Akibat dari cinta satu malam, membuat Vie harus merelakan masa mudanya. Setelah dikeluarkan dari kampus, ternyata Vie juga diusir oleh ayahnya sendiri karena Vie telah mencoreng nama baik keluarga.
Lima tahun berlalu, kehidupan pahit Vie kini telah terobati dengan hadirnya sosok Arga, bocah kecil tampan yang sedang aktif berbicara meskipun kini tak tahu dimana keberadaan ayahnya.
Namun, siapa yang menyangka jika selama ini Vie bekerja di perusahaan milik keluarga kekasihnya. Hal itu baru Vie ketahui saat kekasihnya mulai mengambil alih perusahaan.
Masih adakah rasa yang tertinggal untuk sepasang kekasih di masa lalu ini? Mari kita ikuti kisahnya 😊
IG : teh_hijaau
FB : Teh Hijau
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidden baby 7
"Om Ikal …." Arga terlihat sangat girang saat melihat wajah Haikal yang sudah lama tak dilihatnya karena.
Haikal mendekati Arga. "Ikut Om, bentar ya. Kita beli celana baru."
Arga mengangguk penuh antusias lalu mengikuti langkah Haikal yang meninggal tempat Vie bekerja. Namun, Haikal sebelumnya sudah meminta izin terlebih dahulu kepada Vie untuk membawa Arga jalan-jalan sebentar agar tak mengganggu pekerjaan Vie dan Arga merasa bosan.
"Alga pelgi dulu ya, Bunda. Om, nitip Bunda ya, jangan di malah-malah. Kasian bunda Alga."
Dirga yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan Arga dan Haikal semakin yakin jika Arga bukan anak Haikal, lalu anak siapa? Mengapa sangat misterius sekali sih suami Vie.
"Sebenarnya suamimu, kamu umpetin dimana sih, Vie? Sampai-sampai kamu harus bawa dia lembur. Kalau aku yang jadi bapaknya, aku pasti akan sewa sepuluh baby sitter untuknya," celoteh Dirga.
Ga, itu memang anakmu. Anak kita. Percayakah jika aku mengatakan kamu ayah biologis dari Arga. Bahkan aku tak kreatif untuk membuatkan nama untuk anak kita. Tapi, asal kamu tau, nama Arga itu sangat bermakna saat itu.
Dirga yang menyadari bahwa Vie sedang menatapnya tanpa kedip lalu memilih menjentikkan jarinya di depan wajah Vie.
"Aku tau kamu masih terpesona dengan ketampanan ku, kamu nyesel kan udah ninggalin aku?"
Vie segera tersadar dan menetralkan kembali penglihatannya agar tak terlihat sedang gugup. Lelaki yang berstatus sebagai kekasihnya, dulu hingga saat ini karena diantara keduanya belum menyatakan putus. Vie pun memilih melanjutkan agar pekerjaan cepat selesai.
"Besok jangan bawa anakmu lagi kesini! Ini kantor, bukan taman bermain!"
Vie mendongak, menatap Dirga dengan tatapan sendu. "Iya, besok aku gak bawa dia lagi."
"Bagus tapi, ngomong-ngomong anak kamu lucu juga ya, ganteng juga. Aku jadi penasaran dengan suaminya seperti apa. Jadi pengen tau suamimu lebih dalam, mau tau gimana caranya bisa nyetak anak comel seperti dia."
Ga, itu anak kamu.
Mulut Vie kelu untuk mengatakan kenyataan. Ia takut akan direndahkan lebih rendah lagi.
*
*
*
Dari kejauhan, Dirga hanya bisa melihat wanita yang masih mengunci hatinya bersama dengan anak dan laki-laki lain sedang tertawa. Entah apa yang sedang mereka tertawakan.
"Kal, makasih ya udah mau anterin kami pulang."
"Iya, makasih om Ikal, yang baik hati." Arga tak ingin ketinggalan mengucapkan kata terimakasih kepada Haikal.
"Sama-sama baby boy."
Namun, saat Arga mendengar kata baby boy matanya mendelik. Arga paling tidak suka dirinya disebut dengan baby boy karena dia merasa sudah besar.
"Lho kenapa?" Haikal pura-pura tidak tahu.
"Aku sudah besal, Om. Bukan anak bayi lagi," protes Arga.
Haikal dan Vie tertawa kecil. "Oh … jadi baby boy itu hanya panggilan untuk anak kecil ya. Om Ikal salah besar dong kalau gitu. Berarti Arga sekarang udah besar."
Haikal mengangguk kepala.
"Iya, kan Alga mau jagain bunda bial gak diganggu olang, Om."
