Cinta yang di nanti selama delapan tahun ternyata berakhir begitu saja. Harsa percaya akan ucapan yang dijanjikan Gus abid kepadanya, namun tak kala gadis itu mendengar pernikahan pria yang dia cintai dengan putri pemilik pesantren besar.
Disitulah dia merasa hancur, kecewa, sekaligus tak berdaya.
Menyaksikan pernikahan yang diimpikan itu ternyata, mempelai wanitanya bukan dirinya.
menanggung rasa cemburu yang tak semestinya, membuat harsya ingin segera keluar dari pesantren.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nadhi-faa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Di gedung perusahan PT Ethereal company. Axel melakukan rapat penting mengenai proyek barunya.
Pria yang baru saja menikah itu sedang fokus mendengarkan presentasi tim perancangan dan sesekali memberikan masukan pada rancangan yang mereka jelaskan.
Dua jam berjalan, barulah axel keluar dari ruang rapat. Wajahnya yang tenang itu menyimpan ketidakpuasan pada hasil presentasi tim perancang, sehingga dia meminta mereka untuk mempresentasikan ulang nanti.
Axel adalah pria yang teliti, dia tidak menyukai ketidak kesempurnaan. sekecil apapun kesalahannya, dia akan meminta mereka untuk membenahi segera mungkin. kecuali hal baru yang memasuki kehidupan baru.
entah mengapa, di tengah kepadatan pekerjaan-nya, axel teringat wajah istri barunya yang sedang terlelap.
kepalanya masih nyut-nyutan, mengingat tidur singkatnya yang tidak berkualitas itu.
Axel menghentikan langkah.
"apa jadwalku hari ini."
tanyanya tanpa menoleh pada sang sekretaris cantik yang berdiri tepat di belakang-nya.
lidya yang mengekori bosnya itu dengan cepat membuka tablet.
"bertemu dengan kolega, tuan bagas, meninjau pembangunan Mall yang hampir selesai dan ada sebuah undangan makan malam dari tuan lavorce."
axel mengangguk, lalu masuk kedalam ruangannya tanpa berkomentar. lidya menghela nafas kasar setelah tubuh tegap bosnya itu sudah menghilang dari pintu.
"dingin tapi tampan."
dia membelok pada ruang kerjanya yang ada disamping ruang Chief Executive Officer.
tak banyak yang tau tentang pernikahan atasan mereka. hanya max, asisten pribadi axel dari sekian pekerja yang ada di kantor itu.
Jadi kondisi kantor masih stabil. kebanyakan karyawati kantor adalah fans berat mantan istri axel. mereka mengidolakan Axel, namun sadar diri tak bisa menggapai sesuatu yang berkilau di atas sana, jadi mereka mendukung rujuknya pasangan sempurna itu.
berharap nyonya mereka kembali pada posisinya.
"apa ada kabar baik hari ini?"
tanya karyawati pada rekan kerjanya. Cindy, pegawai staf bagian administrasi adalah kaki tangan elise.
"Sepertinya nona ku akan mendapatkan job baru."
"apa?."
tanya antusias rekan kerja cindy yang sangat mengidolakan elise lavorce.
"projek film baru, mungkin akan ditayangkan di akhir tahun."
"wahhh, apakah kali ini bergenre romansa."
"sepertinya begitu."
seperti itulah pembahasan mereka setiap hari.
***
Hari semakin menjelang malam, setelah sholat jama'ah barulah harsa pulang ke ndalem. mengikuti ritual makan malam yang ternyata hanya dihadiri dua personil. umma halima dan harsa.
"umma kemana abah?."
tanya harsa.
"abahmu mengisi kajian diluar, mungkin larut malam baru pulang."
harsa mengangguk, dia tidak bertanya lagi. apalagi mengenai kemana perginya sepasang pengantin baru itu.
