tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mawar merah
Kami kesiangan, matahari sudah benar-benar naik, kami baru sampai di titik pertemuan beberapa jam kemudian.
" hai kalian berdua kenapa ?" Tanya Ajeng setelah kedatangan kami
" kau kenapa ? " tanya Mayang kepada Tantri sebelum menjawab pertanyaan Ajeng
" tadi ada seekor ular raksasa melintang di pinggir jalan, Tantri mengambil jalan memutar tapi malah tersasar " cerita Ajeng, Mayang menoleh padaku, dan tertawa riang.
" Kau harus berterimakasih kepada Gemi, dia sudah memukul ular itu sampai mati " cerita Mayang dengan bangga, aku mencibir dengan tidak suka, serempak temanku melihatku, menuntut penjelasan,
" tidak seperti itu, dia yang membunuh ular raksasa dan memotong tubuhnya menjadi dua " kataku sambil menunjuk Mayang.
" iya tapi itu kulakukan ketika ular itu klenger ( pingsan ) karena kau pukul " kata Mayang, aku tidak merasa melakukanya,
Mereka serempak memandangku dengan aneh, bahkan Ajeng memijit lenganku dan berusaha memastikan kalau tanganku benar-benar memukul ular raksasa, aku menggeliat, apakah benar aku memukul ular itu sedemikian kuat sampai ular itu gegar otak, padahal aku sangat takut dengan ular ( phobia ).
" suatu kali kau harus se kelompok denganku " kata Ajeng sambil bergelayut manja padaku, tentu saja aku mau dengan siapapun asalkan bukan Mayang, aku sedikit trauma dengan gadis itu.
aku membasuh muka dan tubuhku di kali sementara mereka semua bercakap-cakap dan merencanakan alasan keterlambatan kami sampai di barak, walau aku tahu alasan apapun yang kami pakai, kami tetap akan dihukum.
tapi kesialan hari ini tidak sampai disini, kembali aku harus menerima kenyataan bahwa aku sedang diintai oleh pemilik sepasang mata yang memandangku dengan dendam yang membara.
Bau darah betinanya yang sudah tewas membuat pejantan dari ular yang sudah mati mengikutiku, mengintai ketika aku sedang di kali seorang diri, mata kami bertemu dan aku kembali berteriak sekencang kubisa.
Tubuh ular ini lebih kecil dari pada yang kami bunuh diatas, mungkin ini adalah anaknya pikirku saat itu, tanganku gemetar memegang pedang, saat ular itu maju aku berusaha mundur dan memukul dengan pedangku, aku berharap kami tidak saling menyentuh.
teriakanku membuat semua temanku berlari ke arahku, kemudian mereka mulai menonton bahkan menyorakiku,
" ayo Gemi pukul seperti tadi " kata Mayang menyemangati,
" aku akan memijati mu nanti malam kalau kau menang " kata Gendis menyahuti
" teman-teman bantu aku " kataku setengah memohon.
tapi Laras adalah orang yang lemah lembut dan peka, maka dengan sigap dia maju dan melindungiku.
" Kau takut ular?" teriaknya sambil melawan ular itu dengan pedangnya, aku mengangguk lemah.
" hai kalian semua cepat selesaikan ini ini adalah pasangan ular yang mereka bunuh , Gemi phobia ular, jangan main-main lagi " katanya tegas, kemudian hampir serentak mereka bahu membahu mengeroyok ular itu, sabetan demi sabetan, hantaman demi hantaman diterima ular jantan itu, kemudian dengan perlawanan yang tidak seimbang pada akhirnya Ular jantan besar itu harus menebus dendamnya dengan darah dan nyawa. selesai.
" Kau baik-baik saja ?" Tanya laras setelah mereka berenam selesai mengeroyok ular, aku mengangguk dan keringat dingin menetes di dahiku,
" ayo kita pulang, Gemi merasa tidak nyaman " kata Laras memerintah, Laras adalah yang tertua diantara kami, umurnya sudah hampir dua puluh lima, umur yang jarang dilampaui gadis pada masa ini, bisanya gadis lebih cepat menikah, umur dua puluh tahun sudah hampir terlambat, tapi hal itu tidak berlaku untuk Laras, dia adalah putri pemilik padepokan besar di Kadiri, ayah dan keluarganya sangat terbuka.
