NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:425
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Korban Pertama Dante!!!

Suatu sore setelah pelajaran kimia, saat menyeberangi kampus menuju Gedung perpustakaan, Nadia muncul di sisiku.

"Nad, ayo kita minum kopi?" Aku menyapa, berlagak santai.

Sebenarnya Victor-lah yang menyarankan agar aku sering nongkrong sambil minum kopi. Katanya agar aku lebih mirip manusia. Membaur sambil mempelajari bagaimana perilaku mereka.

Nadia, waktu itu berumur tujuh belas tahun, sudah tampak begitu serius. Menggeleng menampik ajakan. "Ikut aku menjenguk Ayah."

Jadilah kami berkendara melintasi kota ke tempat Victor dirawat. Ini bukan berita bagus. Diiringi harapan agar Victor segera ikhlas.

Kondisi Victor tampak parah saat kami tiba. Begitu pucat dan kaku di atas ranjang sampai kami mengira sudah terlambat. Tubuh begitu kurus saking lamanya berjuang.

Habis digerogoti oleh monster yang melahap dari dalam.

Victor masih hidup.

"Ayah, aku mengajak Dante." Ujar Nadia, meremas tangan Victor.

Victor membuka mata, menoleh. Mata itu seperti bukan milik Victor. Lebih mirip kubangan biru gelap, suram dan kosong. Tidak berpenghuni. Jasad Victor boleh jadi masih hidup, tapi jiwanya tidak ada di situ.

"Kondisinya parah. Kami hanya bisa mengurangi sakitnya saja sekarang." Kata seorang perawat sambil menyiapkan suntikan besar.

"Tunggu..." Begitu lirih suara itu.

"Tunggu..." sekali lagi dia melirih, disusul anggukan lemah menunjuk si suster.

Entah memang tidak dengan atau sengaja cuek, si perawat malah maju mengangkat sebelah tangan Victor dengan lembut. Lalu mulai menggosok urat dengan kapas alkohol.

"Jangan..." Victor megap-megap, nyaris tidak terdengar.

Aku melihat Nadia. Dia berdiri kaku, tidak tau harus berbuat apa. Kutatap lagi Victor. Matanya terkunci padaku.

"Jangan... jangan... jangan di suntik." Lenguh Victor, kini diiringi tatapan ketakutan.

Aku segera maju menahan tangan si suster, persis sebelum jarum suntik menembus urat.

"Tunggu," tegasku.

Si suster melihat ke arahku. Dalam sekejap bertatapan itu tampak sesuatu di matanya. Aku nyaris melompat kaget. Tatapan dingin dan bengis, macam atmosfer tatapan saat berburu mangsa.

Memang hanya kesan sedetik, tapi aku yakin dia sungguh berniat menghujamkan jarum suntik itu sekalian ke mataku karena lancang telah mengganggunya beraksi.

Sungguh tatapan monster, tidak, lebih tepatnya pemburu. Bahkan pembunuh. Makhluk predator yang jahat tidak bernurani.

Persis seperti aku.

Dengan tangkas dia kembali memasang topeng senyum garingnya. "Ada apa, sayang." Ujarnya begitu manis.

Lidahku kelu. Butuh beberapa menit untuk menjawab, tapi akhirnya bisa kumuntahkah. "Ayah tidak ingin disuntik."

Si suster tersenyum lagi. "Ayahmu sedang sakit, Nak. Bahkan kesakitan. Dia harus disuntik."

"Ayah tidak mau." Aku membalas.

"Tapi dia kesakitan."

Victor melirihkan sesuatu, tapi tidak mampu aku dengar. Aku membungkuk.

"Biarkan saja... sakitnya..." Pinta Victor.

Aku langsung menatapnya, memastikan bahwa telingaku tidak salah dengar. Sosok Victor berjuang menepis kabut kesadaran. Menegaskan keinginan. Dia mengangguk padaku, lalu menggapai lemah meremas tanganku.

Kutatap lagi si suster. "Ayah ingin merasakan sakitnya."

Si suster menggeleng tidak percaya. Geram.

"Akan saya laporkan pada dokter." Katanya.

"Baik, silahkan. Kami tunggu." Kujawab.

Victor meremas tanganku lagi sambil ikut menatap kepergian di suster.

"Kamu... pasti tahu..." lirihnya.

"Soal suster itu?" Tanyaku.

Victor memejam mata, mengangguk lemah satu kali.

"Ya. Bisa kurasakan." Jawabku.

"Seperti... kamu..." Lanjut Victor.

"Apa? Kalian bicara apa? Ayah tidak apa-apa? Apa maksudnya, seperti Dante?" Tanya Nadia ingin ikut dengar.

"Maksudnya, suster itu suka padaku. Ayah pikir suster itu suka padaku, Nad" Aku menjawab.

