Di negeri Amarasana, tempat keajaiban kuno disembunyikan di balik kehidupan sederhana, Ghoki (17), seorang anak pemancing yatim piatu dari Lembah Seruni, hanya memiliki satu tujuan: mencari ikan untuk menghidupi neneknya.
Kehidupan Ghoki yang tenang dan miskin tiba-tiba berubah total ketika Langit Tinggi merobek dirinya. Sebuah benda asing jatuh tepat di hadapannya: Aether-Kail, sebuah kail pancing yang terbuat dari cahaya bintang, memancarkan energi petir biru, dan ditenun dengan senar perak yang disebut Benang Takdir.
Ghoki segera mengetahui bahwa Aether-Kail bukanlah alat memancing biasa. Ia adalah salah satu dari Tujuh Alat Surgawi milik para Deva, dan kekuatannya mampu menarik Esensi murni dari segala sesuatu—mulai dari ikan yang bersembunyi di sungai, kayu bakar ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusup Nurhamid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Badai Pasir dan Penanda Esensi
Perjalanan melintasi gurun Kaelinore adalah ujian ketahanan yang brutal. Gurun ini jauh lebih panas daripada Gurun Tandus Amarasana, dan batu-batu di sini memancarkan Esensi Kekerasan dan Ketidaknyamanan yang aktif—warisan dari Magister Tanah Kaelinore.
Fitria, meskipun lelah, menggunakan Esensi Angin Stabil untuk menciptakan koridor udara yang sejuk di sekitar mereka. Kaelen membawa sebagian besar perbekalan, sementara Lysandra terus mengawasi bayangan yang terdistorsi oleh panas.
Ghoki, fokus pada Aether-Kail, terus memancing Esensi Kecepatan dari angin gurun yang tidak berbahaya untuk mempercepat langkah mereka, dan sesekali menggunakan Esensi Air Murni dari Botol Kehidupan di Gada Takdir untuk memulihkan energi mereka.
Perburuan Esensi
Pada sore hari kedua, Visio-Sonar Ghoki berteriak: Esensi Badai Pasir yang masif datang dari utara. Itu bukan badai alam.
"Itu Esensi Kemarahan Alam yang dimanipulasi!" teriak Ghoki, tangannya meremas kail. "Ada yang mengarahkan badai itu ke kita!"
"Magister Tanah," gumam Kaelen, melindungi matanya dari debu yang mulai berterbangan. "Mereka mencoba mengubur kita atau mengusir kita kembali ke Amarasana."
Fitria mengangkat tangannya, mencoba melawan badai. "Aku tidak bisa menghentikan badai yang sudah terbentuk. Kekuatan Alam Kaelinore terlalu kuat."
Ghoki harus bertindak cepat, menggunakan pengetahuan Kanon Takdir. Ia tahu ia tidak bisa melawan Esensi Tanah secara langsung (itu adalah kekuatan yang berlawanan dengan Esensi Udara/Eter miliknya).
Ia meraih Aether-Kail dan mengarahkan ke inti badai.
Aku memancing... Esensi Kelemahan pada Esensi Tanah Kaelinore!
Ghoki menarik. Ini adalah tarikan yang berisiko, mencari retakan dalam Esensi yang begitu padat. Ghoki merasakan Benang Takdirnya menemukan titik lemah—Esensi Kerapuhan Kristal—di jantung badai.
Saat ia menarik, badai pasir itu tidak berhenti, tetapi berubah. Badai itu menjadi badai Kristal Halus yang indah, yang meskipun masih keras, tidak lagi mengubur mereka, melainkan mengalir di sekitar mereka seperti air, tidak melukai mereka.
"Kau mengubahnya menjadi sesuatu yang rapuh, Ghoki!" seru Lysandra takjub. "Itu kejeniusan pemancing!"
Mereka berhasil melewati badai kristal itu, tetapi mereka tahu mereka meninggalkan jejak yang jelas.
Penanda Esensi dan Agen Aralia
Saat badai berlalu, Ghoki kembali memancing lokasi Gua Kristal Abadi dan agen Aralia.
Visio-Sonar menunjukkan gua itu hanya setengah hari perjalanan lagi. Tetapi ada masalah baru. Ghoki melihat Penanda Esensi yang terang, berkilauan seperti api hijau, diletakkan di berbagai titik di sepanjang jalan menuju gua.
"Mereka tahu kita datang," kata Ghoki, menunjuk ke salah satu penanda. "Agen Aralia telah menanamkan Penanda Esensi di gurun. Jika kita melewati penanda itu, mereka akan tahu persis waktu kedatangan kita."
"Kita harus menghindarinya," kata Kaelen.
"Tidak mungkin," balas Lysandra. "Penanda ini sangat banyak. Kita akan membuang waktu berharga."
Fitria memeriksa Penanda Esensi itu dengan keahliannya. "Penanda ini diprogram untuk merespons gangguan Esensi yang kuat—seperti Gada Takdir-mu, Ghoki."
Ghoki memegang Aether-Kail. Ini adalah momen untuk menggunakan pengetahuan Kanon Takdir tentang Ilusi Waktu yang ia serap dari Lonceng Gema dan Tongkat Ilusi.
"Kita tidak akan menghancurkannya, dan kita tidak akan menghindarinya," kata Ghoki dengan senyum licik. "Kita akan mengelabui mereka."
Ghoki meletakkan Gada Takdir di tanah. Ia memancing Esensi Ilusi Kecepatan ke sekelompok batu kecil di depannya.
Aku memancing... Ilusi Kecepatan Tinggi pada batu-batu itu!
Ghoki menarik, dan batu-batu kecil itu tiba-tiba meledak dengan Esensi, melesat melewati Penanda Esensi itu dengan kecepatan tinggi. Penanda itu langsung menyala, mengirimkan sinyal palsu ke Magister Aralia.
"Mereka akan mengira kita sudah tiba di gua!" seru Kaelen, menyadari rencana Ghoki.
"Benar," kata Ghoki. "Mereka akan mengerahkan pertahanan mereka, mengantisipasi serangan frontal yang sudah terjadi. Kita akan memiliki celah waktu yang krusial untuk menyelinap masuk sebelum mereka menyadari tipuan kita."
Mereka bergerak cepat ke arah Gua Kristal Abadi, yang kini menjadi pusat dari Esensi Kekacauan dan Intervensi.
Ghoki, didukung oleh Kanon Takdir, semakin percaya diri. Ia tidak hanya bereaksi; ia menenun skenario. Namun, ia tahu di dalam Gua Kristal Abadi, ia akan menghadapi sesuatu yang lebih kuat daripada sisa-sisa sekutu Varun.
Di sana, di antara kristal yang memancarkan Esensi Kuno, menunggu agen utama Aralia—makhluk yang ditugaskan untuk mengamankan Mata Para Deva.