NovelToon NovelToon
ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Aku mati. Dibunuh oleh suamiku sendiri setelah semua penderitaan KDRT dan pengkhianatan. Kini, aku kembali. Dan kali ini, aku punya sistem."

Risa Permata adalah pewaris yang jatuh miskin. Setelah kematian tragis ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Doni, anak kepala desa baru yang kejam dan manipulatif. Seluruh hidup Risa dari warisan, kehormatan, hingga harga dirinya diinjak-injak oleh suami yang berselingkuh, berjudi, dan gemar melakukan KDRT. Puncaknya, ia dibunuh setelah mengetahui kebenaran : kematian orang tuanya adalah konspirasi berdarah yang melibatkan Doni dan seluruh keluarga besarnya.

Tepat saat jiwanya lepas, Sistem Kehidupan Kedua aktif!

Risa kembali ke masa lalu, ke tubuhnya yang sama, tetapi kini dengan kekuatan sistem di tangannya. Setiap misi yang berhasil ia selesaikan akan memberinya Reward berupa Skill baru yang berguna untuk bertahan hidup dan membalikkan takdir.

Dapatkah Risa menyelesaikan semua misi, mendapatkan Skill tertinggi, dan mengubah nasibnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 : Penistaan di Atas Tanah Suci

Langit di atas kompleks pemakaman keluarga Permata tampak seperti kanvas yang dicuci oleh tinta kelabu. Awan mendung berarak rendah, menelan cahaya matahari sore yang seharusnya menghangatkan nisan-nisan marmer. Angin pegunungan yang dingin menusuk hingga ke sumsum tulang, namun bagi Risa Permata, rasa dingin itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kengerian yang sedang ia saksikan.

Risa duduk di kursi roda, tubuhnya yang ringkih dan penuh luka operasi yang belum kering dibungkus oleh mantel hitam tebal. Wajahnya pucat pasi, matanya yang cekung menatap nanar ke arah makam ibunya, Lestari Permata yang kini dikepung oleh pria-pria berwajah dingin dengan setelan jas hitam. Di tangan mereka, cangkul, linggis, dan alat berat sudah bersiap seolah hendak menggali harta karun, bukan tempat peristirahatan abadi.

"Jangan lakukan ini, Revano... aku mohon padamu dengan sisa hidupku," suara Risa terdengar seperti gesekan kertas kering, pecah di antara deru angin. "Ambil semua yang kau inginkan. Ambil sisa napasku, ambil namaku, tapi biarkan Ibuku beristirahat dengan tenang."

Revano Adhyaksa berdiri di samping kursi roda Risa, memegang payung hitam besar yang melindungi mereka berdua dari rintik gerimis. Wajahnya sedingin nisan di hadapan mereka, tanpa ada sedikit pun jejak kemanusiaan.

"Aku sudah memberimu kesempatan di rumah sakit, Risa. Aku sudah memintanya dengan cara yang sopan," ujar Revano dengan nada rendah yang menggetarkan udara. "Tapi kau memilih untuk tutup mulut. Leo memberitahuku bahwa Baskoro menyimpan rahasia kedua tepat di bawah jasad istrinya. Ayahmu sangat licik; dia tahu tidak akan ada yang berani menodai makam ini... kecuali orang yang lebih licik darinya."

"Itu hanya akal-akalan Leo agar kau tidak membunuhnya! Tidak ada apa-apa di sana!" teriak Risa histeris, mencoba bangkit dari kursi rodanya. Namun, tangan kekar penjaga Revano segera menekan bahunya kembali dengan kasar, membuat luka di perutnya berdenyut hebat.

Revano tidak memedulikan teriakan itu. Ia hanya memberikan isyarat kecil dengan ujung jarinya. "Mulai."

BRAK!

Suara hantaman cangkul pertama ke tanah suci itu terdengar seperti suara guntur di telinga Risa. Ia memekik, menutup telinganya dengan tangan yang gemetar. Setiap kali baja tajam itu merobek tanah merah, Risa merasa jantungnya ikut tercabik. Ini bukan sekadar penggalian; ini adalah pemerkosaan terhadap memori paling suci yang ia miliki.

