Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17: Kartu Undangan
Suasana di ruang pribadi itu tiba-tiba hening. Bahkan seekor lalat pun tidak berani mengepakkan sayapnya dan menimbulkan suara.
Dunia seperti berputar di antara Pei Yuanjing dan Shu Yue. Mata mereka menatap satu sama lain, seolah tengah menyelami isi pikiran masing-masing.
Pei Yuanjing sedang tenggelam dalam pikirannya. Pertanyaan barusan mengorek kembali ingatan lama akan sekuntum bunga yang sudah lama jatuh dari tangkainya, layu dan mati.
Di dunia ini tidak ada lagi yang berani menyebut nama itu secara langsung di depannya. Karena hanya dengan mendengarnya saja, itu bisa membangkitkan penyesalan paling dalam akan keterlambatan yang telah terjadi dan tidak mungkin ditebus kembali.
Melihat reaksi Pei Yuanjing, Shu Yue menebak dengan tepat. Ekspresi wajah Pei Yuanjing memberitahukan kebenarannya.
Pria ini memang membawa jasadnya. Namun, pertanyaan paling mendasar dalam hatinya tetap belum terjawab. Pei Yuanjing masih belum menjawabnya secara langsung.
“Kalau aku bilang tidak kenal, apakah Nona Keempat akan percaya?”
“Menurut Yang Mulia?”
Pei Yuanjing terkekeh. Suasana berangsur-angsur mencair. Dari semua pertanyaan yang ada di dunia, Shu Yue malah menanyakan soal yang berusaha dia hadapi mati-matian itu. Pei Yuanjing tidak merasa aneh.
Sejak melihatnya memilih memutar balik arah kereta dibandingkan lewat di depan kediaman Adipati Muda Ling, dia sudah merasa gadis ini pasti tidaklah sederhana. Dia punya semacam kebencian yang terpancar dari sorot matanya.
“Kalau begitu, biar aku yang bertanya padamu. Shu Yue, apakah kau adalah Shu Yue, putri keempat Shu Yantang?”
“Jika aku bukan Shu Yue, lantas siapa aku?”
Susah payah Shu Yue menjaga ekspresinya. Pei Yuanjing tidak akan bisa percaya dengan mudah jika menemukan suatu celah.
Gerakannya beberapa hari ini pasti sudah membuat Pei Yuanjing waspada. Namun, siapa yang dapat membuktikan bahwa dia bukanlah Shu Yue yang sesungguhnya?
Wajahnya, tubuhnya, identitasnya, semuanya adalah Shu Yue. Selain dirinya sendiri, tidak ada orang lain yang akan mengenalinya. Pei Yuanjing meskipun ragu, dia akan dipaksa harus percaya bahwa Shu Yue memanglah Shu Yue.
Raut wajah Pei Yuanjing menampilkan sebuah kelegaan sekaligus kekecewaan yang entah dari mana asalnya. Hatinya selalu berkata bahwa gadis di depannya, yang mengaku merupakan Shu Yue sedang menyembunyikan sesuatu. Ia sudah mencari tahu tentangnya, mencari tahu masa lalunya dan bagaimana hidupnya berlalu di pedesaan selama belasan tahun.
Bagaimana mungkin seorang gadis lugu yang polos dan tidak bisa melawan kehendak para senior keluarga berubah menjadi begitu pemberani dan bersinar?
Tapi tidak peduli seragu apapun dia, dia tak pernah menemukan jawaban. Orang yang percaya mungkin akan mengira gadis ini sudah tercerahkan.
“Ruan Shu Yue adalah mantan istri dari Adipati Muda Ling. Tidak aneh jika aku mengenalnya,” ucap Pei Yuanjing.
Tapi, mengapa aku tidak mengenalmu? Shu Yue bertanya-tanya pada hatinya sendiri.
