NovelToon NovelToon
Dibalik Istana Naga

Dibalik Istana Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Romansa / Fantasi Wanita / Harem / Balas Dendam / Enemy to Lovers
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

Untuk membalaskan dendam keluarganya, Swan Xin menanggalkan pedangnya dan mengenakan jubah sutra. Menjadi selir di Istana Naga yang mematikan, misinya jelas: hancurkan mereka yang telah membantai klannya. Namun, di antara tiga pangeran yang berebut takhta, Pangeran Bungsu yang dingin, San Long, terus menghalangi jalannya. Ketika konspirasi kuno meledak menjadi kudeta berdarah, Swan Xin, putri Jendral Xin, yang tewas karena fitnah keji, harus memilih antara amarah masa lalu atau masa depan kekaisaran. Ia menyadari musuh terbesarnya mungkin adalah satu-satunya sekutu yang bisa menyelamatkan mereka semua.
Langkah mana yang akan Swan Xin pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 Aroma Anggur Beracun

Napas Swan membeku di kerongkongannya, udara berdebu di ruang arsip terasa menyesakkan. Bunyi *klik* pelan dari mekanisme gembok yang berputar menggema di keheningan, terdengar selantang petir. Jantungnya berdebar begitu kencang di rusuknya, seolah berusaha kabur dari sana sendirian. Tanpa berpikir, tubuhnya yang terlatih bergerak, meluncur tanpa suara di balik rak gulungan bambu yang paling tinggi dan paling padat, menyusutkan dirinya ke dalam bayang-bayang pekat. Belati masih tergenggam erat di tangannya yang basah oleh keringat dingin.

Pintu kayu yang berat itu berderit terbuka, membiarkan seberkas cahaya obor yang bergoyang-goyang masuk, membelah kegelapan. Siluet sesosok tubuh jangkung berdiri di ambang pintu, menatap ke dalam ruangan yang tampak kosong.

Langkah kaki itu masuk. Pelan. Terukur. Sama sekali tidak seperti langkah penjaga. Penjaga selalu berpatroli berdua, dan langkah mereka lebih berat karena zirah. Orang ini sendirian. Dan gerakannya… senyap.

“Aku tahu kau di dalam sini,” kata sebuah suara rendah dan datar, suara yang sama yang menghantuinya di atas atap beberapa jam lalu.

San Long.

Swan tidak bergerak, bahkan tidak bernapas. Ia menekan tubuhnya lebih dalam ke celah di antara rak dan dinding batu yang dingin, berdoa agar kegelapan cukup untuk menyembunyikannya.

“Tidak ada gunanya bersembunyi,” lanjut San Long, suaranya kini terdengar lebih dekat. Ia berjalan menyusuri lorong di antara rak-rak, cahaya obornya menyapu tumpukan-tumpukan buku kuno. “Bau tanah lembap dari sepatumu masih tertinggal di lantai. Kau meninggalkan jejak yang sangat jelas.”

Sialan. Dia benar. Swan melirik ke bawah. Jejak samar dari sol sepatunya yang basah oleh embun malam memang terlihat di atas lantai berdebu. Kecerobohan kecil yang fatal.

“Keluarlah, Selir Xin,” perintah San Long. “Atau aku yang akan menyeretmu keluar.”

Perlahan, Swan bangkit dari persembunyiannya. Ia melangkah keluar dari bayang-bayang, belatinya masih di tangan, bilahnya berkilau redup di bawah cahaya obor.

Mata San Long langsung tertuju pada belati itu, lalu naik ke wajah Swan yang tegang. Ekspresinya tetap dingin seperti es, tetapi ada kilatan sesuatu yang lain di matanya. Terkejut? Atau mungkin geli?

“Kau mau menikamku dengan itu?” tanyanya, nada suaranya datar. “Aku ini Pangeran. Membunuhku sama dengan pengkhianatan tingkat tinggi.”

“Dan menyusup ke perpustakaan kekaisaran di tengah malam itu kejahatan apa, Yang Mulia?” balas Swan dingin. “Anda mengikutiku.”

