Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngelawak
"Bagaimana, Dok?" Tanya Amos setelah Agnes diperiksa, ditangani, dan dipindahkan ke kamar rawat inap VVIP.
"Nyonya Ronald baik-baik saja. Hanya lecet di kaki, tangan dan sedikit lebam di wajah"
"Dia berdarah tadi"
"Itu darah datang bulan"
"Fiuuhhh! Syukurlah" Amos menghela napas panjang sambil mengusap-usap dadanya.
"Anda siapa? Saudaranya pengacara Ronald? Apa saudaranya Nyonya Ronald?"
"Saya malaikat tampan yang kebetulan lewat aja, Dok, hehehehe"
Tzk! Katanya cinta sama aku tapi tebar pesona sama dokter cewek itu. Agnes membuka sedikit kelopak mata kirinya.
"Anda sudah punya pacar? Saya suka cowok tampan dan humoris seperti Anda"
Ish! Nyebelin banget sih dokternya. Dokter nggak mikirin soal medis tapi mikirnya modus, cih. Agnes mengerucutkan bibir dan mengernyit dengan masih memejamkan mata.
"Saya jomblo juga"
Amos! Dasar playboy tengik. Agnes mendengus kesal dan masih pura-pura tidur.
"Kalau begitu, kita tukeran nomer ponsel? Atau makan siang bareng sekarang juga biar lebih akrab?"
Bibir Agnes semakin mengerucut lancip.
"Maaf, saya jomblo tapi hati saya sudah dipenuhi satu nama berinisial A"
"Oh, begitu ya. Baiklah, maafkan kalau saya terlalu agresif"
"Tidak apa-apa. Mari saya antarkan ke pintu" Amos memimpin langkah ke pintu.
Dokter wanita itu berdiri di ambang pintu dan bertanya, "Apa saya boleh tahu siapa Miss A itu?"
"A.......ada deh, hehehehe" Amos mengusap pelipisnya saat dokter wanita itu terkekeh geli.
Agnes bergegas memasang wajah datar, merapatkan mata, dan mengatur napasnya lebih pelan agar terlihat seperti orang sedang tidur lelap saat ia mendengar suara pintu ditutup dengan pelan.
Amos melangkah ke kursi yang berada di dekat ranjang rawat inapnya Agnes. "Syukurlah ia baik-baik saja"
Saat Amos duduk di bangku, pengantar makanan masuk ke dalam kamar setelah mengetuk pintu kamar sebanyak tiga kali, "Makan siangnya"
"Ah, iya. Terima kasih banyak" Ucap Amos sambil berdiri.
"Sama-sama dan selamat makan"
Amos menganggukkan kepala lalu duduk kembali setelah pintu ditutup oleh pengantar makanan tersebut.
Mendengar makan siang, perut Agnes sontak keroncongan. Dia sangat lapar, untuk itulah ia membuka mata dengan perlahan dan bertanya, "Archie kamu ajak ke sini?"
"Archie bersama Mama, Rora, dan temenku Bagas. Mana mungkin Archie aku ajak mencari kamu"
"Terima kasih banyak sudah mau mencari dan menyelamatkan aku juga menjaga Archie"
Amos mengulum bibir menahan senyum saat ia mendengar suara keroncongan dan itu berasal dari perutnya Agnes.
"Jangan ngelawak! Perutku lapar dan itu nggak lucu"
"Eh, siapa yang paling ngelawak di sini? Perut Elo yang bunyi"
"Elo lah" Agnes menyipitkan mata.
"Elo, Nes"
"Mana ada?" Agnes semakin menyipitkan matanya.
"Iya, Elo. Elo diem aja lucu, gemesin, pengen meluk, ihhhhh"
"Gue tonjok, ya" Agnes mengangkat bogem ke udara persis di depan hidung Amos.
Amos terkekeh geli.
"Ayo makan! Aku suapi"
"Aku bisa makan sendiri"
"Tangan kamu diinfus dan tangan kamu yang satunya diperban. Yakin bisa makan sendiri?"
"Huft! Menyebalkan. Baiklah, tolong suapi, ya"
"Tanpa kamu minta tolong pun, dengan senang hati aku suapi" Ucap Amos sambil membuka satu per satu bungkus plastik yang yang ditempel di di pinggiran piring dan pinggiran mangkok, juga pinggiran bibir gelas berisi jus alpukat.
"Jangan mulai aneh-aneh!"
"Aku nggak aneh-aneh, cuma meras aneh aja kenapa Tuhan nyiptain cewek sesempurna kamu cuma satu aja di dunia ini, buat aku nggak bisa beralih ke cewek lain selain kamu, kan"
"Heleh! Tadi aja ber-haha-hihi sama dokter wanita"
"Kamu, kan tidur, kok tahu?"
Agnes melempar pandangannya ke pintu sliding transparan yang menampakan taman bunga mini di pojok balkon.
"Kamu cemburu, ya?"
Agnes menggelengkan kepalanya dan masih belum mau menoleh ke Amos.
"Iya, iya, mana ada kamu cemburu sama aku. Aku, kan, hanya butiran debu di mata kamu. Sini makan!"
Agnes menoleh ke Amos dan langsung merengut.
"Kenapa?" Tanya Amos sambil memotong daging sapi di menu bistik sapi dengan pinggiran sendok.
"Aku nggak suka......"
"Telur, udah aku pisahkan, tuh" Dagu Amos maju ke tempat snack.
"Kok kamu tahu kalau aku nggak suka telur?"
Mas Ronald aja suka lupa kalau aku nggak suka telur. Kedua alis Agnes bertaut erat.
"Pas kamu makan di kafenya Mama, telurnya nggak kamu makan dan kue kacang udah aku makan agar telurnya bisa aku taruh di tempat snack. Kamu nggak suka kue kacang juga, kan?"
"Kalau kue kacang bukannya aku berniat nggak sopan pas Mama kamu kasih incip-incip kue itu, tapi aku alergi kacang"
"Oke, aku catat di kepalaku. Kalau makan bareng kamu, aku nggak akan kacangin kamu
eh, maksudku kasih kamu kacang"
Agnes mendengus kesal.
"Aaaaa" Amos mengarahkan sendok ke mulut Agnes dan dengan malu-malu Agnes membuka mulutnya.
Mas Ronald aja belum pernah suapi aku.
Saat Amos menyuapi Agnes, di sebuah kamar hotel, Ronald sedang bermain liar di atas ranjang bersama Alexa. Alexa yang sudah menyelamatkan Ronald dari kepungan preman suruhannya Ananta. Alexa yang selalu diikuti bodyguardnya, berhasil menyelamatkan Ronald dari luka berat. Ronald menuruti keinginannya Alexa untuk pergi ke hotel dan melepas kerinduannya pada Ronald. Dua ronde permainan panas itu sukses membuat Ronald lupa akan istrinya.
Sementara Alexa bergerak liar di atas laki-laki yang sangat ia cintai dengan lenguhan penuh panggilan, "Mas.....ahhhhh, Mas.....Mas Ronald ......cintaku.....ahhhhh!!!!"