Kadang aku merasa minder dengan asal-usulku, teman-temanku mempunyai latar belakang yang bagus, mungkin hanya aku yang gadis miskin dari desa terpencil.
" paman kami meninggalkan dua ular besar disana dan disana, kalian bisa berpesta " kata Mayang kepada Ki Loga, orang yang selalu menjaga kuda kami ketika pagi buta,
" Baik putri terimakasih, saya akan segera melihatnya " kata ki Loga
Ki Loga merasa sangat senang dengan berita ini, dia segera merencanakan untuk membawa temanya mengambil bangkai itu, ular sangat besar manfaatnya mereka akan mengambil kulitnya dan menjual dengan harga tinggi juga memakan dagingnya.
sesampainya di barak hari sudah hampir tengah hari aku masih memakai baju setengah basah, Nyai Pikatan menghadang kami di depan pintu, kami belum menjelaskan apapun Ki dan Nyai pikatan sudah mengumpati kami dengan kata-kata yang menyakitkan, kemudian menghajar kami satu persatu dengan cemeti, rotan, dan ranting tanaman mawar yang banyak ditanam di depan kediaman Nyai Pikatan, habislah.
Malam harinya tubuhku menggigil, Laras memijatiku dan mengerok tubuhku, Gendis meramu obat-obatan untuk kuminum sebelum tidur, mereka semua pergi ke ruang makan tapi aku memilih untuk tidak kemapun dengan ijin melewatkan makan malam dan latihan malam.
" aku akan mengambilkan makan untukmu " kata Gendis, aku mengangguk setuju.
aku tertidur sebentar, ketika mereka datang, malam ini tampaknya teman-teman cukup puas setelah tadi pagi kami dipukuli bersamaan.
" ini makanlah terus minumlah obatmu, segera istirahat " kata Tantri sambil menyodorkan piring gerabah berisi nasi dan lauk itu, aku sudah hafal menu harian dan malam ini giliran sayur nangka muda dan botok ikan lele, tapi dugaanku melenceng jauh, aku menyuap nasi ke dalam mulutku.
" daging ular itu terasa sedikit manis " kata sekar ceplas ceplos, aku tercekat dan berhenti mengunyah, kemudian spontan memuntahkan semua yang ada di perutku.
Ki Loga tidak pernah menduga para gadis membunuh ular sebesar itu, pikirnya mereka hanya bermain-main, setelah mendapatkan daging yang cukup untuk berpesta sedusun, Ki Loga mengantar potongan daging ke Barak sebagai ucapan terimakasih kepada para gadis, tukang masak segera memasak dan menghidangkanya.
semalaman aku menggigil dan bermimpi bertemu dengan ular banyak sekali, besar sekali.
Dimana para gadis berkumpul, tentu saja ada bujang yang akan mencari perhatian, itu sudah hal yang lumrah, ada seorang Prajuri Bayangkara yang Bernama Bayurekso, terlihat sekali kalau pemuda ini mengejarku, menurut penyelidikan temanku, Senapati muda ini adalah putra seorang bupati, mereka menggodaku.
" sudah lupakan cita-citamu, kawin saja dengan senapati bayurekso, hidupmu akan terjamin " kata Rertno menasihati, aku mencibir.
" untuk sampai disini aku menjual kambing nenek, aku bahkan belum melunasinya " kataku mencibir
" akan kusuruh dia memberimu mas kawin kambing, biar bisa kau bayarkan hutang" sambung Mayang, aku menggeleng sambil tertawa sinis.
" putri ada titipan dari Senapati Bayurekso " kata Ki Ramuk, Ki Ramuk bertugas di kandang kuda merawat kuda-kuda kami, dan menyiapkan segala sesuatunya jika kuda akan dipakai, aku menautkan kedua alisku, setangkai bunga mawar merah darah.
aku mencium aroma wanginya, walau aku tidak terlalu suka kepada Bayurekso, tapi tidak apa menurutku menerima mawar yang cukup wangi ini.