Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Remuk Redam
Taksi yang ditumpangi Rara pun tiba di kediaman Mama Dian. Rara melihat mobil sang suami telah terparkir rapi di halaman rumah ibu mertuanya.
Sebelum masuk, Rara menghapus jejak air matanya. Ia tidak mau terlihat sedih di hadapan suami yang sudah mengkhianatinya maupun keluarga suaminya yang selama ini bersikap tidak baik padanya.
Dirinya selama ini berusaha bersabar menghadapi ibu mertua dan adik iparnya. Karena rasa cinta pada Pram sekaligus menghormati orang yang lebih tua.
Sebab nilai moral dan adab yang baik sudah diajarkan mendiang kedua orang tuanya sejak kecil. Sehingga Rara terbiasa menggunakan etika sopan santunnya untuk menghormati orang lain.
Ceklek...
Derit pintu rumah ibu mertuanya ia buka secara perlahan. Dan sebuah teriakan sudah menggema dari sang adik ipar dan ibu mertua yang sudah berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Hei menantu sialan! Kamu itu memang tak tahu diri dan sopan santun. Sudah enggak kerja juga masih saja kelayapan dari pagi sampai malam begini. Jam tanganmu itu mati apa hah? Enggak lihat sudah jam berapa ini!" hardik Mama Dian.
"Dasar kakak ipar gak tahu diuntung! Suami pulang capek-capek kerja dari luar kota malah istrinya enak-enak di luar sana. Palingan kelayapan Mah sama laki-laki lain. Emang punya kakakku masih kurang ya? Sampai cari tombak lain di luar sana," sindir Sisy dengan pedasnya melebihi rasa pedas bon utang yang sudah nunggak berbulan-bulan sekaligus pedasnya lambe murah.
"Tutup mulutmu, Sy! Jika kamu tak tahu apapun, jangan banyak bicara. Kuliah dan belajar saja yang benar. Dan jangan ikut campur!" ucap Rara dengan nada tegas pada adik iparnya itu.
PLAKK !!
Sebuah tamparan melesat tanpa ba bi bu di pipi Rara sebelah kiri dari tangan ibu mertuanya.
"Berani-beraninya kamu mengajari putriku soal etika. Seharusnya kamu yang tahu diri dan belajar yang bener jadi istri dan menantu yang baik itu bagaimana. Jangan jadi patung tak berguna di keluarga kami," balas Mama Dian.
Tiba-tiba Pram datang ke ruang tamu yakni tempat Rara, ibu dan adiknya sedang berdebat.
"Rara!" teriak Pram dengan sorot mata yang tajam.
Rara pun yang mendengar namanya dipanggil oleh Pram maka ia langsung menoleh dan...
PLAKK !!
Sebuah tamparan melesat di pipi kiri Rara, di tempat yang sama. Namun kali ini tamparan itu melesat dari tangan sang suami. Lelaki yang ia cintai. Sungguh menyakitkan.
Deg...
"Mas," cicit Rara seraya air matanya tak kuat ia bendung. Akhirnya menetes juga membasahi pipinya.
Rara menatap sendu pada suaminya. Terlebih tatapan Pram berubah tajam padanya. Padahal dirinya baru saja menginjakkan kaki di rumah.
Mama Dian dan Sisy di belakang tengah melakukan tos kecil.
"Mah, kakak mulai menunjukkan taringnya pada wanita mandul itu. Tontonan yang menarik," bisik Sisy pada sang ibu.
"Bener banget. Mama sejak dulu mana suka sama dia. Pengin banget Pram cerai saja sama wanita mandul itu," jawab Mama Dian dengan tetap berbisik.
"Kenapa kamu tampar aku, Mas?" tanya Rara lirih dengan mata yang sudah sembab.
"Kamu tanya kenapa! Apa kamu enggak sadar Ra sudah melakukan kesalahan apa hari ini padaku!" bentak Pram.
"Memangnya salahku apa Mas? Apa karena aku terlambat sampai rumah dan tak menyambut kedatanganmu pulang dinas dari luar kota yang ternyata fiktif belaka?" ucap Rara menyindir.
"Oh, sekarang istriku ini punya pekerjaan sampingan jadi detektif. Mantau suaminya ngapain saja begitu, hah!" pekik Pram dengan mencengkeram rahang Rara hingga istrinya mendongak.
"Lepas, Mas. Sa_kitt..." cicit Rara seraya menahan rasa sakit dari cengkeraman Pram.
"Sakit? Segini rasanya masih kurang, Ra. Daripada rasa sakit yang kamu berikan padaku," ucap Pram seraya melepaskan cengkeraman tangannya tersebut hingga membuat nafas Rara tersengal.
"Bukankah seharusnya aku yang sakit, Mas. Karena sudah diselingkuhi oleh kalian berdua. Kamu dengan teganya memalsukan tanda tanganku sehingga rumah peninggalan orang tuaku disita oleh bank dan akan dilelang karena kamu tidak bisa membayar cicilan. Semua itu kamu lakukan hanya untuk wanita lak-nat itu. Dasar kalian berdua manusia terkutuk! Aku benci kamu, Mas!" pekik Rara seraya memukul-mukul tubuh Pram dengan tangannya.
Dan grepp....
Pram langsung menangkap kedua tangan Rara. Lalu menjambak rambut Rara hingga sang empunya mendongak kesakitan.
"Sakitmu ini tak ada apa-apanya dibandingkan aku yang harus kehilangan bayiku yang tengah dikandung Anita. Semua karena ulahmu yang mendorong dia hingga Anita mengalami pendarahan hebat lantas dia harus keguguran. Puas kamu, Ra! Dasar istri mandul tak tahu diuntung!" pekik Pram yang membuat Mama Dian dan Sisy yang ikut mendengarnya pun begitu terkejut. Jika Pram ternyata memiliki wanita lain yang tengah hamil bennihnya.
"Aku tak pernah membuat wanita jall-laang itu keguguran. Terserah kamu percaya atau tidak. Sebenci-bencinya aku pada kelakukan kalian, aku masih punya hati, Mas. Aku bukan pembunuh. Dan aku bukan seperti kalian yang pecundang!" maki Rara.
PLAKK !!
PLAKK !!
PLAKK !!
Tiga kali tamparan keras bertubi-tubi dilayangkan Pram pada Rara hingga sudut bibir istrinya itu mengeluarkan darah dan bengkak hingga kemerahan.
Lantas tiba-tiba Pram mendorong Rara dengan sangat kencang hingga tanpa sengaja perut Rara terkena ujung meja lalu terjatuh ke lantai.
"Auchh... sa_kit..." rintih Rara dengan nada terbata-bata seraya memegang perutnya.
Pram, Mama Dian dan Sisy begitu terkejut melihat Rara jatuh tersungkur dengan darah yang tiba-tiba mengalir di sela-sela kakinya.
Deg...
🍁🍁🍁