Teman-teman ini novel keduaku setelah Mencari Cinta Sejati. Dukungan teman-teman akan menjadi cambuk bagiku untuk hasilkan karya bagus. Kritik dan saran membangun sangat kubutuhkan.
Dimulai dari kisah nasib apes seorang gadis muda bernama Citra Ayu. Gadis muda ini terpaksa menikah dengan seorang CEO kaya raya berwajah rupawan. Selain tampan dan kaya CEO itu memiliki banyak penggemar.
Citra harus menikah dengan CEO kaya itu karena keluarga Lingga berhutang budi pada keluarga Citra. Bapak Citra meninggal karena menyelamatkan kakek CEO yang nyaris terbakar di jalan tol. Bapak Citra supir keluarga Lingga. Demi menjamin masa depan anak yatim piatu itu kakek CEO nikahkan Citra dengan cucunya yang terkenal dingin dan tak bersahabat.
Bagaimana nasib Citra selanjutnya? Hidup bahagia bersama CEO atau tercampakkan karena statusnya yang tak setimpal dengan CEO dambaan puluhan wanita.
Mohon dukungan. Bila suka jangan lupa beri tanda like dan vote. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuntut Cerai
"Terima kasih Citra...aku janji takkan usik kalian. Kau tetap bekerja di sini karena tenagamu dibutuhkan. Aku sudah lihat catatan kerjamu. Sangat memuaskan."
Citra bergeser makin ke sudut sofa seakan ogah berdekatan dengan Alvan. Alvan tak ubah bibit penyakit menular. Harus dihindari sejauh mungkin.
Alvan tidak tersinggung dicueki Citra. Wanita manapun akan sakit hati diperlakukan tak adil sebagai isteri sah. Justru wanita nebeng hidup sangat layak rampas hak bini sah.
"Aku akan coba! Mengenai perceraian kita bagaimana? Aku tak punya buku nikah untuk gugat cerai. Mungkin bapak bisa ajukan tuntutan. Aku takkan minta harta gono gini. Aku sudah punya harta lebih berharga." Citra angkat kepala menantang Alvan tanpa ragu.
"Tidak..kita takkan bercerai! Aku takkan ceraikan kamu. Ingat masa depan anak-anak kita! Mereka akan makin terluka bila tahu orang tuanya berpisah."
"Tak ada bedanya pak! Kita perlu perjelas status agar punya kesempatan mulai hidup baru. Kasihan Karin hanya jadi isteri siri! Pikirkan perasaan dia!"
"Kau punya sudah punya calon?" Alvan menyelidiki Citra kalau-kalau punya calon pendamping yang bakal ganti posisi dia sebagai suami.
"Jangan balik fakta pak!" rengut Citra membuang muka jijik pada Alvan yang punya dugaan gila. Dia sendiri main gila tuduh dia punya simpanan. Kalaupun Citra punya calon suami bukanlah hal mesti diributkan. Secara agama mereka sudah pisah sembilan tahun. Selama itu Alvan tak pernah nafkahi anak-anak. Di mana hak laki itu menuntut hak asuh anaknya.
"Bukan itu maksudku! Aku cuma pikir kau akan nikah lagi setelah bercerai."
"Apa urusan bapak? Kita bukan suami isteri sah lagi. Terserah aku mau gimana!"
"Kau benar...tapi aku tak bisa ceraikan kamu karena ada anak di antara kita. Aku tak mau anak kita kecewa orang tua mereka pisah." Alvan coba bertahan tak mau pisah dari Citra secara hukum.
"Jadi bapak boleh bahagia sedang aku tidak! Bapak bersenang dengan isteri dengan istri muda yang sudah tua. Aku juga berhak punya kebahagiaan sendiri."
Alvan tak bisa membantah kata Citra. Dia punya Karin sedang Citra harus puas dengan anak-anak. Tidak adil bagi Citra. Wanita itu masih muda, masa depan masih cukup panjang. Tak mungkin tersiakan dengan status tak jelas. Janda iya, isteri orang juga iya. Citra berada di posisi mana?
"Kau mau kawin lagi?"
"Bukan urusan bapak! Aku punya jalan sendiri. Setelah ini jauhi keluarga kami. Bapak bisa bikin anak dengan bini bapak. Ini anak aku! Aku yang mengandung dan lahiran. Tak ada hubungan denganmu." Seru Citra mulai perlihatkan emosi yang ditahan. Manusia model apa ini. Sombong punya ego tinggi.
