Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Strategi
Aku masih terpaku di depan pintu kamar mbak Sinta, semoga saja iblis perempuan itu tidak bangun.
Sementara itu mataku masih terus menatap lorong gelap di sana, ini rumah tapi kok ya gelap walaupun tidak gelap gulita tapi cukup gelap menurutku.
"sebaiknya aku keluar dari pintu lain saja, jangan sampai aku lewat belakang bertemu dengan makhluk itu, ihhhh gak kebayang bagaimana akhirnya." ucapku pelan sembari menyusuri lorong rumah mbak Sinta.
Entah kemana kaki ini melangkah, namun yang namanya keberuntungan memang tidak salah orang, akhirnya aku menemukan pintu untuk keluar. Sepertinya ini pintu samping.
"akhirnya," ucapku pelan.
Dengan pelan aku membuka pintu, namun baru saja hendak menutup nya aku di kejutkan dengan suara bentakan seseorang.
"mau kemana kau!" bentaknya.
Segera aku menoleh, tenyata buk Surti sudah berdiri tegak di depan sana. Jangan lupakan rambut panjangnya yang acak-acakan mirip kuntilanak.
"bukan urusan mu," ucap ku santai sembari beranjak menjauh dari pintu samping.
Namun siapa sangka baru beberapa langkah kaki ini berjalan tiba-tiba rambutku di jambak oleh nya. Bahkan kepala ku sampai mendongak di buatnya.
"lepaskan bangsat!" teriakku.
Bukannya melepas dia malah semakin mengencangkan jambakan nya. Rasa sakit dan dada yang bergemuruh membuat tenagaku seketika berkumpul dengan memutar badan akhirnya aku bisa menendang bagian depan buk Surti.
"akhhhh!" teriaknya sembari mundur sempoyongan kebelakang.
Lumayan panas juga kulit kepala ini, untungnya rambut ini tidak lepas dari tempatnya.
"ternyata kau keras kepala ya Laras!" ucapnya sembari berdiri tegak.
Aku tersenyum miring, mendengar ucapannya. Lagian siapa yang rela, jika saudara satu-satunya di jadikan calon tumbal walaupun dalam waktu yang tak di tentukan. Dia yang mulai bukan aku.
"kenapa? Kau keberatan!" bentakku.
"dasar bedebah!" teriaknya sembari menyerang ku.
Chiiiiiiaaat, chiiiiiiiat chiiiiiiiit, bugh bugh bugh!. Hantaman demi hantaman di berikan nya padaku.
Untungnya aku lumayan pintar bela diri, setidaknya untuk diri sendiri pun jadi.
"bugh, bugh, bugh, bugh,"
Lumayan keras juga tendangan wanita tua ini, baiklah sekarang giliran ku iblis.
"rasakan ini! Bugh bugh bugh" Tiga kali tendangan ku hantam kan tepat di dadanya, hingga tanpa kusadari dia roboh juga.
Darah segar meluncur bebas dari mulut yang bau, tentu saja senyuman manis langsung ku layang kan padanya.
"bagaimana? Enakkan?"
"dasar setan!" teriaknya seraya berlari mendekat padaku.
"bugh bugh braaak bruuuuk breeeeek bugh bugh"
Ternyata dia kuat juga, agak nyeri dada ini mendapatkan tendangan nya.
"kau tidak akan bisa melawanku Laras, cepat atau lambat kau dan keluarga mu akan menjadi budakku."
" cuiiiihhhhh, kau percaya diri sekali bangsat. Kau kira kau siapa, berani berkata seperti itu. Keluarga ku bukan seperti suamimu yang patuh padamu, kau lupa siapa aku, ha!"
" Braaak bruuukkkk braaakkk" Entah dari mana dia mendapatkan kayu, lumayan sakit saat di hantam kan ke tubuhku.
"matilah kau biadab!" teriaknya.
Darah segar keluar dari bibir ku, tapi aku tidak boleh gentar, ini sudah kepalang tanggung baiknya di selesaikan.
Segera aku bangun, karena sempat tersungkur ke tanah. "dasar iblis! Hiyaaaaaaa bugh bugh bugh" hantaman demi hantaman ku layangkan padanya.
Dan dengan cepat ku ambil pisau kater yang tersimpan di saku "creeeesssss, creeeeees creeeees"
Dengan cepat aku memotong rambut panjangnya yang membuat mata ini sakit, rasakan.