"Kalian iblis! Kalian akan dikutuk hingga tujuh turunan!" jerit Risa di tengah isak tangis yang menyesakkan.

Risa terpaksa menyaksikan tumpukan tanah merah dilempar keluar dari liang lahat. Ia melihat bunga kamboja putih kesayangan ibunya yang ia tanam dengan tangannya sendiri diinjak-injak oleh sepatu bot para pekerja yang kotor. Penderitaan ini melampaui rasa sakit saat dicambuk Doni, melampaui kehinaan saat jarinya hancur oleh bahan kimia. Ini adalah penistaan terhadap satu-satunya pelabuhan damai yang tersisa dalam ingatannya.

Dua jam berlalu dalam penyiksaan mental yang tak terlukiskan. Lubang itu semakin dalam, hingga akhirnya suara benturan logam yang tajam bergema dari dasar tanah.

KLANG!

"Tuan! Kami menemukan sesuatu! Bukan peti jenazah, tapi sebuah kotak logam titanium di samping posisi kepala jenazah!" teriak salah satu pekerja.

Mata Revano berkilat dengan keserakahan yang murni. "Angkat sekarang!"

Kotak itu diangkat ke atas, berlumuran tanah merah yang lembap. Revano melangkah maju, membiarkan Risa ditarik paksa mendekat agar bisa melihat. Tanpa sedikit pun rasa hormat, Revano memerintahkan pekerjanya untuk membongkar kotak itu menggunakan linggis.

Di dalamnya, tidak ada perhiasan atau emas. Hanya ada sebuah silinder kecil dan secarik surat yang dibungkus plastik kedap udara. Revano mengambil surat itu, membacanya dengan cepat di bawah cahaya senter yang mulai dinyalakan karena hari semakin gelap.

Sebuah senyum miring, yang lebih menyerupai seringai iblis, muncul di wajah tampan Revano. "Baskoro memang luar biasa. Dia menyembunyikan mikrofis data koordinat tambang langka ini di sini, tahu bahwa sistem keamanan digital apa pun bisa diretas, tapi tradisi dan rasa takut akan kualat adalah penghalang terbaik. Sayangnya, dia meremehkan ambisi seorang Adhyaksa."

"Berikan padaku... itu milik Ibuku!" Risa meronta, air matanya bercampur dengan air hujan yang mulai turun deras.

Revano mendekat ke arah Risa, memegang silinder titanium itu tepat di depan mata Risa. "Ini adalah akhir dari permainanmu, Risa. Dengan data ini, aku tidak lagi membutuhkanmu. Kau telah kehilangan nilai kegunaanmu."

Namun, saat Revano membuka lembar kedua surat itu, wajahnya mendadak berubah menjadi gelap. Guratan kemarahan muncul di keningnya. Surat itu berisi instruksi akhir dari Baskoro:

"Siapa pun yang membuka kotak ini tanpa sidik jari dan DNA putriku Risa yang masih hidup, maka mikrofis di dalamnya akan terhapus secara otomatis oleh sistem kimiawi di dalam silinder ini dalam waktu 24 jam."

Revano memandang Risa dengan tatapan haus darah. "Ayahmu benar-benar ingin bermain hingga akhir, hah?! Dia memasang jebakan kimiawi!"

Revano mencengkeram rahang Risa, menekan luka memar di sana hingga Risa mengerang kesakitan. "Kau akan ikut denganku ke laboratorium pusat malam ini. Aku akan mengambil setiap tetes darah dan jaringan kulitmu untuk memastikan data ini tidak terhapus. Dan setelah itu... kau bisa menyusul ibumu ke bawah sana."

Malam itu, Risa dibawa kembali ke mansion Adhyaksa, namun bukan ke kamar mewah, melainkan ke ruang bawah tanah yang dingin—sebuah sel rahasia yang tidak pernah diketahui dunia luar. Di sana, ia dilemparkan begitu saja ke lantai semen yang lembap.