"Tapi aku bapaknya!" balas Alvan tak mau tunduk pada amarah Citra yang terpendam.
"Tak malu sebut diri sendiri bapak? Ke mana bapak selama sembilan tahun? Sembunyi di ketiak rubah tua?" Citra busung dada tak takut Alvan terpancing emosi. Citra tak boleh asyik mengalah buat Alvan makin angkuh.
"Ya ampun Citra...kau pergi tanpa pamit! Aku mana tahu kau hamil. Kau pikir aku bajingan tak punya hati? Aku mencari mu di kampus tapi tak ada yang kenal kamu. Kau hilang bagai ditelan bumi. Aku merasa bersalah talak kamu maka tak ajukan gugatan cerai. Apa aku seburuk itu di matamu?" Alvan meneliti wajah Citra menanti reaksi wanita yang pernah dia kecewakan tempo dulu.
"Jangan mengungkit cerita basi! Aku tak mau ada yang terluka lagi. Aku sudah punya segalanya walau minus harta duniawi. Bapak lihat aset paling berharga punyaku?" Citra tiba-tiba malas berdebat. Mengungkit masa lalu sama saja ungkit luka lama. Citra sudah move on lupakan duka yang diberi Alvan.
"Kita harus bicara soal anak-anak! Kamu kuasai tiga anak. Apa tak terpikir bagi aku satu?"
"Bagi buat bapak? Bapak sedang bercanda? Jangan bagi satu, bayangan anakku tak boleh dekat keluarga bapak. Bapak boleh bertemu setiap saat tapi tak boleh diajak." tegas Citra tak kasih kesempatan Alvan berpikir bisa minta salah satu anaknya.
"Baiklah! Itu katamu lho! Aku bisa jumpa anak aku setiap saat. Ingat janjimu!"
"Aku bukan pembohong. Afifa sudah tidur! Bapak sudah boleh pergi. Dan jangan balik!"
Alvan menggeleng heran pada mulut wanita. Baru saja berjanji, dalam tempo itu juga ingkar janji. Alvan diberi kebebasan jumpa anak tapi meminta Alvan jangan balik. Ini sama saja melarang Alvan jumpa anak-anak.
"Aku takkan kemana mana. Aku mau bersama anakku."
"Isterimu sudah menunggu di rumah. Kasihan dia menanti suami pulang! Ntar dipikir bapak selingkuh." ketus Citra masih memikirkan perasaan Karin.
Citra memang tak suka pada Karin. Wanita itu arogan tekan Citra semasa tinggal bersama. Citra diposisikan sebagai kacung layani dia. Semua tugas rumah tangga dilimpahkan pada Citra sementara Karin hidup bak ratu.
Cuma Citra punya perasaan tak ingin menyakiti sesama wanita. Citra tak ingin jadi duri dalam daging Karin. Diselingkuhi sungguh menyakitkan. Citra pernah berada di posisi itu.
Alvan tak open kata-kata Citra. Justru Alvan sedang hindari Karin. Saat ini Alvan tak bisa buka kenakalan Karin. Harga diri Alvan makin hancur di mata Citra bila tahu isteri yang dia banggakan tak lebih perempuan murahan.
Citra pasti akan mengejeknya habis-habisan piara bini ayam loncat. Untuk sementara Alvan pura-pura hidup bahagia dengan Karin biar ada nilai di depan mata Citra.
Alvan menyandarkan kepala ke sandaran sofa menutup mata. Bertengkar dengan wanita yang gelap mata hanya buang energi. Lebih bagus Alvan simpan tenaga agar fit jaga Afifa. Citra masih marah padanya itu satu hal wajar. Dinikahi untuk dilupakan merupakan aib bagi seorang wanita.
Belum terlambat bagi Alvan mencuri perhatian Citra walau jalannya cukup terjal. Tak gampang menata hati yang susah terlanjur hancur. Lem super kuat pun tak bisa menyambung hati berkeping itu. Tinggal bagaimana Alvan menutupi luka di hati Citra dengan limpahan kasih sayang. Tidak utuh paling tidak bisa mengobati.
Tok. Tok..
Pintu diketok orang. Citra bangkit bukakan pintu buat orang yang ingin masuk. Sikap Citra kaku selama ada tukang selingkuh berada di ruang rawat Afifa. Kalau boleh jujur Citra harap Alvan segera angkat kaki dari lingkungan mereka.