"dasar kurang ajar!" teriaknya.
"kau terlihat lebih cantik jika begitu." ucapku sembari membuang rambut jeleknya yang masih tersisa di tangan.
"rambutmu bau sekali, sama seperti mulutmu" ucapku sembari memasang kuda-kuda. Karena terlihat di sana, dia hendak memberikan serangan lagi.
"hiyaaaaaaa, bugh... Bugh... Bugh!" perkelahian tak terhidarkan lagi, lagi dan lagi kami sama-sama tersungkur. Ternyata dia masih sanggup.
"kau tidak akan bisa mengalahkan ku bangsat."
" kau kira aku perduli, kita lihat bagaimana akhirnya nanti." ucapku sembari menyerangnya.
Tanpa ku duga, buk Surti melayangkan tubuhnya di udara. Terkejut sudah pasti, dia sudah mirip kuntilanak tapi versi rambut pendek.
Namun yang membuatku terperanjat, dari tangan nya keluar bola-bola api.
"dhuuuum... Dhuuuuum... Dhummmmm."
"rasakan!" teriaknya sembari terus menyebrang ku.
Aku yang sudah kepalang tanggung, mau tidak mau terus meladeni nya. Urusan mati atau hidup itu belakangan.
"rasakan ini!" teriakku sembari melayangkan pisau kater yang ada di tangan. Namun siapa sangka, ujung pisau kater itu menyentuh pipi buk Surti dan darah segar langsung mengucur bebas.
"creeeesssss...."
"akhhhhhh!" teriaknya.
Buk Surti langsung memegang pipinya yang terluka, mungkin dia tidak menyangka akan terkena pisau tipis nan tajam itu.
"beraninya kau!" bentaknya.
"kau mau lagi!" ucapku sembari mengacungkan pisau padanya.
Dia seketika mundur, menatap ku tajam namun aku sama sekali tak perduli.
"awas kau!" ucapnya sembari berlari masuk kedalam rumah.
Ku buang nafas ini dengan kasar ku pindai sekeliling, sepi. Sebaiknya aku pulang, jangan sampai siluman itu yang muncul kemudian.
Berjalan cepat menyusuri gelanya jalan, tak membuatku gentar. Aku lebih takut bertemu begal ketimbang hantu.
"aduh, aku pulang kemana ya? kalau kerumah ibu, nanti ibu malah banyak pertanyaan. Kalau kerumah Galuh? semoga saja di sudah ada di rumah." ucapku pelan.
Dengan cepat aku melangkah, dan seketika tiba di rumah Galuh ternyata Bima dan Galuh sudah menunggu ku di pinggir jalan.
"ya ampun Laras, akhirnya kau pulang juga!" ucapnya sembari memelukku.
" kau tidak apa-apa kan?" ucap Bima sembari memeriksa tubuhku.
" tidak, aku baik-baik saja."
"Syukurlah, maaf kami meninggalkan mu pulang tadi." ucap Bima.
" kalian langsung pulang?" ucapku.
"tidak, kami lari pontang-panting Laras di kejar ribuan ekor katak. Kau bayangkan aku saja sampai manjat pohon."
" serius?" ucapku tak percaya.
" serius, kau lihat kaki ku ini sangat kotor bukan." ucap Galuh sembari memperlihatkan kakinya yang memang sangat kotor.
"lalu kau kemana?" ucap Bima.
Ku ceritakan semuanya dari awal aku masuk ke kamar mas Rama hingga bertarung dengan buk Surti.
Mereka berdua terdiam, bahkan Galuh sampai menganggukkan kepalanya.
"kau hebat karas, bisa memotong rambut buk Surti dan membuatnya terluka."
" itu hanya kebetulan, " ucapku.
" bagaimana jika besok kita main kerumah Sinta, sekalian jemput mas Rama. Bagaimana?" ucap Bima.
" boleh-boleh, kita pura-pura tidak tau saja jika buk Surti habis bertarung dengan Laras." ucapnya Galuh.
" aku setuju," ucapku kemudian.
Kesempatan ini harus ku gunakan untuk berbicara dengan bapaknya Bowo, karena dia sudah menjadi target istri dan anaknya sendiri. Sebisa mungkin aku akan mencoba menyelamatkan lelaki malang itu.
Jika pun nantinya tidak berhasil, tapi setidaknya aku sudah mencoba dan bukan berdiam diri saja.