Di sudut sel, ia melihat sesosok wanita tua yang meringkuk ketakutan. Bi Nah!

"Non Risa... Ya Allah, Non..." Bi Nah merangkak memeluk kaki Risa yang dingin. Keadaan Bi Nah sangat mengenaskan, wajahnya lebam dan bajunya compang-camping.

"Maafkan aku, Bi... aku menyeretmu ke dalam neraka ini," bisik Risa dengan sisa tenaganya.

Malam itu adalah malam di mana Risa benar-benar menyerah pada kehidupan pertamanya. Ia telah melihat ayahnya mati, rumahnya terbakar, hartanya dirampas, suaminya ternyata monster, dan pahlawan penyelamatnya ternyata adalah dalang yang lebih kejam. Kini, makam ibunya pun telah dinodai.

Tiba-tiba, suara derit pintu besi terdengar. Bukan Revano yang masuk, melainkan Leo. Asisten Revano itu tampak panik dan terengah-engah.

"Nona Risa, Anda harus mendengarkanku!" bisik Leo sambil membuka gembok sel secara diam-diam. "Tuan Revano baru saja menerima kabar bahwa data di silinder itu mulai memuai karena suhu udara. Dia gila, Nona! Dia memerintahkan untuk melakukan ekstraksi paksa pada Anda malam ini juga! Dia tidak peduli jika Anda mati di meja operasi!"

Risa menatap Leo dengan pandangan kosong. "Kenapa kau memberitahuku ini, Leo? Bukankah kau yang memberitahunya soal makam Ibu?"

"Aku terpaksa, Nona! Dia mengancam nyawa keluarga saya!" Leo menyerahkan sebuah benda kecil—perekam kancing yang sama yang Risa miliki sebelumnya. "Aku berhasil menyelamatkan rekaman pengakuan Revano saat di pemakaman tadi. Ambillah. Lari lewat jalur pembuangan di belakang sel ini. Bi Nah akan menuntun Anda."

Risa menggeleng lemah. "Aku tidak punya kekuatan untuk lari, Leo. Lihat kakiku... lihat perutku."

"NONA HARUS HIDUP!" bentak Leo dengan suara tertahan. "Jika Nona mati sekarang, mereka menang! Dunia akan menganggap mereka pahlawan ekonomi, sementara Nona hanya akan diingat sebagai wanita gila yang mati bunuh diri!"

Kata-kata itu menyengat jiwa Risa yang hampir padam. Benar. Ia tidak boleh mati secara sia-sia. Jika ia mati, ia ingin seluruh dunia tahu siapa sebenarnya Revano Adhyaksa.

Risa dan Bi Nah merangkak melalui lorong pembuangan yang sempit dan berbau busuk. Rasa sakit di luka operasi Risa terasa seperti disobek oleh pisau panas setiap kali ia bergerak, namun ia terus maju. Adrenalin dari kebencian murni memberinya kekuatan yang tidak masuk akal.

Namun, saat mereka hampir mencapai pintu keluar di pinggir tebing belakang mansion, lampu sorot raksasa tiba-tiba menyala, membutakan mata mereka.

"Kau pikir kau bisa lari dari rumahku sendiri, Risa?"

Suara Revano menggema dari atas balkon. Ia berdiri di sana bersama puluhan penjaga bersenjata lengkap. Di sampingnya, Melati berdiri dengan senyum licik—wanita itu rupanya telah berkhianat pada Doni dan menjual dirinya pada Revano demi keselamatan diri.

"Leo, kau benar-benar mengecewakanku," ujar Revano dingin. Seorang penjaga langsung menembak kaki Leo, membuat pria itu jatuh tersungkur.

Bi Nah mencoba melindungi Risa, namun seorang penjaga menendangnya hingga wanita tua itu terlempar ke pinggir tebing.

"JANGAN! BI NAH!" teriak Risa.

Revano berjalan menuruni tangga dengan langkah yang sangat tenang. Ia memegang silinder titanium itu. "Terima kasih sudah membawakan dirimu padaku, Risa. Sekarang, mari kita lakukan ekstraksi DNA itu di sini. Tidak perlu meja operasi. Darahmu akan mengalir di atas tanah ini saja."

