Mengetahui kebenaran identitasnya sebagai anak angkat, tak membuat perempuan berumur 18 tahun itu bergeming. Bahkan kematian ibu angkat dan ayah angkat yang mengusirnya dari rumah, tidak membuatnya membenci mereka. Arumi Maharani, gadis lulusan SMA yang dibesarkan di keluarga patriaki itu memilih mencari jati dirinya. “Aku tunanganmu. Maafkan aku yang tidak mengenalimu lebih awal.” Izqian Aksa. Siapa Izkian Aksa? Bagaimana Arumi menjalani kehidupan selanjutnya? Dan akankah pencariannya mendapatkan hasil? Haloo semuanya… ketemu lagi dengan author.. semoga semua pembaca suka dengan karya baru author…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung
Aksa yang sudah menunggu selama seminggu untuk mengunjungi Arumi kembali, segera bersiap dengan semangat.
Sang ibu yang melihatnya hanya bisa tersenyum. Beliau tahu selama ini Aksa telah menahan dirinya demi bisa bertemu dengan perempuan yang disukainya.
“Semangat sekali!” tegur Ayah Aksa.
Aksa hanya tersenyum dengan tangannya yang tetap bergerak memasukkan hadiah yang sudah ia siapkan untuk Arumi.
Setelah adik sepupunya datang, segera mereka berpamitan dan berangkat ke Bumi Angling Dharma.
“Kenapa Kakak yakin dengan perempuan yang hanya Kakak temui saat masih kecil?” tanya Karina yang bosan selama perjalanan.
“Aku hanya yakin. Kenapa?”
“Apa dia lebih cantik dariku?”
“Mungkin saja.”
“Apa yang Kakak lihat darinya?” Aksa terdiam.
Dulu, ia tertarik dengan Arumi kecil karena busananya yang tertutup berbeda dengan yang lain dan sikapnya yang hati-hati tetapi tetap ramah. Untuk sekarang, Aksa belum tahu apa
yang ia sukai.
Entah itu paras atau sikap, ia belum begitu mengenal Arumi yang sekarang bukan lagi gadis kecil yang membuatnya tertarik. Tetapi tidak ia pungkiri, ada ketertarikandi hatinya sehingga ia bisa mantap mengejar Arumi.
“Entahlah, aku juga belum tahu. Yang pasti aku akan berusaha. Jika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, aku hanya bisa memasrahkan semuanya seperti yang sudah aku lakukan selama ini.”
Karina menatap kakak sepupunya dengan tatapan heran karena senyuman yang tercetak di wajah Aksa berbeda dengan yang biasa ia lihat. Ia bertekad membantu sang kakak untuk mendapatkan gadis yang selama ini Aksa pikirkan.
Di sisi lain.
Arumi yang sedang mencoba tungku kayu, mendengar ada yang mengetuk pintu. Sebelum membuka pintu, Arumi memastikan apinya stabil agar tidak bahaya saat ia tinggalkan.
“Pak Kades. Silahkan masuk, Pak!” kata Arumi.
“Di sini saja, Rum. Ada kabar baik.”
“Apa, Pak?”
“Seorang kenalan mengatakan tahu dimana Alamat rumah yang kamu berikan kemarin.”
“Benarkah?”
“Ya! Tapi dia tidak bisa menjamin kalau keluargamu masih tinggal di sana atau tidak.”
“Tidak masalah, Pak. Saya akan mencarinya.” Kata Arumi dengan binar Bahagia.
Meskipun ia tidak tahu bagaimana keadaan keluarganya dan apakah mereka ada di sana atau tidak. Arumi hanya ingin mencari mereka. Apapun hasilnya nanti, ia serahkan semuanya kepada takdir Allah.
Arifin menjelaskan kepada Arumi bagaimana ia bisa sampai di kecamatan yang dimaksud sambil memperlihatkan aplikasi GPS. Butuh waktu 35 menit untuk sampai di kecamatan melewati jalur utama dan setengah jam untuk sampai di desa tujuan.
“Apa kamu ada kenalan yang bisa mengantarmu sampai sana?” Arumi menggeleng.
“Aku akan coba cari orang yang bisa mengantarmu ke sana. Aku tidak tenang jika kamu berangkat sendiri.”
“Terima kasih, Pak.”
“Sama-sama.”
Saat Arifin berpamitan, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Arumi. Arifin menunda kepergiannya karena mungkin saja mobil itu tamu dari Arumi. Dengan penuh selidik, Arifin memperhatikan orang yang turun dari mobil.
“Assalamu’alaikum…” salam Aksa dan Karina.
“Wa’alaikumsalam…” jawab Arumi dan Arifin bersamaan.
