NovelToon NovelToon
Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Kara_Sorin

Namira, wanita karier yang mandiri dan ambisius terpaksa menjalani pernikahan paksa demi menyelamatkan nama baik dan bisnis keluarganya. Namun pria yang harus dinikahinya bukanlah sosok yang pernah ia bayangkan. Sean, seorang kurir paket sederhana dengan masa lalu yang misterius.
Pernikahan itu terpaksa dijalani, tanpa cinta, tanpa janji. Namun, dibalik kesepakatan dingin itu, perlahan-lahan tumbuh benih-benih perasaan yang tak bisa diabaikan. Dari tumpukan paket hingga rahasia masalalu yang tersembunyi. Hingga menyeret mereka pada permainan kotor orang besar. Namira dan Sean belajar arti sesungguhnya dari sebuah ikatan.
Tapi kalau dunia mulai tau kisah mereka, tekanan dan godaan muncul silih berganti. Bisakah cinta yang berbalut pernikahan paksa ini bertahan? ataukah takdir akan mengirimkan paket lain yang merubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20_Rasa yang Tak Terbendung

Langit sore meremang, memudar keabu-abuan seperti menyembunyikan rahasia yang terlalu berat untuk diungkap. Angin berdesir kencang di atas atap gedung Maxzella Corporation, menebarkan ketegangan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Di sana, Namira berdiri berhadapan dengan Bima, matanya menyala tajam seperti api yang siap membakar segala kepalsuan.

"Jadi, kamu benar-benar akan lakukan itu?" tanya Namira tajam, suaranya nyaris tertelan angin.

“Kamu mau hancurkan Sean hanya karena egomu?”

Bima berdiri dengan tangan menyilang di dada, raut wajahnya tenang tapi jelas menyimpan niat buruk.

"Ini bukan soal ego, Namira. Ini soal kendali. Kamu sendiri tahu siapa Sean. Dia bukan siapa-siapa. Dia cuma kurir. Kita sedang bicara tentang masa depan keluarga Maxzella."

"Kalau memang bicara masa depan, seharusnya kamu tidak pakai cara kotor seperti ini," sergah Namira, napasnya memburu.

“Kamu mau buat skandal video. Kamu sengaja jebak dia. Itu keji.”

Bima tersenyum dingin.

“Kamu terlalu sentimental.”

Namira melangkah lebih dekat, “dan kamu terlalu haus kekuasaan.”

Bima tidak mundur.

“Lihat realita, Namira. Hidup kita ini tentang kekuatan. Kelas. Kendali. Sean tidak pernah pantas berdiri di sampingmu. Kamu layak bersama seseorang yang bisa memimpin, bukan seseorang yang hidup dari paket-paket kecil dan tip recehan.”

Namira mengepalkan tangannya.

"Aku tahu kamu ambisius, Bima. Tapi aku tidak menyangka kamu bisa sejahat ini."

Bima menatapnya dengan sorot sinis.

“Jahat? Aku hanya melakukan apa yang perlu. Kamu tahu keluarga kamu sedang terancam, reputasi perusahaan kita dalam sorotan. Papa kamu bahkan hampir ditendang dari dewan. Sean itu... hanya kerikil kecil yang bisa aku singkirkan dengan mudah.”

"Sean bukan kerikil," ucap Namira dengan suara pelan tapi tegas, "dan dia bukan alat mainan yang bisa kamu hancurkan kapan pun kamu mau."

“Sayangnya, kamu tidak bisa menghentikan ini,” sahut Bima.

“Timku sudah jalan. Videonya akan viral, dan nama Sean akan lenyap seperti abu. Dunia bisnis ini kejam. Tidak semua orang bisa bertahan.”

Namira memejamkan mata sejenak. Dada dan kepalanya panas. Lidahnya kelu menahan emosi yang hampir meledak. Tapi kemudian, matanya menatap tajam ke arah Bima, penuh keberanian yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

“Aku tidak peduli dengan ancamanmu, Bima. Aku juga tidak peduli kalau kamu bilang aku membuat kesalahan memilih Sean. Aku tidak peduli kamu bilang dia cuma kurir atau laki-laki tanpa masa depan.”

