Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 28 - suka.
Kesepakatan untuk saling terbuka antara keduanya mulai terjalin. Tidak menunggu waktu lama setelah malam itu, pemuda yang awalnya ingin menutupinya dulu dengan terang-terangan memuntahkan cerita ini itu. Termasuk alasan mengapa dirinya baru mengajak sang gadis ke rumah.
Srash.. cetes.. cetess..
Melirik punggung seorang gadis yang berkutat akan piring cucian, Sinan lantas mengambil langkah mendekat. Menunduk dan memeluk tubuh mungil tersebut dari belakang. Mendekat dan berbisik serak.
"Sayang gausah, astaga.. dasar bandel." Katanya. Melarikan telapak tangannya yang besar untuk menangkap pergerakan si gadis.
Yang ditegur hanya terdiam. Membiarkan pemuda jangkung yang tampak begitu gagah dalam balutan kaos santai dan rambut acak-acakan itu memegang pinggangnya, menuntun dia untuk melangkah dan duduk.
"Gausah tapi elo ngerjain." Berkomentar. Gantian menatap Sinan yang mengambil alih tugasnya tadi. Sempat berpikir sebelum melanjutkan. "Dan kenapa main asal panggil gitu coba. Orang-orang bisa salah paham."
"Salah paham apa." Sahut si pemuda tanpa menoleh. Menyelesaikan kegiatannya dan mengeringkan tangan. Lantas melangkah mendekat. Ikut bergabung dengan Dinya.
"Ya salah paham. Masa lo main sembarang panggil sayang ke orang." Mengingat-ingat lagi. Merasa bodoh karena baru menyuarakan sekarang. "Dan bukan cuma itu, lo juga suka main asal sentuh."
Pelaku hanya mendengarkan. Menatap wajah datar dari gadis yang sedang duduk berhadap-hadapan dengannya. Sepertinya Dinya lupa akan kedekatan mereka yang memang sudah terjalin sejak keduanya baru pertama kali bertemu.
Berbicara tentang salah paham, apa yang harus disalah pahami dari kedekatan mereka yang sudah sejelas ini.
"Gue emang kurang tau dan sama sekali belum berpengalaman. Gimana cowo populer memperlakukan banyaknya cewe di sekitarnya, panggilan yang harusnya cuma terdengar biasa." Berhenti. Memindai apa raut yang ada di wajah tampan tersebut. Menyipitkan mata dan melanjutkan.
"Terserah kalau setelah ini lo mau ngatain gue bocah sok, tapi menurut gue.. ini bukan perlakuan yang bisa lo tunjukin dengan seenaknya tanpa status yang jelas dulu."
Masih menyimak ujaran sang gadis. Dirinya bersyukur karena gadis datar itu sudah mulai bisa lebih banyak mengutarakan apa yang dirasakannya. Setidaknya sebelum si gadis menyinggung persoalan status.
"Cantik, mau jadi pacar aku g-."
"Gak."
Langsung terkekeh hambar. Menatap Dinya bingung sekaligus gemas. Ingin rasanya menghukum gadis nakal bin tidak jelas itu.
"Gue bukan lagi ngebahas tentang kita, tapi tentang diri lo yang gak seharusnya asal panggil dan sentuh cewe." Berkilah. Rupanya sama sekali belum paham situasi.
"Yang main sentuh dan asal panggil cewe juga siapa, astaga.. orang aku gininya cuma ke kamu." Kata Sinan. Mengangkat tangannya untuk mengacak gemas pucuk kepala si gadis. Mengigit bibir sendiri sebelum berujar. "Polos banget, gak ngerti ngerti.. pengen aku telen aja rasanya."
Rupanya membuka diri bukan tindakan yang bisa membuat si gadis berpikir akan hubungan mereka. Bagaimana dirinya memberitahukan dan menceritakan sesuatu yang orang lain tidak pernah tau, rahasianya, bagaimana ia memandang dunia sebelum gadis itu datang, bahkan mimpi aneh yang datang pada setiap malamnya, dan masih banyak lagi.
"Aku sayang ke kamu sampai rasanya mau mati, bahkan aku selalu nahan diri buat gak terus-terusan nempel ke kamu." Menatap penuh si gadis. Mengambil tangan mungilnya untuk dikecup. Lalu tersenyum hangat. "Udah sejelas ini, cinta. Kalau kamu masih gak paham.. mending aku nangis aja."
"Suka gue ta." Terkekeh. Membalas tatapan pemuda itu sebelum menarik tangan dan mengangkat bahu. "Gue pikir lo eman-"
"Gak ada." Memotong. Menyandarkan diri sambil masih menyapu wajah manis tersebut. Berujar mutlak. "Aku gini cuma ke kamu. Titik gak pake koma, pakenya cinta."
Begitulah kira-kira percakapan mereka selama kurang lebih dua harian tinggal bersama di rumah pihak lelaki. Itupun di malam terakhir sang gadis tinggal, gadis itu harus diculik oleh bibi yang dengan excited menanyakan dan mengoceh ini itu. Membuat Sinan merengek bak bayi namun pada akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa.
Tap..
Tap..
"Morning my love, my future wife, my future girlfriend, pokoknya my my. Ahaha~ jadi gimana, berantakan gak kos kamu." Sambut pemuda itu penuh semangat. Muncul disamping loker si gadis, berniat menganggeti. Namun tentu tak mempan.