Pintu digeser pelan. Citra melihat satu sosok yang tak asing baginya. Sembilan tahun berlalu asisten Alvan tak berubah. Masih sama seperti dulu. Tidak gemuk juga tidak tambah kurus. Wajah itu tetap bikin orang merasa iba. Tekanan bekerja dengan orang tak punya naluri kemanusiaan sangatlah sulit.
Citra puji mental Untung sanggup bertahan di samping Alvan sekian lama. Untung tak kalah surprise jumpa Citra di rumah sakit. Atas perintah bos dia datang. Begitu datang berjumpa nyonya muda tepatnya mantan nyonya.
"Apa kabar Pak Untung?" sapa Citra ramah tak berubah. Dari dulu Citra selalu ramah pada Untung walau Alvan tak suka padanya. Citra hargai Untung walaupun cuma seorang asisten.
"Baik Citra...kok ada di sini?" Untung mencari bayangan bosnya di dalam kamar. Tampak Alvan merem tak terusik oleh kehadiran Untung.
"Masuklah! Anakku sakit. Tuh lagi tidur!" Citra bergeser beri ruang pada Untung maju masuk ke dalam ruang.
Mata Untung tak lepas dari sosok mungil yan tergeletak di atas kasur. Wajah gadis kecil itu cantik tepatnya indah bagai boneka dalam dongeng. Citra pintar melahirkan putri menarik hati. Bibit siapa demikian tokcer hasilkan buah sempurna.
"Wah...anakmu cantik! Sakit apa?" Untung tak bosan menatap sosok di kasur. Andai saja dia yang punya anak model gini hidup Untung akan lebih sempurna.
"DBD...Mau jemput bapak?" iseng Citra bikin pendapat sendiri. Kehadiran Untung tentu atas perintah Alvan. Kalau tidak Untung mana tahu Alvan di ruang rawat Afifa.
"Oh tidak...cuma antar baju bapak dan makanan! Kamu sudah nikah lagi? Sama orang mana?" tanya Untung pelan takut di dengar bos yang tertidur atau pura-pura tidur.
"Suruh antar baju bukan bergosip! Kamu ke rumah Citra jemput Azzam kemari." ujar Alvan tanpa buka mata.
Citra mencibir ternyata laki itu tidak tidur. Hanya istirahatkan mata.
"Maksud bapak?" Untung belum ngeh perintah Alvan. Di mana rumah Citra dia juga tak tahu. Lalu siapa Azzam.
Mengapa mendadak muncul tokoh baru dalam kisah hidup bosnya itu. Untung masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Sekian lama menghilang Citra muncul lagi dengan kondisi berbeda. Tetap cantik dan awet muda cuma lebih matang.
"Tak usah pak! Lebih baik Azzam di rumah. Nanti kak Nadine akan pulang urus Azzam."
"Apa kau tak dengar Azzam mau datang? Biar dia jumpa adiknya sebentar. Sebelum jam sembilan dia harus pulang. Aku tak anakku kecewa."
Untung kaget Alvan menyebut anak. Seingat Untung sepuluh tahun bersama Alvan belum pernah ada anak kecil di sekeliling Alvan. Bahkan Karin belum bertelur hasilkan anak.
Anak siapa yang disebut Alvan. Mungkinkah Alvan adopsi anak secara diam-diam? Anak siapa di adopsi laki itu?
"Tapi besok Azzam sekolah!" protes Citra tetap tak ijinkan Azzam balik rumah sakit.
"Sebentar saja! Mereka kembar, hubungan batin mereka lebih dari orang lain. Azzam akan puas setelah lihat adiknya dalam kondisi sehat. Kau tak perlu kuatir. Soal sekolah Azzam biar kutangani. Kau fokus urus anak-anak saja." Alvan berkata tak suka dibantah. Gaya bos mode on muncul lagi. Dari dulu sampai sekarang Alvan selalu ingin kuasai hidup Citra.
Citra tak mau menampakkan sikap kasar di depan Untung. Tak ada faedah malahan dicap perempuan tak tahu adat.
"Terserah!" Citra melenggang keluar dari ruang rawat Afifa agar tak jadi ikan terpancing kesal. Ini akan menoreh tinta merah di raport Citra sebagai dokter temperamen tinggi.
Alvan dan Untung menatap Citra menghilang di balik pintu. Alvan tersenyum puas mampu kalahkan ego Citra. Cepat atau lambat Alvan yakin Citra akan jatuh kembali ke pelukannya. Alvan punya kartu truf untuk menekan Citra.