Bima menajamkan pandangannya. “Namira…”

Namira mengangkat dagunya, “karena aku mencintai Sean.”

Bima membeku. Kata-kata itu menghantam seperti badai di tengah laut. Lurus, tanpa tedeng aling-aling. Untuk sesaat, ekspresi Bima kosong.

“Apa kamu sadar apa yang kamu katakan barusan?” tanyanya lirih, seakan mencoba menyangkal apa yang baru saja ia dengar.

“Aku sadar,” ucap Namira tanpa ragu.

“Aku mengatakannya tanpa penyesalan. Aku mencintainya. Bahkan jika dia tidak punya gelar, tidak punya perusahaan, bahkan tidak punya nama besar. Aku tetap mencintainya.”

Suasana mendadak membisu. Hanya deru angin yang terdengar, seolah dunia pun diam menyaksikan detik yang begitu rapuh tapi juga begitu kuat ini. Di saat itulah... langkah kaki terdengar dari belakang. Namira menoleh cepat. Sean berdiri di sana.

Rambutnya masih sedikit basah oleh sisa hujan. Matanya menatap Namira. Lurus. Dalam. Diam. Tapi segalanya terpancar dari sana. Ia sudah mendengar semuanya.

Bima menggeram, “Kamu menguping?”

Sean melangkah pelan, matanya tidak lepas dari wajah Namira.

“Aku tidak perlu menguping. Aku hanya datang tepat waktu.”

“Kalau begitu kamu juga sudah tahu rencana kami,” kata Bima dingin.

“dan kamu tahu kamu tidak punya tempat di antara kami.”

Sean tidak menjawab. Ia masih memandang Namira.

“Kamu benar-benar bilang itu?”

Namira menggigit bibir. “Iya.”

“Kamu mencintaiku?”

Namira menarik napas dalam-dalam.

“Iya, Sean.”

Suasana di atap itu seperti mendadak berubah menjadi ruang paling hening di dunia. Sean menatap Namira lama, seolah ingin memastikan perasaan itu nyata, bukan hanya ledakan emosi sesaat.

“Lalu kenapa kamu menjauh?” tanya Sean pelan.

“Kenapa kamu lebih sering lari? Kenapa kamu biarkan aku berdiri sendirian dalam hujan malam itu?”

Namira menunduk, suaranya parau.

“karena aku takut. Aku takut perasaan ini salah. Aku takut dunia kita terlalu berbeda. Aku takut menghancurkan kamu.”

Sean melangkah lebih dekat.

“Aku juga takut. Kamu satu-satunya orang yang membuatku kehilangan ketenangan. Tapi justru karena itu, aku sadar... mungkin ini memang cinta.”

Namira mengangkat kepalanya, matanya berkaca-kaca.

“Aku sudah terlalu lama hidup dalam kontrol orang lain,” ucapnya.

“Aku tidak mau lagi kamu ikut jadi korban. Aku tidak mau kamu menjadi pion seperti aku.”

Sean mendekat satu langkah lagi.

“Kamu bukan pion, Namira. Kamu adalah perempuan yang tahu apa yang dia perjuangkan dan hari ini... kamu telah membuat aku percaya untuk memperjuangkan kamu.”

Bima menghentakkan langkah. “Cukup!”

Matanya membara.

“Kalau kamu pikir dengan pengakuan cinta dramatis kalian ini akan mengubah rencana, kamu salah besar,” ancamnya.

“Kamu tetap akan hancur, Sean. Aku akan pastikan itu terjadi. Video itu akan tersebar. Reputasimu akan habis, dan kamu akan kembali ke jalanan dengan nama yang dicibir semua orang.”

Sean menoleh ke Bima, lalu kembali memandang Namira.

“Apa kamu masih takut, Namira?” tanyanya.

Namira menggeleng perlahan. “Tidak lagi.”