Sosok Pangeran Xuan, Pei Yuanjing di masa lalunya begitu samar dan bias. Beberapa kali pernah bertemu di perjamuan istana yang diadakan Kaisar Tua untuk para pejabat. Namun, Shu Yue tidak pernah benar-benar memperhatikannya.
Apa yang dimiliki Ruan Shu Yue hingga membuat Pei Yuanjing membawa pergi jasadnya dari kediaman Ling Baichen?
Tapi tunggu sebentar. Mantan istri? Apakah Pei Yuanjing ingin mengatakan Ruan Shu Yue telah berpisah dengan Ling Baichen sebelum mati? Atau, apakah dia tidak pernah menganggap pernikahan itu ada?
“Ah, benar juga. Yang Mulia adalah Pangeran Pemangku, tentunya mengenal istri beberapa pejabat pengadilan. Tidak terkecuali istri Adipati Muda Ling.”
“Jangan menyebut bajingan itu di depanku.”
“Apakah Yang Mulia punya konflik dengannya?”
“Konflik? Apakah dia layak untuk diingat olehku? Aku hanya tidak suka melihat seorang pejabat bertindak semena-mena terhadap keluarganya sendiri. Bagaimana denganmu? Mengapa kau bertanya tentang Ruan Shu Yue?”
Pei Yuanjing menyangkal kenyataan bahwa dia mengenal Shu Yue. Dia kenal, bahkan sangat kenal.
Hanya saja perkenalan itu bukanlah sesuatu yang bisa diingat oleh Ruan Shu Yue. Pei Yuanjing hanya bisa melihatnya sebagai bayang-bayang yang perlahan memudar dan menghilang.
“Kalau dibicarakan, sungguh sebuah kebetulan. Sejak kecil aku dibesarkan di pedesaan Dingzhou dan sesekali pergi ke kota untuk membeli persediaan makanan saat pasokan makanan dari kediaman belum tiba. Aku pernah bertemu dengan Nona Ruan yang sedang berkeliling memeriksa bisnis bersama ibunya. Aku termasuk temannya juga.”
Pei Yuanjing seketika terdiam. Di dunia ini, ternyata Ruan Shu Yue juga masih punya teman lain selain Lin Muyang.
Pei Yuanjing tidak pernah mendengar kalau Ruan Shu Yue berteman dengan Nona Keempat Keluarga Shu. Namun meski aneh, itu juga bukan hal yang mustahil.
Keluarga Shu yang bersih pernah membela Keluarga Ruan yang musnah dengan kasus yang tidak bisa dipecahkan. Anak perempuan dari kedua keluarga itu justru pernah menjadi teman saat dalam pengasingan. Jika Shu Yue tidak mengatakannya hari ini, mungkin sampai kapan pun dunia tidak akan tahu bahwa Ruan Shu Yue tidak benar-benar sendirian.
“Teman?”
“Ya.”
“Pantas saja.”
Pantas saja gadis ini memiliki mata yang dipenuhi kebencian terhadap kediaman Ling Baichen. Sebagai sesama wanita, dia tahu bahwa tidak mudah untuk hidup dan menikah dengan pilihan sendiri.
Sayangnya, ketulusan itu malah dibayar dengan harga yang sangat mahal, sampai harus merenggut nyawanya. Siapapun yang punya otak normal akan marah jika mengetahui kebenarannya.
“Lalu apakah kau tahu gadis yang kau selamatkan adalah pelayannya?”
Shu Yue pura-pura terkejut. Tak mungkin dia mengatakan sudah tahu, karena dia yang dulu tidak pernah menginjakkan kakinya di Jingdu sejak diasingkan, lebih tidak mungkin mengetahui urusan kediaman orang lain dan siapa saja orang-orang yang ada di dalamnya.
“Benarkah? Mengapa Yang Mulia tahu?”
“Ruan Shu Yue selalu membawanya setiap kali menghadiri perjamuan istana.”
“Jadi begitu.”