Revano mengeluarkan sebuah belati perak yang sangat tajam. Ia mendekati Risa yang sudah terpojok di tepi tebing yang di bawahnya adalah sungai berbatu yang deras—sungai yang sama tempat ayahnya tewas.

Risa menatap Revano, lalu menatap Melati, dan terakhir menatap nisan ibunya di kejauhan yang masih tampak dari ketinggian itu. Ia merasakan sesuatu di dalam kepalanya meledak. Sebuah suara yang tidak pernah ia dengar sebelumnya, suara yang sangat kuat dan berwibawa.

[TING! TAHAP PENDERITAAN : SELESAI.]

[GELOMBANG DENDAM MENCAPAI TITIK KRITIS : 99.9%.]

[SISTEM REINKARNASI : STANDBY.]

[PERINGATAN : SATU PENGKHIANATAN LAGI UNTUK MEMBUKA GERBANG KEHIDUPAN KEDUA.]

"Kenapa kau tertawa, Risa?" tanya Revano, suaranya sedikit bergetar melihat ekspresi Risa yang mendadak berubah menjadi sangat mengerikan.

Risa tertawa, sebuah tawa yang terdengar sangat hampa dan dingin. "Kau ingin darahku, Revano? Kau ingin data ini? Ambillah... tapi kau harus mengambilnya di neraka!"

Risa mengeluarkan kancing perekam dari mulutnya—ia telah menyembunyikannya di sana agar tidak diambil. Ia menelan kancing itu di depan mata Revano.

"Data itu ada di dalam perutku sekarang. Bersama dengan semua rahasia pengkhianatanmu," desis Risa. "Jika kau menginginkannya, kau harus membelah perutku saat aku masih bernapas. Tapi aku tidak akan memberimu kesempatan itu."

Risa melirik ke arah Melati yang tampak ketakutan. "Dan kau Melati... kau pikir kau akan selamat? Revano akan membunuhmu setelah ini. Kau hanya pelacur informasi baginya."

"DIAM KAU!" teriak Melati panik.

Revano yang sudah kehilangan kesabaran menerjang Risa dengan belatinya. Namun, tepat sebelum mata pisau itu menyentuh leher Risa, sebuah ledakan dari arah gerbang depan mansion kembali terdengar. Leo rupanya telah memasang bom waktu sebagai rencana cadangan.

Kekacauan terjadi. Revano teralih perhatiannya sejenak. Risa menggunakan kesempatan itu untuk berdiri dengan sisa tenaganya. Ia tidak lari ke dalam. Ia justru melompat ke arah tebing.

Risa jatuh berguling di tepian tebing, namun ia tidak langsung jatuh ke sungai. Ia tersangkut di sebuah dahan pohon jati tua yang menonjol keluar. Tubuhnya bergantung lemas di atas maut.

Dari atas, ia melihat Revano yang marah besar sedang menodongkan pistol ke arahnya. Namun, di belakang Revano, sesosok pria lain muncul dari kegelapan asap ledakan. Pria itu menembak Revano tepat di bahunya hingga silinder titanium itu jatuh ke jurang.

Pria itu mendekati tepi tebing dan menatap Risa. Wajahnya sangat mirip dengan seseorang di masa lalu Risa yang sangat ia cintai, namun matanya memancarkan kegelapan yang sama dengan Revano.

"Akhirnya kita bertemu, Risa Permata," ujar pria itu. "Aku adalah alasan sebenarnya kenapa ayahmu harus mati. Dan sekarang, aku akan menjadi alasan kenapa kau harus lahir kembali sebagai iblis."

Pria itu mengulurkan tangannya, bukan untuk menolong, melainkan untuk melepaskan dahan pohon tempat Risa bergantung.

1
Andira Rahmawati
hadir thor.. kerenn ...walau jln ceritanya agsk rumit sih👍👍👍
Ayu Nur Indah Kusumastuti: bener banget kak, tapi mungkin ini gaya authornya kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!