“Ada perlu apa?” tanya Arifin.
“Saya Aksa dan ini sepupu saya, Karina. Kami kemari untuk bertemu dengan Arumi.”
“Arumi kenal?” tanya Arifin memastikan.
Beliau juga sudah mendengar bisik-bisik warganya yang mengatakan kalau Arumi sempat menerima tamu laki-laki. Arifin hanya ingin memastikan agar Arumi tidak tersandung fitnah.
“Iya, Pak.”
“Ya sudah. Saya pamit.” Arumi mengangguk seraya menyalami Arifin yang mengucapkan salam dan berlalu.
Arumi mempersilahkan Aksa dan Karina masuk ke dalam rumah karena tidak mungkin membiarkan tamunya duduk di pagar teras seperti yang dilakukannya di kunjungan pertama Aksa.
Arumi mempersilahkan mereka duduk dan ia ke belakang untuk mengambilkan minum dan pisang rebus yang ia buat pagi tadi.
“Cantik, Kak!” bisik Karina.
“Apa aku ada kesempatan?”
“Sepertinya! Aku lihat, Kak Arumi memang berbeda dengan gadis seumurannya. Terlihat dari wajahnya yang tanpa polesan makeup dan sikapnya yang santun.”
“Semoga…”
Keduanya mengakhiri bisik-bisik, saat Arumi kembali ke ruang tamu dengan nampan di tangannya.
Setelah Arumi selesai menyuguhkan minuman, Aksa buka suara.
“Kedatanganku kali ini agar kita saling mengenal. Bagaimana kalau dimulai dengan perkenalan secara resmi?” Arumi mengangguk karena ia tidak tahu bagaimana tata cara ta’aruf.
“Aku, Izqian Aksa 26 tahun. Orang-orang memanggilku Aksa dan Ian. Aku lulusan S2 pertambangan dan saat ini sedang bekerja di Perusahaan milik negara. Aku anak Tunggal dan kedua orang tuaku setuju dengan keputusanku untuk melakukan ta’aruf denganmu. Visi hidupku adalah membina rumah tangga yang Sakinah, mawaddah, warahmah dan berusaha menjadi pasangan yang saling melengkapi dan mengingatkan.”
“Sekarang giliran Kakak.” Kata Karina.
“Arumi Maharani, 18 tahun. Panggilan, Arumi atau Arum. Aku lulusan SMA dan saat ini sedang menempuh Pendidikan di universitas terbuka prodi PGSD. Saya anak angkat dari Umi Imamah dan Abi Aji. Saat ini saya sedang mencari keberadaan orang tua kandung. Untuk visi, saya hanya ingin menjalani hidup dengan baik. Untuk pernikahan saya belum ada pikiran, tetapi jika Allah berkehendak, saya tidak akan menolak.” Jujur Arumi.
Dalam hati ia memantapkan diri untuk jujur di awal daripada berbohong.
Mendengar kejujuran Arumi, Karina menatap Aksa yang pandangannya tidak berubah. Ia tahu kakak sepupunya sudah siap dengan segala konsekuensinya.
“Apa aku boleh tahu, bagaimana kamu mencari mereka?”
Arumi membuka ponselnya dan memperlihatkan sebuah gambar kepada Aksa.
“Itu adalah Alamat mereka 17 tahun yang lalu. Saya tidak tahu apakah mereka masih ada di sana atau tidak.” Aksa melihat Alamat tersebut dan membuka aplikasi GPS.
Saat melihat titik yang ada di GPS, Arumi mengatakan apa yang dikatakan oleh kepala desa kepadanya. Jika dari titik yang ada di sana, masih memerlukan perjalanan ke desa selama setengah jam.
“Apa kamu mau mencari mereka sekarang?” tanya Aksa yang mengejutkan Arumi dan Karina.
“Aku akan mengantarmu sekarang!” Karina menganggukkan kepalanya tanda mendukung sang kakak sepupu.
Arumi ingat, Om Yanuar mengatakan jika Aksa bisa di percaya dan lagi ada Karina bersama mereka, mungkin saja Aksa tidak akan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Dengan pikiran seperti itu, Arumi setuju dan menganggukkan kepalanya.
Segera Arumi bersiap dan berangkat menuju Alamat terakhir orang tua Arumi. Di perjalanan, Arumi mengirimkan pesan kepada Arifin dan mengatakan jika dirinya sedang dalam perjalanan menuju Alamat orang tuanya.
Pak Kades Arifin: Hubungi nomor ini jika kamu kesulitan. 08125xxxx. Katakan kamu keluargaku, dia akan membantumu. Semoga kamu bisa menemukan mereka.
Arumi: Terima kasih banyak, Pak.