Hampir lima belas menit menempuh perjalanan, akhirnya sampai juga di depan rumah Vie dengan keadaan Arga sudah tertidur. Saat Vie berusaha membuka pintu, Haikal menahan lengan Vie.
"Biar aku bantu." Haikal segera turun dan membuka pintu untuk Vie. Dengan sigap, Haikal mengambil alih gendongan Arga untuk membawanya ke dalam rumah. Vie hanya pasrah, ia pun hanya membawa peralatan Arga saja.
"Kal, makasih ya udah anterin kita."
Haikal tersenyum lebar. Perempuan yang ia kenal 4 tahun itu selalu saja menolak pernyataan cinta darinya. Haikal yang mencintai Vie dan ingin sekali menggantikan sosok ayah untuk Arga tak pernah diterima.
"Ya udah, kamu istirahat ya, udah malam. Aku pulang, gak enak apa kata tetangga nanti."
Vie mengangguk lalu mengantar kepergian Haikal sampai depan pintu.
Rumah yang tak terlalu besar. Hanya ada satu kamar tidur, satu kamar mandi yang letaknya berada di dekat dapur dan ruang tamu yang tidak terlalu besar.
Sudah empat tahun Vie tinggal di tempat ini. Meskipun kecil namun, terasa nyaman.
Pagi ini Vie dan juga Arga sengaja bangun siang, karena memang hari sabtu. Namun, tidur Vie harus terganggu saat dering ponselnya terus saja berbunyi mengganggu alam bawah sadarnya.
Vie segara mengangkat panggilan telepon tersebut.
Belum sempat Vie mengumpulkan sebagai nyawanya, ia harus segera terbangun saat Jane mengatakan sudah menunggunya di kantor.
"Apa-apaan ini, Jan? Ini hari Sabtu lho, masa iya harus pagi-pagi berangkatnya. Aku belum bangun."
Kalau belum bangun mengapa saat ini bisa mengangkat teleponku?
"Maksudku, aku baru bangun." Vie melirik anaknya yang masih tertidur di sampingnya.
"Jadi Arga bagaimana?"
Kamu gak usah pikiran dia. Hari ini biar Max yang jagain Arga biar dia gak dugem terus di hari liburnya.
Arga dan Vie sudah siap untuk berangkat. Di depan rumah sudah ada mobil Max yang terparkir untuk menjemput Arga.
"Om Max," seru Arga.
Max yang berada di dalam mobil langsung keluar saat mendengar panggilan dari Arga.
"Hai baby boy, ganteng sekali kamu pagi ini? Sudah siap?"
Wajah sumringah Arga tiba-tiba berubah manyun saat mendengar kata yang paling tidak ia sukai.
"Lho, kok kayak bibirnya bebek?" goda Max. "Hilang gantengnya tinggal jeleknya," lanjut Max lagi.
"Vie, Arga aku bawa ya? Kamu percaya kan sama aku? Aku mau bawa dia ke rumah sepupuku, kebetulan dia baru pulang dari luar negeri." Kini Max menatap Vie.
Vie mengangguk, ia percaya kepada Max, sebab ini bukan pertama kalinya Arga ia lepas begitu saja kepada Max.
"Oke. Makasih ya udah mau direpotin."
Mobil Max melaju pelan meninggalkan Vie yang enggan ikut di mobil Max. Ia lebih memilih menunggu ojek yang sudah ia pesan.
Sesampainya di kantor, Vie mengernyitkan dahinya melihat suasana yang sepi. Hanya ada satu dua orang yang berlalu.
"Kok sepi?" gumam Vie.
Vie segera melangkah cepat menuju lantai nomer 7 dimana ruang kerjanya berada.
Setelah sampai ruang kerjanya, lagi-lagi Vie dibuat ternganga oleh suasana ruangan yang kosong melompong tak ada satu orang pun yang hadir membuat Vie semakin bingung dan segera menghubungi Jane. Tak selang berapa lama, Jane datang.
"Jane, katakan ini bukan prank, kan?"
Jane tertawa pelan. "Bukan dong, Vie. Kamu kan harus menangani proyek baru. Kata pak Dirga sini sudah harus di presentasi kan lho, makanya hari ini kamu lembur."
Vie mendudukkan tubuh kasar di kursi kerasnya hingga pan.tat nya terasa sakit.
"Heran, hidupku kok penuh cobaan terus sih? Kapan aku bahagia?" rutuk Vie.
"Sabar Vie, semua ada waktunya. Saat ini mungkin kamu harus bersakit-sakit terlebih dahulu dan akan bersenang-senang kemudian," celoteh Jane.
🌼 bersambung 🌼
Bantu dukung novel baru teh ijo dong. Tabur bunga dan kopi banyak-banyak, biar lebih semangat lagi buat up 😊