"apakah suamimu juga pulang malam?."
tanya umma halimah pada harsa yang sedang asyik menyuap makanannya dengan lahap. wanita baya itu tidak begitu berselera makan, ketika anggota kelurganya tidak lengkap.
Harsa menelan makanan dengan pelan sebelum menjawab, menatap sekilas ibu angkat-nya yang belum menyuap nasi di dalam piring.
"harsa kurang tahu ma."
"kalian pasti belum tukar nomer. harsa, umma tahu kalian belum ada perasaan, setidaknya perhatikan suamimu itu. apa kamu tidak takut berdosa."
ucapan umma halimah membuat makanan harsa tersendat di tenggorokan.
Dia segera mengambil air minum, lalu terbatuk.
salah lagi, batinnya jengkel, kenapa wanita yang selalu dituntut ini itu, harsa jadi kesal sendiri dengan ibu angkatnya.
"besok harsa akan minta ma."
"ya seharusnya begitu."
harsa segera menyelesaikan makan malamnya dan bergegas ke kamar sebelum mendapatkan pertanyaan dan wejangan lagi.
Dari pada memikirkan suaminya yang belum pulang, harsa malah merasa nyaman jika suaminya itu sekalian tidak pulang. dia akan bebas melakukan apapun didalam kamar tanpa waspada.
Gadis itu kini menyibukkan membaca buku dan memutar musik pelan.
Sedangkan gus abid dan neng elsa baru saja pulang tepat pukul jam sepuluh malam, umma halimah yang membukakan pintu, sedangkan harsa sudah larut dalam mimpi.
Meski lelah axel tetap pulang kerumah mertuanya, dia baru saja makan malam bersama keluarga manta istrinya.
makan malam dengan keluarga lavorce bukan pertama kalinya, meski dia sudah bercerai, namun axel masih memiliki hubungan bisnis dengan ayah elise.
Selain makan mereka juga membahas perkembangan bisnis lavorce yang bergerak di bidang Entertainment. Axel memiliki saham sepertiga dari usaha milik lavorce, ayah elise.
Dia pernah menyokong dana perusahaan itu ketika mendekati kebangkrutan.
Mobil Axel memasuki gerbang pesantren, penjaga gerbang yang sudah mulai hafal dengan mobilnya itu segera membukakan pintu.
Max segera membuka kaca mobil, mengulurkan dua lembar uang seratus ribu.
"uang beli gorengan mas."
ucap max dengan ke ramah-tamahan.
tentu santri putra yang hari ini berjaga sangat kegirangan.
"terimakasih pak."
"sama-sama."
max segera memajukan mobilnya.
Sejak bosnya menikah, max memutuskan untuk mencari penginapan terdekat, agar dia tidak kesulitan dalam menjemput bosnya itu.
Axel tidak perlu membangunkan penghuni ndalem yang mungkin sudah tertidur, karna dia pulang larut malam.
karena setelah mobilnya masuk, kyai maulana juga baru saja pulang dari kajian.
"baru pulang."
"iya oma."
kyai maulana tak mempermasalahkan panggilan axel.
Dia segera membuka pintu dengan kunci cadangan.
"lain kali kamu kabari harsa, takutnya tidak dapat pintu."
axel hanya mengangguk.
Untung istrinya tidak sekalian mengunci pintu dari dalam, jadi dia masih bisa masuk tanpa membangunkan gadis yang terlelap dengan damai diantara tumpukan buku yang mengelilingi-nya.
Axel berdecak pelan, dia mengambil buku harsa yang berserakan di atas ranjang yang membuat matanya sepat.
axel juga melepaskan earphone yang masih bertengger di kepala harsa.
gerakan axel terhenti setelah dekat dengan wajah istrinya yang begitu tenang dan tak terusik olehnya.
pandangan matanya lagi dan lagi tertuju pada bibir harsa yang setengah terbuka.
Jakunnya naik turun menelan air liurnya sendiri.