"Pergilah ke alamat ini. Aku wa kamu. Bilang pada Azzam kalau kamu disuruh papi jemput dia jenguk adiknya. Tanya dia mau makan apa? Semua boleh kecuali es krem. Belikan kemauan anak aku!"
"Maaf pak! Bapak adopsi anak? Apa Bu Karin tahu?"
"Apa kamu lihat anak itu seperti anak adopsi? Lihat pakai mata! Rugi mata sudah empat!" Alvan menunjuk buah hati yang tertidur lelap.
Untung perlahan dekati Afifa teliti tatap wajah Afifa. Banyak kemiripan dengan Alvan cuma Untung tak dapat lihat mata gadis mungil itu karena terpejam. Sekilas cukup mirip Alvan.
Setelah jelas Untung mendekap mulut mulai paham kata-kata bosnya. Alvan ingin katakan bahwa itu darah dagingnya secara tak langsung. Dasar Untung telmi, gitu saja tak bisa tebak teka teki dari Alvan.
"Anak bapak sama Citra?" laki gempal itu tersadar dari ketololan kelas wahid.
"Syukur otakmu masih ada sisa. Kalau anak orang lain ngapain aku sibuk jaga di sini! Untuk sementara ini Karin tak perlu tahu soal anak-anak aku. Karin itu orangnya nekat, aku takut dia sakiti anak-anak."
"Emangnya anak bapak ada berapa? Tadi ada Azzam lalu bidadari kecil ini...ada lagi?"
"Satu lagi sekolah di Tiongkok. Anakku kembar tiga." ujar Alvan bangga sekali cetak dapat tiga. Jarang-jarang ada anugerah sebesar ini. Alvan yang divonis mandul untuk sementara ternyata memiliki simpanan stok anak tiga.
Untung pusing dengar bosnya tiba-tiba punya tiga anak sudah besar. Insting Untung mengatakan kalau dia sedang dalam masalah. Tugasnya otomatis akan lipat ganda bila benar bosnya punya buntut tiga.
"Pak...yakin anak ini anak bapak?" Untung coba provokasi Alvan agar jangan cepat percaya pada sesuatu yang belum teruji secara nyata. Untung takut orang cari keuntungan materi gunakan anak jerat Alvan.
Alvan mendehem tak suka Untung curiga pada Citra. Tak seharusnya asisten itu letakkan rasa curiga pada Citra. Apa Untung tak tahu sifat Citra yang jauh dari kata min.
"Buang pikiran kotormu! Citra sudah sembunyikan anak-anak ini selama sembilan tahun. Dia tak berniat serahkan anak-anak padaku. Aku susah payah ketemu mereka mau kamu kaburkan status anak-anak aku? Citra akan bahagia bila aku ragu ini anak aku. Dia berencana kabur lagi maka kusuruh kamu ambil dokumennya. Kau pikir apa?"
"Oh gitu! Kukira Citra antar anak ini pada bapak!"
"Antar? Mengaku ini anakku saja dia berbelit-belit. Sudah...sekarang kau jemput anak sulungku! Jangan banyak mulut kalau tak mau malu!"
"Maksud bapak?" Untung bingung diberi nasehat tak ada ujung pangkal. Banyak mulut terhadap siapa? Alvan makin aneh penuh misteri. Biasa ada apa pun Alvan selalu bicara dengannya. Tak ada rahasia Alvan tak diketahui Untung.
"Nanti kamu akan tahu! Sekarang pergilah! Oya sekalian ajak ondel-ondel bernama Ance. Tetangga sebelah."
"Siap bos! Oya ini pakaian dan makanan pesanan bapak!" Bungkusan yang dia bawa masih betah berada di tangan. Saking terpesona Untung sampai lupa bawa pesanan bos.
"Letakkan di meja! Cepat balik!"
"Siap!" Untung meletakkan pakaian dan makanan dengan hati-hati di atas meja dekat sofa. Ruang rawat mirip hotel berbintang itu tak tampak seperti berada di rumah sakit. Justru mirip nginap di hotel.
dah namanya di talak ya sah la sudah bercerai..talak jatuh selepas anak lahir...kalau namanya nak rujuk kena nikah semula...rujuk berlaku dalam masa edah sahaja...
kalau tak salah
maaf ya Thor hanya bagi tahu sahaja