Di Kekaisaran Siu, Pangeran Siu Wang Ji berpura-pura bodoh demi membongkar kejahatan selir ayahnya.
Di Kekaisaran Bai, Putri Bai Xue Yi yang lemah berubah jadi sosok barbar setelah arwah agen modern masuk ke tubuhnya.
Takdir mempertemukan keduanya—pangeran licik yang pura-pura polos dan putri “baru” yang cerdas serta berani.
Dari pertemuan kocak lahirlah persahabatan, cinta, dan keberanian untuk melawan intrik istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Sore itu, kediaman Putri Bai Xue Yi diselimuti ketenangan. Angin membawa aroma bunga plum dari taman belakang, sementara suara burung kicau terdengar samar. Di beranda paviliun, Xue Yi duduk bersandar, mengenakan gaun putih sederhana, rambutnya digelung longgar. Di sampingnya, Lan Er tengah menuangkan teh hangat. Dua pengawal pribadi Su Mei dan Yi Chun
“Putri, akhirnya ada hari tenang juga,” ujar Lan Er sambil meletakkan cangkir di meja.
“Rasanya sudah lama sekali kita tak bisa bersantai begini.” lanjut Lan Er
Xue Yi menghela napas panjang, menatap langit sore. “Hari tenang ini ibarat ilusi, Lan Er. Kita hanya diberi jeda, sebelum badai berikutnya datang.”
Su Mei tertawa pelan. “Putri memang selalu waspada. Bahkan saat langit cerah, Anda masih membaca tanda-tanda gelap.”
Belum sempat Xue Yi menjawab, suara pengumuman terdengar dari luar, “Yang Mulia Putra Mahkota Bai Xiang,tiba!”
Pintu paviliun terbuka. Masuklah kakak kandung Xue Yi, Putra Mahkota Bai Xiang, berwibawa dengan jubah emas bersulam naga. Senyumnya hangat, namun matanya tajam seperti pedang.
“Adikku,” sapa Bai Xiang, sambil melangkah ke dalam. “Kupikir kau akan sibuk dengan murid-muridmu, ternyata kau menyimpan waktu untuk bersantai juga.”
Xue Yi bangkit dan memberi salam. “Gege, Gege berkunjung tiba-tiba. Apakah ada hal penting?”
Bai Xiang tertawa ringan. “Haruskah selalu ada hal penting untuk mengunjungi adik sendiri? Tidak. Kadang aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”
Mereka duduk berhadapan. Lan Er menuangkan teh untuk sang putra mahkota, sementara Su Mei dan Yi Chun menjaga jarak. Suasana hangat, penuh obrolan ringan tentang latihan militer, perkembangan akademi, hingga kenangan masa kecil.
Namun, kedamaian itu pecah ketika seorang agen rahasia Xue Yi berlari masuk dengan wajah panik. Ia berlutut di hadapan mereka.
“Putri… berita darurat. Ada seseorang yang mencoba menyewa organisasi bayangan kita untuk membunuh Pangeran Mahkota Siu Wang Ji. Kami menolak, dengan alasan sedang ada pelatihan tertutup. Namun, mereka sudah mencari pembunuh bayaran lain.”
Ruangan langsung hening.
Cangkir di tangan Xue Yi berhenti di udara. Wajahnya menegang, mata bersinar tajam. “Apa kau bilang? Mereka ingin membunuh Wang Ji?”
Agen itu menunduk dalam. “Benar, Putri. Dari cara mereka bicara, sepertinya rencana itu sudah bergerak. Target perjalanan resmi Pangeran Siu yang sedang menuju perbatasan.”
Lan Er menutup mulutnya dengan terkejut. “Putri… kalau benar begitu, pangeran Wang Ji dalam bahaya besar!”
Xue Yi mengepalkan tangan. “Berani sekali mereka…” Matanya menyipit. “Tidak. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Jika nyawa Wang Ji terancam, maka aku sendiri yang akan turun tangan.”
Bai Xiang menatap adiknya lama, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu kau akan berkata begitu. Baiklah, aku tidak akan melarangmu. Tapi berhati-hatilah. Dunia pembunuh bayaran berbeda dari gelanggang pelatihan.”
Xue Yi berdiri tegak, auranya berubah dingin. “Mereka pikir bisa melukai Wang Ji tanpa melewati aku? Mereka salah besar.”
Di sisi lain.
Langit senja mulai meredup. Rombongan kecil Pangeran Wang Ji melintasi jalan pegunungan. Hanya ada dirinya, serta dua pengawal setia, Luo dan Jian. Jalan itu sepi, tapi udara mengandung ketegangan yang aneh.