Setelah mengantar Dinya tadi subuh mereka memang sempat berpisah. Sebenarnya ia ingin tinggal, tapi si gadis sama sekali tak memperbolehkannya untuk itu. Mungkin alasannya adalah karena Sinan yang mendapatkan giliran sebagai pengawas bagi para petugas upacara.
Srak.
"Nanti sepulang sekolah aku mampir, sekalian bantu kamu beres-beres." Katanya. Merebut tas si gadis untuk ia bawa. Menggandeng Dinya. "Hm hm hmm.."
Keduanya lantas berjalan menuju kelas. Sementara Sinan tertawa dan membalas sapaan para murid, pihak lainnya yang sudah terbiasa hanya terdiam. Tetapi ketika melewati kelas mereka yang dulu, langkah salah satunya malah terhenti.
"Kenapa cinta." Lembut si pemuda.
"Dia gak kena scors ta." Menyahut. Melirik dingin pada Max yang menyeringai sembari menatap penuh mereka dari bangkunya. Lantas lanjut berjalan. "Firasat gue buruk."
Itu memudarkan senyum Sinan. Ikut melirik arah pandang sang gadis, mengetatkan rahang. Suasana hatinya mendadak tidak baik. Tiba-tiba merasa sesak dan panas.
"Sabar." Berkomentar. Mengeratkan tautan, dan sesampainya pada tempat yang mereka tuju. Masuk begitu saja. Menuntun si pemuda yang panas dada di belakangnya.
"Ngape die.." ikut berkomentar. Mengamati dua orang yang baru masuk. Bangkit dan mengambil langkah menghampiri. Tersenyum cerah. "Pagi mut imutt~"
Tersenyum santai pada gadis berpita pink yang selalu ceria dan hangat. Membiarkan Sinan merangkulnya, menempatkan dagu pada pucuk kepalanya. Sebegitu murung.
"Cowonya kenapa mut, sawan dia." Menarik kursi. Bergabung dengan kedua orang itu santai. Tertawa ketika mendapati Dinya mengangkat bahu. "Kasian si imutnya ak-"
"Pagi-pagi udah kek orang kebelet berak." Judes Jack yang ikut nimbrung. Dengan terang-terangan melayangkan lirikan menghujat pada seseorang yang sedang manyun. "Dikira lucu kali begitu, bencong."
Yang dicerca balas melirik. Menatap Jack penuh dendam sebelum menarik lebih banyak kursi dari barisan meja belakang. Langsung berbaring ketika si kursi telah tersusun. Paha Dinya sebagai bantalan.
"Malah turu anjing." Kata Jack semakin murka. Menutup mulut ketika sadar bahwa tadi kelepasan berkata kasar. Melirik Dinya. Berujar penuh nasehat. "Jangan di tiru."
Waktu melompat ketika bell pengumuman berbunyi dan para murid segera baris dilapangan. Bersiap melakukan upacara bendera pada hari Senin. Selayaknya biasa.
"Mut, bedak aku luntur gak.." berbisik. Mengipasi gadis pendek di sebelahnya. Mengangkat pandangan untuk menatap seorang pemuda jangkung yang berjaga di belakang para petugas.
"Disamping udah ada cogan, masih ae ngelirik yang lain." Berkomentar. Segera mengklarifikasi tatapan bingung yang dua orang gadis itu layangkan. "Gue kesini buat jaga kalian. Gak perlu berterima kasih."
Lilie memutarkan bola mata. Jelas ia tahu alasan pemuda gila penampilan itu ke belakang adalah karena takut gosong.
Belasan menit kemudian berlalu. Dan ketika pengumuman bahwa upacara telah selesai terdengar, para murid segera menghambur barisannya. Tidak sepenuhnya bubar karena mic si pembawa masih on. Pertanda masih ada yang ingin disampaikan. Selalu saja.
"Cintaku kepanasan gak." Kata Sinan. Tiba-tiba muncul di belakang mereka. Menyapu keringat si gadis dengan tisu.
"Cinta pala bapak kau." Sambar Jack langsung. Bahkan sebelum dirinya menoleh.
Ketidaksukaan yang begitu kentara ditunjukkan tak membuat si korban gentar. Malahan dengan dagu terangkat cuek Sinan meminjam kipas pink ditangan Lilie, mengangkat kipas tersebut dan mengipas-ngipaskan nya pada si gadis datar.
"Udah sweet lagi ni ye~" goda Lilie. Sedikit menepi untuk berdiri disamping Jack. Membiarkan mereka. Lantas mendengarkan santai apa yang si pembawa sampaikan.
"Tadi aku ngeliatin kamu lama, tapi kamunya sama sekali gak ada ngeliatin aku balik." Kata Sinan. Menyapu keringat di dahi si gadis dengan punggung tangan. Lalu terkekeh. "Poninya jadi berantakan, gemes."
"Gue tadi full merem, silau jir." Sahutan yang langsung menciptakan kekehan geli dari sang pemuda. "Kenapa, gue cuma jujur."
Menggeleng. Menyorot penuh si gadis dengan kekehan yang masih mengudara. Ia begitu merindukan Dinya, setelah tadi terpisah belasan menit lamanya. Antara ujung lapangan dan ujung satunya lagi. Terlalu berjarak. Betapa menyiksa.