Helen terkejut bukan main, ketika pria asing masuk ke kamar hotelnya. Dia sedang tidak dalam keadaan sadar, entah apa yang diberikan oleh Nicklas Bernando suaminya padanya.
"Kamu dan suamimu ingin seorang anak kan? aku akan membantumu!" ujar pria itu dengan tatapan mengerikan.
Bak sambaran petir di siang hari, Helen tidak menyangka, kalau suaminya akan berbuat seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Bertemu Lagi
Di kamar hotel yang telah di tinggalkan oleh Helen. Pria berkemeja hitam yang tengah duduk di sebuah sofa, dan memutar-mutar gelang yang ditinggalkan Helen di tangannya itu tampak berpikir dengan serius.
"Tuan, selimut dan sprei sudah di ganti" kata seorang pria dengan setelan jas lengkap yang terlihat mahal, sambil sedikit membungkukkan badannya.
Dan dengan santai, pria itu menoleh ke arah pria berjas itu.
"Max, cari tahu siapa wanita yang semalam bersamaku. Dia istri Nicklas Bernando. Ini akan sangat menarik!" ujarnya.
"Baik tuan!" kata pria bernama Max itu, lalu pergi dari sana dengan cepat.
Pria itu masih memainkan gelang yang ada di tangannya.
"Keluarga Bernando ya? baru datang ke kota ini sudah di sambut oleh menantu keluarga Bernando. Ini sangat menarik" gumamnya dengan senyuman tipis di wajahnya.
Dan di tempat berbeda, Mobil Nicklas sudah berada di kediaman Bernando. Tidak seperti rumah mewah biasa, rumah dengan tiga lantai itu seperti sebuah mansion. Besar, luas, megah dan mewah. Dengan lapangan parkir di sekeliling bangunan, yang kerap juga di gunakan sebagai tempat perayaan acara istimewa keluarga Bernando.
Begitu mobil menepi, Helen dengan cepat melepaskan sabuk pengamannya.
"Jangan turun sebelum aku buka pintu. Mata-mata ayahku sangat banyak di rumah ini!" ucap Nicklas.
Helen menghela nafas panjang. Tangannya bahkan sudah hampir memegang gagang pintu. Tapi karena dia memikirkan nasib puluhan anak-anak panti yang berada di panti asuhan. Helen meredam semua emosinya pada Nicklas.
Nicklas turun dari dalam mobil, merapikan jasnya, dan membuka pintu mobil sisi Helen.
Tangan Nicklas terulur, sebenarnya Helen merasa sangat enggan. Namun karena sudah terlanjur jatuh ke jurang ini, dia pikir tidak mungkin ada jalan kembali.
Tangan Helen terulur, menerima uluran tangan Nicklas. Pria itu tersenyum puas, ada semburat ejekan di senyuman itu. Tapi Helen memilih untuk pura-pura tidak melihatnya. Dengan santai, Nicklas mengaitkan tangan Helen di sikunya.
Dan begitu pintu utama terbuka, Helen pun menghela nafas dan tersenyum begitu ceria, ketika ibu mertuanya menyapanya.
"Menantu ibu, Helen bagaimana malam pertama kalian?" tanya Anika yang segera memeluk Helen merangkulnya, melepaskan rangkulan tangan Nicklas dari menantu kesayangannya itu.
"Ibu, kenapa malah pertanyaan seperti itu?" tegur Vicky, ayah Nicklas.
Helen hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia benar-benar harus meredam emosinya.
"Jangan khawatir, aku sudah melakukan kewajibanku dengan baik. Sekarang aku bisa dapatkan perusahaan itu?" tanya Nicklas yang duduk dengan santai di seberang ayahnya.
"Tidak tahu malu, kamu anggap pernikahan ini apa? tutup mulutmu Nicklas. Atau aku akan coret namamu dari kartu keluarga!" gertak Vicky.
Nicklas mendengus kesal. Tapi tidak juga berani membantah.
"Jangan dengarkan mereka Helen, kamu pasti lelah kan? ibu sudah buatkan sup herbal. Itu akan membantu tubuhmu pulih dengan cepat. Ayo!" ajak Anika ke arah ruang makan pada Helen.
Sampai di ruang makan, Anika benar-benar memberikan sup yang begitu mahal untuk Helen.