“Jangan terlalu percaya diri,” sahut San Long, melangkah lebih dekat. “Aku datang ke sini karena alasan yang sama denganmu.” Matanya melirik ke arah meja tempat buku besar itu masih tergeletak terbuka. “Untuk mencari kebenaran.”

“Kebenaran soal apa?” uji Swan, tidak menurunkan belatinya.

“Tentang pembayaran misterius yang diterima Jenderal Zen tepat sebelum dia menjadi pahlawan palsu kekaisaran,” jawab San Long tanpa ragu. Ia menunjuk buku besar itu dengan dagunya. “Dan sepertinya kau sudah menemukannya.”

Jantung Swan berdebar. Dia juga tahu tentang ini? Seberapa dalam pengetahuannya?

“Mengapa, Yang Mulia sangat peduli?” desis Swan. “Ini urusanku.”

“Keluargaku juga difitnah di tahun yang sama,” katanya pelan, dan untuk sesaat, topeng es di wajahnya retak, menunjukkan secuil kerapuhan. “Aku punya hak yang sama besarnya untuk mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dan caramu yang sembrono ini akan menggagalkan semuanya.”

“Aku tidak sembrono!”

“Beneran?” San Long mengangkat alis. “Kau meninggalkan jejak, membuka pintu yang jelas-jelas seharusnya terkunci, dan membiarkan buku bukti tergeletak terbuka di atas meja. Kalo yang masuk tadi bukan aku tapi penjaga, kau sudah dalam perjalanan ke penjara bawah tanah sekarang. Atau lebih buruk lagi.”

Swan terdiam. Pria itu benar. Kemenangan sesaat karena menemukan bukti telah membuatnya lengah.

“Sekarang bukan waktunya untuk berdebat,” kata San Long tegas, mengambil obornya. “Patroli akan lewat sini lagi dalam sepuluh menit. Kita harus pergi. Sekarang.”

“Kita?” ulang Swan curiga.

“Kecuali kau lebih suka menjelaskan pada Kapten Penjaga apa yang dilakukan seorang selir di ruang arsip terlarang sambil membawa belati,” cibirnya. Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan berjalan menuju jendela tempat Swan masuk.

Dengan enggan, Swan menyarungkan kembali belatinya dan mengikuti. Mereka bekerja dalam keheningan yang tegang, menutup kembali buku besar itu dan meletakkannya persis di tempat semula, lalu keluar melalui jendela. San Long bergerak dengan kelincahan yang mengejutkan, turun dari dinding rambat itu bahkan lebih cepat dan lebih sunyi dari Swan. Mereka menyelinap kembali melewati taman yang gelap, dua bayangan yang bergerak terpisah namun menuju ke arah yang sama.

Tepat sebelum mereka berpisah di dekat rumpun bambu, San Long berhenti.

“Selir Agung tidak akan tinggal diam,” katanya tiba-tiba, suaranya nyaris seperti bisikan angin.

“Soal apa?” tanya Swan.

“Soal pelayannya,” jawab San Long tanpa menoleh. “Kau pikir dia tidak akan curiga saat pelayan kesayangannya tiba-tiba sangat akrab denganmu? Kau sudah menarik perhatiannya. Dia akan menyerang. Bersiaplah.”

Dengan peringatan itu, ia menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan Swan dengan perasaan yang lebih gelisah dari sebelumnya.

Peringatan San Long terbukti benar lebih cepat dari yang ia duga.

Keesokan siangnya, saat Swan sedang berlatih kaligrafi di paviliunnya, seorang kasim dari Paviliun Anggrek Emas datang. Ia membawa nampan pernis hitam yang dipernis indah. Di atasnya, ada sebuah poci anggur dari giok putih dan dua cawan porselen yang sangat halus.

“Sebuah hadiah dari Yang Mulia Selir Agung,” kata kasim itu dengan senyum lebar yang tidak mencapai matanya. “Beliau dengar Selir Xin agak kurang sehat kemarin. Jadi beliau mengirimkan Anggur Bunga Persik terbaik dari gudang pribadinya. Katanya ini sangat bagus untuk memulihkan energi.”

“Sampaikan terima kasihku pada Selir Agung,” jawab Swan, senyumnya sama palsunya. “Beliau sangat perhatian.”

