Ragil yang sedang menyamar menjadi seorang duda dan laki-laki yang buta harus dipertemukan dengan seorang gadis yang menyebalkan baginya dan hampir saja membuat gagal rencananya.
"Sekali lagi kamu mengganggu saya. Saya akan m3m6unuhmu!" Ragil.
"Ayo kita menikah, Om duda!" Adele.
Ragil merasa geram karena Adele seperti tidak takut dengan dirinya.
Apakah Ragil akan berhasil dengan semua rencananya atau justru berakhir takhluk dengan gadis lugu seperti Adele yang sifatnya seperti anak kecil.
Stay Tune!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maria_azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIMPI AGAIN
Karena Ragil tidak ada di rumah, Adele langsung kembali ke rumahnya lagi.
Kedatangan Adele disambut sang mama yang baru saja ke luar kamar.
"Adele."
"Kenapa dengan wajahnya? Ko' cemberut begitu?" tanya mama Zada.
"Om Ragil dan om Arfan tidak ada di rumahnya, Ma," jawab jutek dari Adele.
Mama Zada lalu duduk di sebelahnya. "Adele ke rumah om Ragil lagi?"
Adele menganggukkan kepalanya. "Iya."
"Adele mau menunjukkan semua nilai Adele kepada om Ragil." Jawabnya lugu.
"Kenapa?"
"Karena tadi pagi om Ragil mengatai Adele gadis yang oon dan bodoh," jujur Adele membuat mama Zada sangat terkejut.
"Om Ragil bicara seperti itu sama kamu?" tanya mama Zada.
Adele menganggukkan kepalanya sambil cemberut. "Iya, Mama."
"Apakah Adele marah?" tanya mama Zada lagi.
"Adele tidak marah. Tapi Adele sebal, jadi Adele ingin menunjukkan kepada om Ragil prestasinya Adele!" jawabnya jutek seperti anak kecil yang sedang merajuk.
Mama Zada mengusap kepalanya. "Sudahlah tidak perlu begitu."
"Mama yakin om Ragil juga bercanda sama Adele."
"Lagi pula kalau Adele menunjukkan semua nilai Adele, om Ragil 'kan buta tidak bisa melihat," kata mama Zada.
"Oh iya-iya."
"Eh tapi 'kan masih ada om Arfan yang bisa memberitahunya, Mama," jawab Adele.
Mama Zada langsung putar otak untuk mencari jawaban. "Adele nggak capek?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Sana tidur dulu. Nanti bangun jam lima sore saja, lumayan bisa tidur satu jam," ucap mama Zada.
Adele tidak mengantuk. Adele mau mengerjakan tugas saja dari bu guru," jawabnya.
Mama Zada tersenyum dan mengangguk. "Iya sudah sana."
Adele lalu beranjak berdiri untuk masuk ke dalam kamarnya. Adele berlari riang gembira tanpa merasakan beban yang berarti seperti gadis seusianya.
Adele benar-benar membentuk dunianya sendiri yang masih seperti anak kecil. Bisa-bisanya Ragil dan Arfan tidak percaya dengan sifat Adele yang seperti itu.
Jika bisa memilih mama Zada juga tidak ingin melihat Adele seperti itu. Tidak jarang Adele dikatai sebagai anak yang idiot oleh orang yang tidak mengenalnya.
Sedih, tapi mama Zada tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya sifatnya saja seperti anak kecil, tapi soal pelajaran dan yang lainnya tidak seperti itu.
Kembali kepada Dika lagi.
Ridwan yang merasa penasaran apa yang sebenarnya terjadi langsung bertanya kepada sang papa.
"Pa."
"Apa yang sudah terjadi dengan kalian kenapa mama tiba-tiba terkena serangan jantung?" tanya Ridwan.
"Apa kamu menuduh Papa?" tanya balik Dika.
"Semua ini terjadi karena mamamu sedang merasa syok dan terpukul yang berlebih," ujar Dika.
"Sudahlah, kamu jangan membuat Papa semakin bersedih dan tambah stres," kata Dika.
"Jika kamu tidak mau menemani Papa di sini, pulanglah urus tahlilan untuk Ines dan awasi terus gerak-gerik semua orang. Takutnya ada yang mencurigakan." Ujar Dika.
"Apa Papa masih tidak percaya jika Ines meninggal murni karena kecelakaan?" tanya Ridwa.