"Apa dia memperlakukanmu dengan baik?" tanya Anika dengan tatapan mata teduh.
Seolah ingin mengatakan pada Helen, kalau dia tidak perlu khawatir untuk jujur. Tidak perlu takut, kalau memang Nicklas jahat padanya, Anika bahkan akan membela Helen.
Sayangnya, meski Anika memberikan keyakinan seperti itu. Tetap saja Helen tidak berani mengatakan semua kebenaran tentang apa yang terjadi semalam pada Anika. Selain dia yakin, kalau Nicklas telah membereskan semua kekacauan itu. Dia juga tidak mau mempertaruhkan anak-anak panti asuhan.
"Nicklas baik, Bu!" jawab Helen.
Meski jawaban itu tidak sesuai dengan hati nuraninya. Tapi mau bagaimana lagi, dia terpaksa mengatakan semua itu.
Anika tersenyum lega, dan mengusap kepala Helen dengan sangat lembut.
"Syukurlah, ibu tadinya khawatir. Moza si penggoda itu benar-benar pandai merayu Nicklas. Sekarang kamu adalah istrinya Helen, kamu jangan takut ya, ada apapun, katakan pada ibu. Ibu pasti akan membela kamu. Nicklas itu buta, wanita munafik gilaa harga seperti itu malah begitu dia cintai. Ibu harap, perlahan Nicklas bisa berubah, kamu mau kan berusaha untuk rumah tangga kamu ini?" tanya Anika dengan sangat lembut.
Helen sebenarnya sama sekali tidak mengharapkan cinta itu dari Nicklas. Dia merasa sebenarnya lebih baik tidak punya hubungan apapun. Tapi nasi telah jadi bubur. Jadi dia bisa apa? selain menikmati bubur itu dengan sedikit tambahan topping mungkin.
Helen mengangguk.
"Bagus, oh ya kalian kan sudah menikah. Kamu juga sudah tidak akan bekerja lagi, karena fokus program hamil kan? bagaimana kalau kalian bulan madu, kamu mau kemana?" tanya Anika dengan sangat antusias.
Mereka, para orang tua sudah membicarakan semua ini. Dan berharap kehadiran seorang anak dari Helen. Akan membuat Nicklas mencintai istrinya itu dan melupakan Moza. Jadi, mereka sangat bersemangat untuk anak dari pengantin baru itu.
"Maldives saja Bu"
Helen menoleh, Nicklas tampak bicara menyahut pertanyaan Anika. Dan Helen tahu, itu bukan keinginannya. Itu pasti keinginan Moza.
Anika melirik ke arah Nicklas. Lalu kembali pada Helen.
"Kamu mau kesana? baiklah. Ibu akan urus semuanya. Kalian tinggal siap-siap. Ibu akan mengaturnya" kata Anika sangat bersemangat.
Setelah makan siang, Helen dan Nicklas kembali ke apartemen.
"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini. Ini bahkan lebih bagus dari apartemen kamu yang kecil itu. Jangan sampai saat ibu atau ayah datang, kamu tidak ada di sini! kamu bereskan semua barang-barang yang besok akan kita bawa ke Maldives. Aku mau ke apartemen Moza, dan memberinya kabar bahagia ini. Ingat, jangan macam-macam Helen!" ujar Nicklas sebelum pergi.
Helen menghela nafas panjang. Dia masuk ke kamar di apartemen itu. Menarik koper besar, dan memasukkan barang-barangnya juga Nicklas kesana.
Malam datang begitu cepat, Helen sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Saat dia melihat pemandangan dari balkon apartemen. Sebuah klub malam di dekat apartemen menarik perhatiannya.
Beban pikiran dan hatinya yang menumpuk. Membuatnya melangkah tanpa sadar ke tempat itu.
Helen sudah hampir mabukk, tapi dia masih terus meminta pelayan di bar itu menyajikan minuman untuknya.
"Nona, kamu sudah mabuk. Berikan nomor yang bisa kami hubungi. Kami akan minta keluargamu menjemputmu!" kata bartender di depan Helen.
Helen menggelengkan kepalanya.
"Aku? aku tidak punya keluarga" ucapnya dengan nada lirih.
"Kata siapa? aku ada di sini!"
Helen mendongak. Pandangannya sempat kabur, tapi kemudian kembali fokus.
"Kamu..."
***
Bersambung...