“Yang Mulia Selir Agung berharap Anda menikmatinya selagi hangat,” tambah kasim itu, matanya mengawasi Swan, seolah menunggu untuk melihatnya menuang anggur itu.

“Tentu saja,” kata Swan. Ia memberi isyarat pada Bi Lan untuk mengambil nampan itu. “Bi Lan, tolong tuangkan untukku.”

Saat Bi Lan mengangkat poci giok itu, Swan diam-diam mengamati. Poci itu tidak berat, isinya mungkin hanya cukup untuk dua atau tiga cawan. Tapi saat Bi Lan menuangkannya, sebuah aroma samar yang aneh tercium, menyatu dengan wangi manis buah persik. Aroma yang sangat tipis, nyaris tak terdeteksi. Aroma bunga oleander pahit. Sejenis racun yang bekerja perlahan namun mematikan jika dikonsumsi secara teratur.

Guru Wen pernah membuatnya menghafal ratusan jenis racun dan penawarnya. Pelajaran yang dulu ia anggap membosankan kini terasa sangat berguna.

“Silakan diminum, Nona,” desak kasim itu, senyumnya semakin lebar.

Swan mengangkat cawan itu, membawanya mendekati bibirnya. Ia bisa merasakan tatapan tajam kasim itu dan kewaspadaan Bi Lan yang menahan napas. Ia akan berpura-pura meminumnya sedikit saat sebuah ide yang lebih baik, lebih dramatis, melintas di benaknya. Ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk mengirim pesan balik.

“Ah,” keluh Swan tiba-tiba. Tangannya yang memegang cawan mulai gemetar hebat. Ia menjatuhkan cawan itu kembali ke atas nampan dengan bunyi denting yang keras. Anggur berwarna merah muda itu tumpah, menggenangi nampan pernis.

“Nona! Ada apa?” pekik Bi Lan panik, memainkan perannya dengan sempurna.

“Kepalaku… kepalaku pusing sekali,” erang Swan, satu tangannya memegangi pelipisnya. Wajahnya sengaja ia buat sepucat mungkin. “Penglihatanku… kabur.”

“Ada apa ini?” tanya kasim itu, kepanikan yang tulus kini terlihat di wajahnya. Kalau selir baru ini mati setelah menerima hadiah dari majikannya, dia yang pertama akan dicurigai.

“Aku gak tahu!” Swan terengah-engah, tubuhnya merosot di kursi. “Tiba-tiba saja… rasanya seperti ada ribuan jarum yang menusuk kepalaku. Aduh!” Ia mengerang kesakitan, matanya terpejam erat.

“Bi Lan, cepat!” perintah Swan dengan suara lemah. “Buang… buang anggur itu! Baunya… baunya membuatku mual!”

“Baik, Nona! Baik!” Bi Lan dengan sigap mengambil nampan itu, hampir berlari ke arah pintu.

“T-tunggu!” cegah kasim itu. “Jangan dibuang! Mungkin… mungkin bisa diperiksa oleh tabib!”

“Tabib?” Swan membuka sebelah matanya, menatap kasim itu dengan tatapan tajam. “Kau pikir aku diracun? Kau menuduh majikanmu sendiri, Selir Agung, mencoba membunuhku?”

Wajah kasim itu langsung pucat pasi. “Ti-tidak! Tentu saja tidak, Nona! Bukan itu maksud hamba!”

“Kalau begitu kenapa harus diperiksa?” desak Swan. “Ini jelas alergi! Aku pasti alergi dengan bunga persik! Aku tidak pernah tahu sebelumnya!” Ia kembali mengerang. “Sudah, bawa pergi anggur itu! Aku tidak mau melihatnya lagi! Dan katakan pada Selir Agung, aku sangat menghargai perhatiannya, tapi sepertinya aku tidak akan bisa menerima hadiahnya lagi di masa depan!”

Dengan gemetar, kasim itu membungkuk dan bergegas pergi, jauh lebih cepat dari saat ia datang.