"Tidak. Papa masih tidak percaya."
"Pasti ada orang yang sengaja melakukannya," jawab mantap dari Dika.
"Ah sudahlah terserah Papa saja," ujar Ridwan.
"Ridwan mau pulang tapi nanti tunggu mama sadar dulu." Dika hanya mengangguk saja, lalu mereka berdua diam menunggu sang dokter ke luar.
"Bagaimana aku bisa pulang menemui Clara dan Rona jika di sini Gania juga masuk rumah sakit?" batin Dika.
"Jika aku pulang ke sana, pasti akan mendatangkan kecurigaan serta dipandang aneh oleh semua orang," batinnya lagi.
"Salah satu harus ada yang aku korbankan. Dan aku akan tetap di sini menemani Gania," ujarnya di dalam hati.
Resiko menjadi simpanan dan selingkuhan ya seperti Rona. Tapi kasihan untuk Clara yang tidak tahu apa-apa.
Kembali kepada Ragil lagi.
"Apakah Anda ingin mendatangi tahlilan di rumahnya tuan Dika, Tuan?" tanya Arfan.
"Untuk apa, Arfan?" tanya Ragil.
"Apa mereka pantas mendapatkan doa dari saya?" ujarnya.
"Dari pada saya mendatangi tahlilannya Ines, lebih baik saya bertemu dengan Adele yang bodoh itu," ucap Ragil.
Arfan hanya diam saja lalu Ragil mengajaknya bersiap-siap untuk pergi.
"Ayo kita pergi," ajak Ragil.
"Kita mau ke mana, Tuan?" tanya Arfan.
"Kembali pulang ke sana."
"Kita pulang sekarang biar tidak terlalu kemalaman sampai di rumah," ucapnya.
Arfan menganggukkan kepalanya dan mengikuti Ragil yang sudah masuk ke dalam mobil lalu duduk di belakang.
Karena perjalanannya jauh lama-lama Ragil merasa mengantuk juga. Apalagi siang tadi dia tidak bisa tidur nyenyak.
Ragil tidur sambil menyangga kepalanya dengan tangan kanannya yang dia taruh di jendela pintu mobil.
Ragil bermimpi lagi tentang seorang laki-laki tua yang sama sedang tersenyum kepadanya. Lalu laki-laki tua itu memanggilnya sambil melambaikan tangan.
Ragil kebingungan karena dia tidak mengenal laki-laki itu hingga tiba-tiba ada seorang gadis perempuan berlari dari arah belakangnya mendekati laki-laki tua itu.
Ternyata laki-laki itu tidak memanggil Ragil, tapi memanggil gadis yang berdiri di belakang Ragil.
Ragil sangat penasaran sekali dengan ayah dan anak perempuannya tersebut yang selalu hinggap di mimpinya.
Ragil yang merasa penasaran lalu mengikuti mereka secara diam-diam dan sampailah dia di sebuah rumah mewah.
Laki-laki itu membelikan sepeda untuk sang putri dan dia mengajarinya naik dengan sangat hati-hati sekali
"Papa. Adele bisa," teriak gadis itu kepada sang papa.
"Adele?" gumam Ragil di tempat persembunyiannya.
"Kenapa namanya tidak asing bagiku," ujar Ragil.
"Hati-hati dan pelan-pelan," teriak sang papa.
Ketika gadis itu terjatuh karena menabrak pohon sang papa langsung berlari mendekatinya.
"Adele!" teriak sang papa.
"Hah, Adele!" ujar Ragil yang tersadar dari mimpinya karena laki-laki tadi berteriak memanggil nama Adele.
Arfan yang tersentak kaget melihat Ragil terkejut dalam mimpinya langsung bertanya kepadanya. "Tuan Ragil kenapa?"
Ragil terlihat bingung dan belum bisa menetralkan apa yang tadi baru saja dia mimpikan.
"Kita mampir beli minum dulu, Arfan," ujarnya sambil menetralkan perasaannya.
"Baik, Tuan," jawab Arfan.
"Kenapa gadis itu bernama Adele?" batin Ragil.
"Ah pasti gara-gara aku kepikiran dengan Adele jadi namanya sama," ucapnya lagi.
Bersambung ....
😁🤭🤭
ngk salah kamu dika
kurang sadis dek🤣🤣