Tanpa berkata apa pun lagi, Sean menarik Namira ke dalam pelukannya dan mengecup bibirnya dengan lembut.

Hening menyelimuti atap gedung itu. Ciuman mereka tidak panjang, tapi penuh keyakinan. Penuh jawaban. Penuh keputusan. Ketika mereka melepaskan diri, mata Namira masih menatap Sean dengan embun yang belum sempat jatuh.

“Jangan pernah biarkan aku berjalan sendirian lagi,” bisik Namira.

“Aku tidak akan biarkan kamu sendiri,” jawab Sean.

Sementara itu, Bima menatap keduanya dengan mata merah. Kepalan tangannya gemetar.

“Kalian akan menyesal,” ucapnya.

“Kalian pikir ini cerita dongeng? Ini dunia nyata dan di dunia nyata, cinta tidak cukup untuk menyelamatkan kalian.”

Sean menoleh ke arah Bima.

“Kalau cinta tidak cukup, maka setidaknya aku punya keberanian dan kamu, Bima... kamu hanya punya uang dan rasa haus akan kekuasaan. Itu tidak akan cukup untuk menjatuhkan orang yang tidak takut kehilangan apa pun.”

Bima melangkah mundur, wajahnya penuh amarah dan tekad yang semakin menghitam.

“Aku bersumpah, kurir paket rendahan sepertimu akan jatuh. Aku akan pastikan kamu menyesal pernah merebut Namira dariku.”

Ia berbalik, lalu meninggalkan atap gedung, membiarkan angin meneriakkan dendamnya.

***

Beberapa hari kemudian, di sebuah warnet tua di sudut kota, seorang pemuda bertopi membuka email misterius.

Subjek: “Balas Dendam untuk Sean”

Ia membaca instruksi yang ditulis detail. Nama pengirim: BM.

Di bawahnya, transfer dana dalam jumlah besar.

Pemuda itu tertawa pelan.

“Kurir paket, ya? Kita lihat seberapa jauh kamu bisa lari.”

1
Author Sylvia
pengen ku gempar deh pipi si bima ini, bisanya jelek jelekin si Sean.
NurAzizah504
jgn takut melawan kebenaran /Good/
NurAzizah504
/Determined//Determined//Determined/
NurAzizah504
semoga kalian baik2 saja
Kara: aamiin 🤲🤣
total 1 replies
NurAzizah504
keliatan bgt sean benar2 yakin kali ini
Kara: harus yakin 😁
total 1 replies
NurAzizah504
eh eh eh
NurAzizah504
akhirnya /Sob/
NurAzizah504
bakalan menggemparkan bgt ini
NurAzizah504
mantap. kalo disebar, pasti bakalan cepat viral
Kara: memanfaatkan opini publik 😂 sebagai senjata
total 1 replies
NurAzizah504
awas kalo ninggalin nam nam lagi
NurAzizah504
syukurlah sean udh sadar /Sob/
NurAzizah504
meleleh aku, makkk
NurAzizah504
sen-sen mu itu lohhh
Author Sylvia
yang sabar ya sean, Namira itu banyak banget yang harus dipikirin.
kl kmu sayang ke Namira, kamu harus ekstra sabar dalam menyikapi Namira.
Author Sylvia
capek banget jadi Namira, keluarganya nggak ada yang peduli sama beban yang ada di pundaknya.
Riddle Girl
ceritanya keren, dari pembawaan, dan alur, bikin pembaca ikut merasakan suasana dalam cerita.
Kara: waah terimakasih sudah mampir dan mendukung ☺
total 1 replies
Riddle Girl
aku kasih bintang 5 ya, Thor. semangat nulisnya/Smile//Heart/
Kara: siap 👌
total 1 replies
Riddle Girl
mawar mendarat, Thor. ceritanya bagus/Smile/
Kara: terimakasih sekali dukungannya❤
total 1 replies
Riddle Girl
waahhh Namira yang biasanya tidak peduli kok bisa penasaran?/Grin//Chuckle/
Riddle Girl
mulut Namira sarkas juga yaa/Sob//Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!