Pei Yuanjing mengeluarkan sesuatu dari dalam jubahnya. Sebuah kertas berwarna merah kemudian disimpan di meja. Tangan yang sudah banyak menuliskan keputusan itu kemudian bergerak menggeser kertas tersebut, menempatkannya di dekat cangkir teh Shu Yue.
“Apa ini?”
“Undangan perjamuan. Keponakanku berulang tahun dalam tiga hari. Dia ingin kau hadir. Dengan undangan itu, kau bisa langsung masuk istana tanpa perlu melapor.”
Kedua orang tua Shu Yue juga akan hadir. Karena perjamuan itu adalah jamuan ulang tahun, maka yang diundang adalah para pejabat tinggi serta keluarga mereka.
Jika Kaisar sudah berusia dewasa, perjamuan itu juga bisa digunakan untuk melihat dan memilih gadis yang akan dijadikan selir atau istri. Tapi karena Kaisar masih kecil, maka jamuan ulang tahun akan menjadi jamuan makan untuk melihat ada berapakah menteri setia di bawah Kaisar.
Shu Yue mengambil undangan tersebut. Perjamuan ulang tahun Kaisar, mungkin adalah kesempatan bagus untuknya.
Pada hari itu, Ling Baichen dan Shen Jia juga pasti hadir. Istana yang biasanya sepi karena harem kosong mungkin akan ramai seharian. Karena ada begitu banyak orang, maka dia akan memanfaatkannya untuk melanjutkan pembalasannya.
Api dalam hatinya menyala. Setelah Shen Jia masuk kediaman, Ling Baichen selalu membawanya ke setiap perjamuan. Pria itu dengan tidak tahu malu memamerkan selirnya dan membuat istri sahnya direndahkan.
Bahkan tidak jarang dia mengabaikan kebenaran saat Shu Yue difitnah oleh sekelompok orang sekutu Shen Jia. Pria itu sama sekali tidak peduli pada kebenaran, tidak peduli pada kenyataan bahwa istri sahnya sendiri telah dianiaya.
Aroma teh yang menenangkan merasuk ke dalam hidung Shu Yue, menenangkan syarafnya yang sempat tegang karena perasaan benci yang mencuat kembali.
Ia akhirnya meminumnya setelah dingin. Teh seduhan Pei Yuanjing seperti aroma terapi yang membuat hati Shu Yue mendapat kembali ketenangannya.
“Karena Kaisar sudah mengundang, maka aku pasti datang. Yang Mulia, tolong sampaikan ucapan terima kasihku kepada Kaisar.”
“Hanya sekadar ucapan? Keponakanku itu cukup perhitungan. Jika kau datang dengan tangan kosong, dia bisa saja menjebakmu dan memintamu mengeluarkan sesuatu yang tidak terduga.”
“Apakah Kaisar masih kekurangan sesuatu?”
“Tidak. Tapi kau pasti sudah menyadari betapa sulitnya dia setelah bertemu beberapa waktu lalu.”
Memang, pikir Shu Yue. Kaisar Muda itu masih anak-anak, sisi kekanakannya tentu tidak mungkin hilang. Nalurinya sebagai anak kecil masih ada.
Tapi, Kaisar Muda punya mulut yang mudah menjebak orang. Juga mampu membuat orang tidak berdaya.
Sifatnya itu jelas bukan sesuatu yang bisa dihadapi dengan cara yang biasa. Anak cerdas sepertinya membutuhkan sesuatu yang istimewa untuk menaklukan hatinya.
“Ya. Kaisar memang anak yang istimewa.”
Shu Yue menatap diam-diam pemuda bertopeng ini. Karena dia memakai topeng setiap kali keluar, tidak banyak orang tahu wajah aslinya.
Di istana pun, hanya pejabat tinggi yang mengenali wajahnya. Setiap kali menghadiri perjamuan, Pei Yuanjing selalu muncul di akhir acara, tepat ketika semua orang sudah mabuk dan tak lagi sepenuhnya sadar.
