kuat jadi tak ada kata mundur.
“Kalau ayahanda bisa bangkit, maka aku juga bisa."
"Dan hari ini aku akan memulai mempersiapkan diriku”.
~Angin berhembus melewati kedua sosok itu, membawa daun-daun kering berputar di udara. Di bawah langit pagi yang perlahan cerah, langkah pertama Kenzie untuk membentuk mentalnya telah dimulai.~
Dan itulah awal dari perjalanan baru yang kelak akan membawanya kejalan yang lebih panjang.