Dia segera memejamkan mata, menghapus bayangan yang sekelebat menguasai ke warasnya.
dia tergoda dengan istrinya yang tidur mengunakan piyama panjang, apalagi harsa juga masih menggunakan jilbab bergo-nya.
mungkin dengan mencoba sedikit, axel tidak akan penasaran. tanpa peringatan wajahnya semakin mendekat pada istri kecilnya yang masih terlelap.
hembusan nafas axel yang menerpa wajah harsa, membuat gadis itu terganggu, dengan gerakan pelan, harsa yang terlentang kini berpindah posisi dengan memeluk guling dan menenggelamkan wajahnya pada guling didepannya.
Axel hanya mampu, menggigit bibir bawahnya.
Dia segera beranjak dari tempat duduknya dan bergegas mengganti pakaian-nya.
kesal, tentu saja.
Tengah malam harsa terjaga, tenggorokannya kering. dia bangun dan menemukan suaminya yang sudah terbaring disamping-nya.
Dengan pelan dia bergerak turun dari ranjang.
membuka dan menutup pintu dengan gerakan yang sangat pelan. namun axel yang baru saja memejamkan mata itu terjaga, dia menatap pintubkamar dengan alis mengkerut.
"kenapa dia keluar diam-diam?."
tanyanya mengandung intonasi yang curiga.
axel segera bangun, pengalamannya yang memiliki istri yang pernah diam-diam selingkuh itu membuat dia menjadi pria waspada.
apalagi mengingat bagaiman tatapan gus abis pada istrinya, membuat axel memutuskan untuk mengikuti harsa.
Harsa tak menyalakan lampu, dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi karena memang kebelet pipis.
gerak-gerik gadis itu diawasi oleh b axel yang berada dalam kegelapan.
tak lama harsa keluar, dia berjalan ke arah kulkas yang ada didekat meja dapur. harsa membuka kulkas, namun dia tidak langsung mengambil apa yang dicari. terdiam cukup lama memandang isi didalamnya.
Axel yang berdiri tak jauh, melirik kearah pintu samping kamarnya yang kenop pintunya sedikit berderit. dia melangkah lebar mendekat ke tempat istrinya dan mengurung harsa dengan kedua tangannya yang bertumpu pada kulkas.
tentu harsa terkejut.
"apa yang om lakukan disini."
"mencari mu."
jawaban pelan namun mengandung intonasi berat yang membuat bulu kuduk harsa merinding.
"minggir, aku mau ambil air."
Gus abid yang baru saja menutup pintu itu harus melihat interaksi suami istri didepan kulkas.
Axel menyadari keberadaan gus abid tapi tidak dengan harsa.
"aku bisa membantumu."
bisik axel tepat didepan telinga harsa. spontan harsa menoleh, dari balik tubuh suaminya dia melihat bayangan gus abid.
"om, apa kamu sudah gila."
teriak harsa pelan, dia malu menjadi tontonan.
"kenapa?."
percakapan merka memang pelan, sehingga gus abid tak mendengarkan, namun posisi harsa yang terkurung dalam lengan kokoh axel membuat dia kesal.
"pria gila."
harsa mengambil botol air minum dengan cepat, sekaligus menginjak kaki suaminya dengan tekanan kuat. berharap dia keluar dari situasinya, namun yang diperoleh hanyalah senyum smirk axel yang menakutkan.
"apa kakimu sedang kesemutan sayang."
ucap Axel yang sedikit keras, harsa melebarkan mata indahnya.
Dia ingin protes, namun gerakan axel yang tiba-tiba mengangkatnya membuat dia bengong, dia memeluk botol minum berisi air dingin.
Axel menggendong istrinya melewati gus abid.
Harsa melihat sekilas, pada akhirnya dia memilih diam dan memalingkan muka atas kejadian yang tak terduga.
Gus abid yang tadi niatnya juga mengambil air untuk istrinya itu kini menggenggam botol dengan erat.