Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 : Kamu…bisa bicara?
Lian Hua sontak menoleh ketika suara lantang itu menggema. Namun tak sempat bernapas, matanya membesar, seekor hewan raksasa muncul dari arah pintu. Bulunya hitam legam, lebat dan berkilau di bawah cahaya, matanya kuning tajam seperti pisau yang siap menebas.
Pengawal di sisinya buru-buru memberi peringatan, “Minggir! Rui An sedang dalam amarah besar.”
Namun Lian Hua tidak bergeser. Ia justru berdiri tegak, menatap makhluk itu lekat-lekat. Dalam kehidupan sebelumnya, ia pernah melihat serigala… tapi tak pernah sebesar ini. Ada sesuatu yang menggelitik rasa penasarannya.
Ia sedikit mengangkat dagu, dan anehnya, Rui An menirukannya... dagu terangkat, pandangan tajam. Lalu lolongan panjang keluar dari tenggorokannya, menggema di aula hingga membuat Xin Yi refleks menggenggam tangan Rui Feng.
Rui Feng menatap Lian Hua dengan jengkel, seolah tak percaya pada kebodohan yang sedang disaksikannya.
“Dia pikir apa? Berdiri di hadapan hewan yang tak pernah jinak… itu sama saja mengundang kematian.”
Yi Chen hanya memberi lirikan singkat pada Lian Hua, lalu melangkah maju hendak menariknya pergi. Namun langkahnya terhenti saat melihat wanita itu melipat kedua tangan di dada, mengangkat sebelah alis.
Suara Lian Hua terdengar datar namun menusuk, “Apa yang kau inginkan? Menggigit? Merobek? Atau mencabik-cabikku?”
Tatapan Rui An semakin tajam, geramannya bertambah berat, udara di sekitarnya seperti menegang.
Rui Feng memicingkan mata. “Kau pikir dia mengerti ucapanmu?” ejeknya.
Lian Hua malah maju selangkah. Pengawal di belakangnya bersuara cemas, menyuruhnya mundur. Ia tak menggubris. Tangannya terulur perlahan, ingin menyentuh kepala serigala itu.
“Permaisuri Lian Hua, jangan mendekat.”
Rui An sontak mundur, ototnya menegang, siap menerjang. Namun Lian Hua berkata tenang, nyaris seperti bisikan yang memotong udara tegang,
“Yang terkuat… akan tampak seperti pengecut jika membunuh yang lemah.”
Rui An menatap tangan Lian Hua yang terulur, tangan kurus dan pucat, seperti rapuhnya ranting kering. Dalam satu gigitan, ia bisa mematahkan tulang itu. Tatapannya tajam, namun ada sesuatu yang menahan langkahnya.
Dengan gerakan lambat, Rui An maju. Nafas panasnya menyapu jemari Lian Hua, membuat beberapa pengawal di sekitar menegang. Dua orang di antaranya segera datang membawa tali, siap mengikat lehernya.
Namun Lian Hua mengangkat tangan satunya, gerakannya tenang tapi tegas. sebuah perintah bisu agar mereka mundur. Pengawal itu saling pandang, ragu, namun akhirnya berhenti.
Rui An menurunkan kepalanya, mendekatkan hidung ke telapak Lian Hua, mengendus dengan napas berat. Hening. Tegangan udara membuat detak jantung semua orang terdengar nyaring.
Mulut besar itu terbuka.
“Dia akan menggigitnya!” seru Rui Feng, nadanya setengah panik.
Namun yang terjadi justru kebalikannya, lidah hangat Rui An menyapu telapak tangan Lian Hua sekali, lalu hewan itu perlahan duduk di hadapannya, mata kuningnya masih mengunci pandangan.
Senyum tipis terbentuk di bibir Lian Hua. Ia mengusap kepala besar itu dengan lembut, jarinya menyelusup di antara bulu hitam pekatnya yang lembut namun kuat.
“Iblis yang pintar,” bisiknya, nyaris terdengar seperti pujian.
Rui An berdiri tegak kembali, bulunya berguncang ringan saat ia mengibaskan kepala. Lolongannya membelah udara, nyaring dan berat, namun kini sorot matanya tak lagi setajam pisau, ada sesuatu yang lebih tenang, meski tetap liar.
Lalu… sebuah suara samar terdengar, entah dari mana, merambat di telinga Lian Hua. “Sesuatu yang serupa tak pantas mengucapkan hal seperti itu… pada sesamanya.”
Lian Hua terpaku. Matanya berkeliling menelusuri ruangan, mencari siapa yang bicara, namun semua pandangan tertuju padanya, heran, waspada, sebagian bahkan ketakutan. Tidak ada mulut yang bergerak.
Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas, seperti berbisik langsung di telinganya. “Apa yang kau cari… ada di hadapanmu.”
Jantung Lian Hua berdetak kencang. Ia mundur satu langkah, napasnya memburu. Pandangannya terhenti pada Rui An, serigala besar itu menatap balik dengan tatapan yang… hampir seperti manusia.
Lian Hua menelan ludah, lalu tangannya terangkat, menunjuk gemetar ke arahnya.
“Kamu… bisa bicara?” suaranya pecah, campuran antara keterkejutan dan ketidakpercayaan.
Beberapa pengawal saling pandang bingung, tidak mengerti maksudnya. Tapi Rui An hanya menatapnya tanpa berkedip, seakan menunggu reaksi selanjutnya.
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