"Oh, begitu." Gumam Nadia.

"Apa yang telah dia lakukan pada Ayah?" Tanyaku kemudian.

Victor mencoba menggeleng menjawab. Lalu meringis. Sakitnya kembali lagi.

"Terlalu banyak. Dia... terlalu banyak memberi..."

Aku pasti sedang bodoh saat itu karena tidak bisa langsung menangkap maksud Victor. "Kebanyakan apa?"

Victor berbisik. "Morfin."

Otakku langsung jernih, "Overdosis. Membunuh dengan cara overdosis. Dan di tempat seperti ini, di mana itu praktis jadi pekerjaan sehari-hari, tidak akan ada yang bertanya-tanya... wah, sungguh..." Kataku.

Victor meremas lagi agar aku diam.

"Jangan biarkan dia... menyuntikku lagi."

"Tolong beri tau aku. Kalian bicara apa?" Pinta Nadia dengan suara setengah marah merasa diabaikan.

"Ayah pikir... hmm... ayah pikir suster tadi itu terlalu banyak memberi morfin. Dengan sengaja." Aku berusaha menjelaskan.

"Itu gila. Mana mungkin? Dia kan perawat." Tukas Nadia.

Victor menatapnya, tapi tidak berkomentar. Sejujurnya, aku juga tidak tau bagaimana mengomentari kenaifan Nadia yang kadang kelewatan.

"Aku harus bagaimana?" Tanyaku pada Victor.

Lama Victor diam menatapku. Semula aku pikir dia sedang menahan sakit lagi, tapi saat kutegaskan lebih jauh, tampaknya Victor sedang sadar penuh.

Rahang mengeras begitu kuat sampai aku takut bakal patah menembus kulit. Matanya juga jernih dan tajam seperti biasa kala menyampaikan wejangan.

"Hentikan dia," akhirnya Victor berkata.

Jantungku berdesir keras. Menghentikan dia? Suster itu? Benarkah? Victor sungguh bermaksud menyuruhku menghentikan dia?

Victor pasti tau saat seperti ini bakal terjadi, dan dia ingin aku siap melakukannya dengan benar. Selama ini dia selalu menahanku melakukan pembunuhan sebenarnya. Tapi sekarang, menghentikan suster itu? Benarkah?

"Aku mau bicara dengan dokter. Biar dia yang menyuruh suster itu menyesuaikan obat yang benar." Ujar Nadia.

Aku hendak menyahut, tapi ditahan remasan tangan Victor.

"Pergilah," Victor berkata.

Nadia menatap Victor sekilas sebelum berangkat. Begitu dia pergi, kamar langsung senyap. Benakku terngiang perkataan Victor : "Hentikan dia."

Memberi izin untuk melakukan Pembunuhan Sesungguhnya. Tapi aku tidak berani bertanya langsung.

Waktu berlalu.

"Dante..." akhirnya Victor memanggil.

"Begini... tidak lama lagi ayah pergi. Ayah tidak bisa menghentikan kamu... menjadi apa adanya kamu." Ujar Victor lagi.

"Menjadi apa adanya aku..." Kataku.

"Cepat atau lambat... kamu pasti terpaksa melakukannya pada manusia hidup. Pada orang yang... membutuhkan. " Ujar Victor.

"Seperti suster itu?" Tanyaku.

"Ya. Dia butuh tindakan khusus, Dante. Itulah... dia dengan sengaja... membuat overdosis pasien... membunuh mereka... dengan sengaja... dia seorang pembunuh, Dante... pembunuh."

"Ayah ingin aku... sungguh tidak apa-apa kalau aku... menghentikan dia?" Tanyaku lagi.

"Ya. Hentikan dia." Jawab Victor.

"Maksud Ayah... dengan cara seperti yang selalu aku lakukan selama ini? Seperti terhadap... hewan itu?"

"Hentikan... dia. Seperti... hewan itu..." jawabnya.

Senangnya. Aku mendapat izin.

"Kita sudah... membicarakan ini. Kamu tau harus berbuat apa..." Lanjut Victor.

"Aku sudah bertemu dokter. Dia akan menjenguk sendiri menyesuaikan dosis di kartu medis Ayah." Seru Nadia tiba-tiba masuk.

"Baguslah. Aku mau bicara dengan suster itu." Aku menjawab.

Nadia terlanjur kaget. Mungkin oleh nada suaraku. "Dante..."

Aku menoleh. "Aku tidak ingin ada salah paham."

Dalam kilasan kebebasan inilah, sepanjang perjalanan menjelang pembunuhan sesungguhnya untuk pertama kali dalam hidup, diiringi restu Victor Yang Maha Bijak.

Akhirnya aku lakukan juga. Menjadi sejatinya diriku. Dan memang kulakukan.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!