Sebenarnya, seberapa tampan-kah wajahnya itu? Shu Yue jadi sangat penasaran.
Mungkinkah alasan mengapa dia selalu mengenakan topeng setiap kali keluar bukan sekadar hanya untuk menyamarkan diri dan identitasnya? Bisa jadi, pria ini sengaja memakainya agar tidak menyilaukan mata para gadis.
“Kau tertarik pada topengku?” tanya Pei Yuanjing tiba-tiba.
“Yang Mulia, mengapa kau selalu mengenakan topeng setiap kali keluar?”
“Tidak setiap kali. Aku memakainya hanya ketika aku meninggalkan istana secara diam-diam. Terlalu malas bertemu orang yang sudah saling kenal.”
“Tapi, kau adalah Pangeran Pemangku, berdiri di atas ribuan pejabat dan di bawah Kaisar. Bertemu orang banyak seharusnya tidak jadi masalah besar. Sebagai pangeran wali, kau harus menunjukkan dirimu agar rakyat bisa mengenalimu.”
Pei Yuanjing hanya tersenyum tipis. Ia sudah terbiasa dengan topeng ini.
Jika memang situasinya resmi, tentu dia akan menunjukkan wajahnya. Tapi jika untuk urusan tidak resmi atau sekadar bersantai, mengenakannya jauh lebih nyaman. Ini adalah salah satu bentuk penghiburan untuk dirinya sendiri.
“Nona Keempat, apakah ada orang yang pernah mengatakan padamu bahwa selagi bisa, manusia harus menghindari masalah yang tidak perlu?”
“Aku dibesarkan di desa dan jauh dari orang tua. Tidak ada yang mengajariku cara bersikap dan bertutur kata.”
Senyum itu memudar. Pei Yuanjing menghela napas. Oh, sepertinya dia sudah menyinggung hati Shu Yue.
Dia pasti merasa direndahkan karena disindir secara tidak langsung oleh Pei Yuanjing. Tidak dipungkiri perasaan bersalah diam-diam muncul dalam hatinya sekarang.
Tapi, Shu Yue tidak menanggapinya dengan serius. Itu hanya ucapan belaka yang tidak perlu dipikirkan. Ia menyimpan undangan itu, kemudian berdiri dengan sopan.
“Terima kasih atas tehnya, Yang Mulia. Hari sudah larut, aku akan kembali ke kediaman sekarang.”
“Ya. Sampai jumpa di perjamuan.”
Setelah Shu Yue keluar, Pei Yuanjing melepas topengnya. Untuk saat ini, dia masih tidak bisa memberi tahu masalah Ruan Shu Yue pada Nona Keempat Shu.
Walau dikatakan teman, namun Pei Yuanjing tidak mungkin langsung percaya. Dia harus menunggu lebih dulu, melihat sebesar apakah kesungguhan Shu Yue dalam membantu Ruan Shu Yue mendapatkan keadilan.
“Yang Mulia, undangannya sudah diberikan. Kaisar meminta Yang Mulia untuk segera kembali ke istana,” ucap Dugu Cheng setelah hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
“Belikan beberapa camilan. Kembali ke istana setelah matahari terbenam.”
Dugu Cheng mengangguk. Tapi, pikirannya masih dipenuhi dengan tanya. Saat berkaitan dengan Ruan Shu Yue, majikannya jadi begitu emosional.
Tapi di waktu yang lain, dia bisa begitu dekat dengan Nona Keempat Shu seolah mereka telah berteman baik sebelumnya. Kalau seperti itu, apakah sebenarnya di dalam hati majikannya masih ada Ruan Shu Yue atau sudah mulai beralih kepada Nona Keempat Shu?
Entahlah. Jika dia berani menanyakannya dengan lancang, dia bisa kena hukuman tongkat lagi.
Emang enak di tampar kenyataan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