Di kejauhan, tersembunyi di balik pohon ginkgo tua di taman seberang, sesosok bayangan berpakaian hitam menyaksikan seluruh sandiwara itu. San Long melihat kasim itu datang dengan angkuh, dan melihatnya pergi dengan panik. Ia melihat Swan menjatuhkan cawannya. Ia tidak bisa mendengar percakapannya, tapi ia cukup cerdas untuk menyatukan kepingan-kepingan teka-teki itu. Rubah tua itu telah bergerak. Dan mangsanya, ternyata, jauh lebih licik dari yang ia duga.

Malam itu, paviliun Swan sunyi senyap. Ia duduk di depan jendela yang terbuka, membiarkan angin malam mendinginkan kulitnya. Jantungnya masih berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya. Ia nyaris mati hari ini. Permainan ini bukan lagi soal informasi dan intrik. Kini, permainan ini soal nyawa.

Ia merasakan sebuah gerakan di sudut matanya. Sebuah perubahan kecil dalam bayang-bayang di kamarnya. Jantungnya melompat ke tenggorokannya. Ia berbalik dengan cepat, tangannya langsung meraih jepit rambut perak yang tajam di atas meja riasnya.

Sesosok tubuh tegap melangkah keluar dari kegelapan di dekat lemari pakaiannya. Wajahnya yang tampan tampak keras di bawah cahaya bulan yang tipis.

“Lain kali,” desis Pangeran San Long, suaranya sedingin es di tengah keheningan. “Pastikan alergi pura-puramu tidak terlihat begitu meyakinkan. Kau nyaris membuatku memanggil tabib kekaisaran sungguhan.”sindir Pangeran.

1
Yunita Widiastuti
tahta...oh ...tahta..
Yunita Widiastuti
🌹💪💪💪
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: gift. maaf typo
total 2 replies
Ita Xiaomi
Cara aman menghilangkan bukti.
Eskael Evol
luar biasa
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: Terima kasih kakak bintang limanya. jangan bosan baca karya karya author yang ongoing ya...🌹🥳🙏😄
total 1 replies
Eskael Evol
cerita nya sangat bagus
trmkash thor good job👍❤
Ulla Hullasoh
terlalu ingin tau xin jd membahayakan orang lain
Jeffie Firmansyah
awal cerita yg mantap 💪
Wiji Lestari
penasaran💪
Wiji Lestari
💪💪
Eskael Evol
keren trmksh thor👍❤
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: 🙏🙏🥳Terima kasih kakak. semua dukungan kakak sungguh berharga buat author. Terima kasih🙏
total 1 replies
Eskael Evol
keren cerita nya smg ttp seru hingga ahir👍
Eskael Evol
bisa nggak ya nama² pemeran pakai nama biasa aja biar gak ribet dan bingung, sayang cerita bagus tapi malas baca nya
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: maaf. akan saya perhatikan selanjutnya. Terima kasih untuk masukannya. 🙏🙏
total 1 replies
Ulla Hullasoh
karya yang bagus Thor.....🥰
Ulla Hullasoh
akhirnya selamat...sampe tarik nafas 👍
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: Terima kasih kak. udah mampir di cerita author. semoga suka. boleh klik napen author untuk pilih novel author yang lain. berbagai genre juga.
jangan lupa subscribe, like, komen, gift, vote dan klik bintang limanya. Terima kasih dukungan para pembaca setia sangat berharga buat author. lope lope sejagat... 🥳🌹😍🙏
total 1 replies
Ita Xiaomi
Demi kelangsungan hidup Kasim Li😁
Arix Zhufa
ku kira MC cewek nya kuat...ternyata
Arix Zhufa
cerita awal nya bagus tp setelah baca sampe bab ini alur nya bertele tele
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: Terima kasih masukannya. Akan saya perhatikan kembali. 🙏🌹
total 1 replies
Arix Zhufa
sampe di bab ini MC cewek nya keren
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: semangat bacanya ya kak. thx all.🌹🥳🙏
total 1 replies
Arix Zhufa
bab 2 aja udh keren
Arix Zhufa
mampir thor
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: Terima kasih kakak. semoga suka ya. masih banyak kisah author yang lain. bisa klik aja napen author dan pilih kisah kisah author yang mana yang suka boleh dibaca. Jangan lupa subscribe, like, komen, gift, vote dan klik bintang limanya thx u. lope lope sejagat😍🥳🌹🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!