NovelToon NovelToon
Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Action / Cinta Terlarang / Mafia / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:100
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

"Tujuh tahun aku hidup di neraka jalanan, menjadi pembunuh, hanya untuk satu tujuan: membunuh Adipati Guntur yang membantai keluargaku. Aku berhasil. Lalu aku bertaubat, ganti identitas, mencoba hidup normal.
Takdir mempertemukanku dengan Chelsea—wanita yang mengajariku arti cinta setelah 7 tahun kegelapan.
Tapi tepat sebelum pernikahan kami, kebenaran terungkap:
Chelsea adalah putri kandung pria yang aku bunuh.
Aku adalah pembunuh ayahnya.
Cinta kami dibangun di atas darah.
Dan sekarang... kami harus memilih: melupakan atau menghancurkan satu sama lain."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20: KESEMPATAN KEDUA

Mobil mewah Chelsea—interior kulit hitam yang masih bau baru—melaju pelan meninggalkan gang gelap itu.

Lucian duduk di kursi penumpang, menatap tangannya yang masih ada noda darah di sela-sela kuku. Tangan yang baru saja membunuh dua orang.

Aku bilang mau berhenti. Aku bilang mau jadi orang baik. Tapi aku baru saja membunuh lagi.

Chelsea meliriknya—khawatir. "Kau... kau baik-baik saja?"

"Ya."

Bohong.

Chelsea tidak terlihat yakin tapi tidak memaksa.

"Lucian," katanya pelan sambil menyetir, "aku bahkan belum tahu apa-apa tentangmu. Kau punya... pengalaman kerja resmi?"

Debt collector. Enforcer. Pembunuh bayaran. 47 orang mati di tanganku.

"Tidak," jawab Lucian datar. "Tidak ada yang resmi."

Chelsea menggigit bibirnya—terlihat ragu. "Surat keterangan? Referensi?"

"Tidak."

"Ijazah?"

"Tidak."

Keheningan.

Lucian menatap keluar jendela. Tentu saja dia akan menolakku. Siapa yang mau mempekerjakan orang tanpa dokumen? Tanpa identitas jelas? Tanpa—

"Tapi kau baru menyelamatkan nyawaku."

Lucian menoleh.

Chelsea tersenyum—senyum kecil, tapi tulus.

"Itu cukup bagiku," lanjut Chelsea. "Kau bisa bertarung. Kau bisa melindungiku. Dan yang paling penting..."

Ia menatap Lucian dengan mata yang terlalu jujur.

"Kau tidak menatapku seperti orang lain menatapku."

Lucian mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

"Orang lain—ketika tahu aku... aku dari keluarga tertentu—mereka menatapku dengan jijik. Atau takut. Atau dengki." Chelsea menunduk, tangannya menggenggam setir. "Mereka tidak melihatku sebagai Chelsea. Mereka melihatku sebagai... sesuatu yang lain."

Keluarga tertentu? Keluarga apa?

Tapi Lucian tidak bertanya—bukan urusannya.

"Tapi kau," lanjut Chelsea, "kau menangis di bahuku tadi. Kau tidak peduli aku siapa. Kau hanya melihatku sebagai... manusia."

Ia tersenyum sedih.

"Jadi aku tidak peduli kau tidak punya pengalaman resmi. Aku percaya padamu, Lucian. Maukah kau bekerja untukku?"

Ini kesalahan. Aku harus menolak. Aku harus pergi sekarang.

Tapi melihat mata Chelsea—mata yang kesepian, yang penuh harap—Lucian tidak bisa mengatakan tidak.

"Ya. Aku mau."

Bodoh. Kau bodoh, Alex. Kau bodoh, Lucian.

Tapi Chelsea tersenyum—senyum lega yang membuat wajahnya bersinar.

"Terima kasih. Terima kasih, Lucian."

Mereka menuju mansion Chelsea—gedung besar tiga lantai dengan pagar tinggi, taman luas, air mancur di depan.

Lucian turun dari mobil, menatap mansion itu.

Kaya. Sangat kaya. Siapa sebenarnya wanita ini?

Chelsea berdiri di sampingnya. "Besar, ya? Terlalu besar untuk satu orang sebenarnya. Rasanya seperti tinggal di museum—dingin, sepi."

Ia menatap Lucian. "Tapi sekarang ada kamu. Mungkin... mungkin rumah ini tidak akan sesepi itu lagi."

Mereka masuk—interior mewah dengan lukisan mahal, lampu kristal, tangga marmer.

Chelsea membawa Lucian ke kamar tamu lantai dua. "Ini kamarmu. Kamarku di sebelah—kalau ada apa-apa, tinggal ketuk pintu."

Lucian menatap kamar itu—kasur empuk, AC, kamar mandi dalam, lemari besar. Lebih mewah dari semua tempat yang pernah ia tinggali.

"Terima kasih," kata Lucian.

Chelsea tersenyum. "Aku yang harus terima kasih. Selamat tidur, Lucian. Besok kita mulai hari pertamamu bekerja."

Ia berbalik, akan pergi—

"Chelsea."

Ia menoleh. "Ya?"

"Terima kasih sudah... mempercayaiku. Meski kau baru kenal aku."

Chelsea tersenyum—senyum yang membuat sesuatu di dada Lucian menghangat.

"Aku percaya pada matamu, Lucian. Mata tidak bisa berbohong."

Tapi aku punya banyak rahasia yang kupendam.

Setelah Chelsea pergi, Lucian duduk di tepi kasur—menatap tangannya yang masih ada noda darah.

Apa yang baru kulakukan?

Aku masuk ke kehidupan wanita asing ini.

Aku tidak tahu siapa dia. Aku tidak tahu dari keluarga apa dia.

Tapi kenapa—kenapa ketika dia tersenyum—aku merasakan sesuatu yang sudah lama mati di dalam dadaku mulai berdetak lagi?

Lucian berbaring, menutup mata.

Dan untuk pertama kali dalam sembilan bulan—ia tidur tanpa mimpi buruk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!