“Pangeran ” Jian berbisik. “Aku tidak suka suasana ini.”
Wang Ji mengangguk kecil. “Aku juga merasakannya.”
Benar saja. Dari balik pepohonan, bayangan-bayangan hitam muncul. Satu, dua, sepuluh… lalu semakin banyak. Dalam hitungan napas, hampir seratus orang bersenjata melompat mengelilingi mereka.
“Pangeran Siu Wang Ji!” teriak pemimpin mereka. “Hari ini jalanmu berakhir di sini. Serahkan kepalamu, mungkin tubuhmu masih utuh!”
Luo mencabut pedang. Jian merapat ke sisi Wang Ji.
Wang Ji menarik napas dalam, lalu tersenyum dingin. “Seratus orang untuk melawan tiga? Rupanya mereka benar-benar takut padaku.”
Pertarungan pecah. Pedang beradu, panah melesat, teriakan menggema. Luo dan Jian bertarung mati-matian, melindungi tuannya, tapi jumlah musuh terlalu banyak.
Wang Ji sendiri melawan dengan gagah, setiap gerakan tajam dan penuh perhitungan. Namun, lingkaran pembunuh terus merapat.
Luo terhuyung, pedangnya menangkis tombak dengan susah payah. “Tuan… jumlah mereka terlalu banyak!”
Tepat saat itu, angin kencang berhembus. Dari puncak tebing, sosok berpakaian putih melayang turun, diikuti dua bayangan lain. Rambutnya terurai, mata tajam seperti elang.
Bai Xue Yi.
Di belakangnya, Su Mei dan Yi Chun sudah bersiap dengan senjata.
Wang Ji terkejut, matanya melebar. “Xue Yi?!”
Xue Yi mendarat dengan ringan, lalu menatap seratus pembunuh dengan dingin. “Berani sekali kalian menyentuh nyawa Pangeran Siu. Kalau begitu… biar aku yang mengubur kalian di sini.”
Pemimpin pembunuh tertawa mengejek. “Hanya seorang wanita? Kau pikir bisa menahan kami?”
Xue Yi mengangkat tangannya. “Wanita? Heh… bahkan satu pukulanku cukup untuk membuat kalian menyesal dilahirkan.”
Dan benar saja. Dengan satu hantaman telapak tangannya, puluhan orang di barisan depan terpental, darah muncrat dari mulut mereka. Tanah bergetar oleh kekuatan itu.
Shen Yu melompat ke kiri, pedangnya berkilat, menumbangkan lima orang sekaligus. Rou Xi bergerak lincah, menusukkan belatinya, membuat musuh panik.
Lan Er yang ikut dari jauh bersembunyi di balik batu besar, menutup mulutnya karena hampir menjerit. “Itu… itu Putri? Dengan sekali serangan saja bisa melumpuhkan puluhan orang?”
Wang Ji berdiri terdiam, matanya menatap Xue Yi tak berkedip. Rasa kagum, terkejut, sekaligus lega memenuhi dadanya. Selama ini ia tahu Xue Yi kuat, tapi tidak pernah membayangkan kekuatan sebesar ini.
Pertempuran berubah arah. Dari seratus orang, kini tinggal separuh yang masih berdiri. Mereka ketakutan, sebagian mulai mundur.
Xue Yi berjalan maju, wajahnya dingin. “Katakan. Siapa yang menyuruh kalian?”
Tidak ada jawaban. Pemimpin mereka justru berteriak memerintahkan serangan terakhir.
“Kalau begitu… mati semua!” Xue Yi melompat, gerakannya secepat kilat. Dalam sekejap, lingkaran musuh pecah, tubuh berguguran, hanya tersisa jeritan putus asa.
Wang Ji akhirnya bergerak, menebas yang tersisa di sisinya. Luo dan Jian, meski luka-luka, ikut menuntaskan perlawanan.
Tak lama, tanah dipenuhi tubuh bergelimpangan. Udara dipenuhi bau darah dan debu.
Xue Yi berdiri di tengah, gaunnya berkibar ditiup angin, tatapannya tajam bagai dewi perang.
Wang Ji menatapnya lama, lalu melangkah mendekat. “Xue Yi… kau…” Suaranya bergetar. “Kau datang untukku?”
Xue Yi menoleh, “Tentu saja. Bagaimana mungkin aku membiarkan orang lain menyentuhmu?”
Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Hanya angin pegunungan yang menjadi saksi.
Di balik tatapan mereka, ada janji yang belum terucap, namun semakin kuat janji untuk tidak membiarkan siapa pun merenggut takdir yang seharusnya mereka genggam bersama.
Bersambung