Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Ini Hanya Prihal Waktu.
Aku duduk di bangku belakang dadaku dipenuhi oleh semua perasaan marah dan kesal, memandang keluar jendela, memperhatikan di dalam sana Saka masih berbincang bincang dengan Dewa. Tidak habis pikir dengan keputusan yang dilontarkan oleh Dewa, apa yang ada di pikirannya, tidakkah dia sadar bahwa Saka juga seorang lelaki dan aku perempuan. Kami pergi berdua. Dewa mencurigai aku bertemu dengan lelaki lain, kemudian dia meminta Saka menemaniku.
Lalu seketika, amarahku sedikit mereda, saat itu aku berpikir. Saka adalah sahabat Dewa, dan di tengah kesunyian aku teringat perkataan Hans. "Cobalah menelusuri jejak masa lalunya." mungkin ini adalah saat yang tepat, untuk sedikit mengenal Dewa dari temannya. Mungkin, hanya kemungkinan kecil aku dapat menemukan alasan dibalik semua tatapan kosong di mata Dewa.
Pintu mobil terbuka,aku tidak menoleh tetapi aku tau itu saka, setelah dia duduk, mobil berjalan perlahan.
Aku bisa merasakan ketidaknyamanan Saka dari posisi duduknya, sesekali dia menghidupkan handphone nya dan hanya menatap layar tanpa tujuan, lalu mematikannya lagi.
"Canggung sekali." Ucap Saka pelan, namun masih terdengar jelas di telingaku.
Aku melirik sedikit kearah Saka yang sedang bertupang dagu melihat keluar jendela.
"Saka," Ucapku memecah keheningan. "Bagaimana seorang Dewa di matamu?" Tanyaku tanpa melihatnya.
Saka tidak langsung merespon, tapi dari gerak tubuhnya sepertinya ini topik yang sangat menarik baginya. "Dewa..." Ucapnya dengan nada yang sangat tenang.
"Dewa adalah orang yang sangat pengertian, dia baik, bahkan terlalu baik, diantara kami Dewa-lah yang paling dewasa dan meskipun dia tidak banyak bicara, Dewa sangat hangat dan lembut."
Aku hanya mendengarkan tanpa menyela...sosok Dewa yang diceritakan oleh Saka sangat berbeda dengan Dewa yang aku temui di rumah, Saka seperti sedang menceritakan orang lain. Tapi aku tidak tau, siapa diantara mereka yang sedang berbohong, Dewa? Atau Saka?.
"Nadira..." Suara Saka memecah keheningan. "Aku tau ini sulit bagimu, tapi...begitupun dengan Dewa, dia sedang berusaha untuk tetap hidup."
Ucapan Saka kali ini membuat alisku berkerut, ternyata dugaan ku selama ini benar? Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan yang terjadi pada Dewa, tapi, apa itu...Aku masih diam, menunggu Saka untuk melanjutkan kalimatnya, aku sangat yakin Saka sedang menyusun kata kata yang tepat.
"Alasan aku dan Kai sering datang ke rumahmu, bukan karena kami ingin menumpang makan atau bermain video game seharian....Karena kami tau Nadira, Saat Dewa sendirian terlalu lama, dia menjadi kosong...Seolah tidak benar benar hidup."
Saka berhenti sejenak, kembali memilih kalimat yang akan dia ucapkan. Tapi aku, aku benar benar terdiam, mataku tidak berhenti mencoba membaca raut wajah Saka saat itu.
"Aku tidak tau pasti,...tapi kami bisa merasakannya Dewa seperti sedang mencari sesuatu,...Tidak,..bukan mencari, Menunggu?...atau memikirkan sesuatu, aku tidak bisa menentukannya." Saka mengakhiri ucapannya.
Aku menunduk, mulai menerka nerka, apa yang sedang Dewa alami, kenapa Saka mengatakan itu membuat semuanya terlihat masuk akal tetapi masih terlalu abu abu untuk dipecahkan. Aku hanyut dalam semua pertanyaan yang ada di kepalaku.
"Apa Dewa, diam diam diluar sana menemui wanita lain?" Suaraku lirih, berusaha tetap tegar. Karena bagiku, inilah kemungkinan yang paling buruk saat itu.
Saka tersenyum sebentar, lalu menatapku yang sedang menunduk, sebelum dia berkata. "Kenapa kau berpikiran seperti itu?" Tanya nya.
Hening seketika, bukan karena aku tidak ingin menjawab. Tapi aku bingung, bagaimana caraku menyampaikannya kepada Saka. Aku tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapannya, tetapi tanpa aku sembunyikan pun dia sudah pasti tau.
"Dewa bilang, dia tidak bisa mencintaiku,..." Kataku, Akhirnya.
"Nadira," Saka memalingkan pandangannya kedepan. "Terkadang, bunga yang ditanam di yang tanah kering, butuh waktu untuk tumbuh di tanah yang subur..."
Kemudian kembali seperti semula, baik Saka maupun aku tidak ada yang berucap, Aku tidak tau dengan Saka tapi saat ini aku sedang bertengkar dengan isi kepalaku sendiri, mencoba memutar kembali setiap kalimat yang diucapkan oleh Saka. Apa maksud dari semua perkataan itu, aku masih tidak mengerti.
"Percayalah padaku,...ini hanya prihal waktu." Saka membuatku terhenti dari kesibukanku menebak nebak apa yang sebenarnya dialami oleh Dewa.
"Dan hanya kamu yang dapat menarik Dewa kembali dari dunianya yang gelap itu."
.hans bayar laki2 tmn SMA itu