Pagi yang cerah di suatu pulau bagian utara Jawa, desiran ombak dan suara burung-burung pagi sudah menghiasi dermaga, beberapa nelayan yang baru pulang melaut sedang memilah-milah hasil tangkapan, seorang pemuda yang tegap dan gagah terlihat sibuk dengan perahu cadiknya.
“hoooyyy... Wahai laut, hari ini aku akan mengarungimu, aku akan menjadi penjaga laut Kesultanan, kan ku berantas semua angkara murka yang ingin menjajah tanah Jawa, bersiaplah menerima kekuatan otot dan semangatku, Hahahaha..
”Rangsam berlayar penuh semangat mengarungi lautan, walau hanya berbekal perahu cadik, tidak menurunkan semangatnya menjadi bagian dari pasukan pangeran Unus. Beberapa bulan yang lalu, datang Prajurit Kesultanan ke pulau Bawean, membawa selembar kertas besar yang berisi woro-woro tentang perekrutan pasukan Angkatan laut pangeran Unus Abdurrahman, dalam pesan itu tertulis bahwasanya pangeran akan memberantas kaum kuning yang selama ini sudah meresahkan laut Malaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dimas riyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU RANGSAM, PRAJURIT BINTARA ³
“Nǐ xūyào bāngzhù ma?”
“ Hamba tidak mengerti apa yang tuan-tuan katakan, bisakah kalian berbicara Melayu, dan kumohon segera singkirkan benda besar ini dari perahuku”.
“ maaf Kisanak, kami adalah utusan dari Negeri Tiongkok, kami bermaksud menolong Kisanak, apakah Kisanak membutuhkan bantuan?”
“ Oh, sungguh mulia sekali hati tuan-tuan dari Negeri nun jauh ini. trimakasih atas tawarannya, mohon maaf, hamba tidak sedang membutuhkan bantuan dari tuan-tuan, hamba hanya nelayan biasa yang hendak pergi ke Bintara, mohon kiranya tuan-tuan memberikan jalan untuk hamba”.
“oh seperti itu kah, kalau begitu mohon maaf telah mengganggu Kisanak berlayar, perkenankan kami mengawal perahu Kisanak, sekaligus menjadi petunjuk arah bagi kami, kami hendak berlabuh ke Semarang, semoga kisanak berkenan”.
“dengan senang hati hamba akan menuntun tuan-tuan sekalian yang baik hati dan budi ini. namun hamba hanya bisa sampai selat Muria sahaja, selebihnya, teruslah berlayar ke barat mengikuti bibir pantai, maka tuan akan bertemu dengan pelabuhan Semarang”.
Terimakasih, mari sama-sama kita berlayar wahai kisanak”.
Seperti keberuntungan di awal perjalanan, Rangsam bertemu dengan rombongan pelaut dari Tiongkok yang baik hati. entah apa tujuan mereka ke Jawa, namun saat ini Rangsam mendapat perlindungan secara tidak langsung. Hari sudah mulai petang, sang surya pun sudah beranjak dari takhtanya, menuju peraduan yang berselimut gelap, dihiasi bintang-bintang. Setelah menunaikan sholat maghrib, Rangsam pun tiba di selat Muria, akhirnya mereka berpisah, kapal yang megah itu perlahan meninggalkan perahu cadik milik Rangsam, tak lupa mereka melemparkan sedikit bahan makanan ke perahu Rangsam, sungguh orang-orang yang baik dan mulia. begitulah kesan pertama Rangsam kepada pelaut-pelaut Tiongkok itu.
Cahaya lampu minyak mulai terlihat berkerlipan dari jauh, dermaga Muria, sayang sekali pulau gunung Muria tidak nampak jelas, karena malam seakan menjadi jubah sementaranya. Perahu Rangsam terus melaju menuju dermaga, perlahan tapi pasti, bangunan-bangunan persegi mulai terlihat. Itu adalah markas armada laut Kesultanan Bintara. terbuat dari jati terbaik, seakan berani menantang ombak, namun saat ini cuaca terlihat tenang. Dan tidak butuh waktu lama, Rangsam berhasil menambatkan perahunya di dermaga, dengan senyum dan rasa percaya diri, Rangsam melangkah maju, niatnya adalah fii sabilillah , bismillah, segala isi jiwanya, tulang, daging hingga kulit yang membungkus semangatnya, sekarang ia serahkan demi Kesultanan, demi umat, demi agama yang luhur.
Sudah genap tiga hari Rangsam meninggalkan kampung, dan hari ini adalah hari di mana Rangsam mengikuti seleksi dan pelatihan. Embun belum lagi termakan oleh terik, namun anak-anak muda dari penjuru bintara sudah dibariskan menghadap Laut, dan Rangsam berada di antara mereka. Panglima segara Kesultanan bintara hadir memberikan filosofi dan semangat kepada mereka.
“ Bismillahirrahmanirrahim , anak-anakku sekalian, sungguhlah mulia jiwa dan raga kalian, Semoga Allah tempatkan derajat kalian setinggi-tingginya, karena dengan keikhlasan dan kecintaan kepada negara dan agama, kalian semua berada dalam barisan yang aku pimpin. Sudikah kiranya, Anak-anakku memantapkan hati dan pikiran, bahwasanya, laut bukanlah hal yang baru bagi kalian, jadilah menyatu kalian dengannya, cintailah laut, sehingga ia tidak sudi menenggelamkanmu, laksana buah kelapa, seandainya pun habis diterjang angin, dilalap ombak, dan dijilat guntur, tidak akan sedih dan berkesusahan, ia akan tetap sabar terapung, dan akan tumbuh di tempat yang Allah ridhoi, dan akan kembali gagah. Jadilah seperti itu Anak-anakku, jikalau kalian gagal, tetaplah tabah, kerana ada masa dimana kalian akan jaya kembali, akan kuat lagi dan mengukir sejarah baru, ingat kata-kataku, simpan se-rapi mungkin di dalam relung-relung dada kalian, jadikan bekal di kala lapar akan moral, di hadapan sana, laut yang kebiruan, tersambung kepada semua umat Tuhan di mana mereka berada, bersiaplah kalian, jalin silaturahmi, jangan simpan benci, jika kalian di musuhi, basmi, itulah pegangan teguh prajurit laut Kesultanan Bintara Darussalam ing tanah Jawi” .