Karena beda kasta maka Danudirja menitipkan bayi itu ke panti asuhan, pada Yunita putrinya dia berbohong mengatakan bayinya meninggal. Takdir membawa bayi itu pada ayah kandungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perbincangan Tak Sesuai Harapan
Ira mengakui jika Yunita perempuan yang memiliki kelebihan yang tak dimilikinya. Selain cantik memiliki kharisma dan serta pesona dan kekayaan.
"Hai ..." sapa Yunita masih menahan debar dadanya.
"Hai ..." sambut Ira langsung mengulurkan tangannya.
Kedua perempuan yang dicintai satu lelaki itu berjabat tangan.
"Maaf jika aku mengganggu dan terima kasih telah menerima kunjunganku," ujar Ira dengan sikap santun.
"Silahkan duduk, santai saja," sambut Yunita.
Keduanya duduk berhadapan.
Seorang waiter mengantarkan lemon tea dan kue penyambutan seperti yang diberikan pada Ira.
"Anda ingin pesan yang lain barangkali?" Yunita menatap ramah pada Ira.
"Cukup, terima kasih," ujar Ira.
Yunita menoleh pada waiter yang masih menunggu, "Sementara cukup ini saja dulu,"
"Baik, terima kasih kami siap jika Ibu membutuhkan yang lainnya, permisi ..." waiter segera meninggalkan meja Yunita dan Ira.
"Silahkan dicicipi dulu," ujar Yunita pada Ira, lalu segera mengangkat gelas lemon teanya dan menyesapnya beberapa kali.
Ira pun melakukan hal yang sama. Segarnya lemon tea melewati tenggorokannya, namun tak berarti langsung bisa menghilangkan rasa gugup yang bertengger di dadanya, begitu melihat sosok Yunita.
Setelah menikmati sebagian sajian dari cafe, keduanya berdiam diri. Masing masing menahan rasa tak nyaman di dalam dada.
"Maaf Anda datang mencariku ada yang begitu penting untuk dibicarakan?" Yunita pada akhirnya berbicara pada inti pertemuan mereka saat ini, namun dengan suara ramah serta sikap yang membuat Ira merasa salut pada sikapnya.
"Mohon maaf jika aku telah merepotkan, dan terima kasih atas pertolongan Anda pada kami tempo hari, terutama pertolongan pada kebebasan suami saya Mas Risman dari tanggung jawabnya pada Sarkim yang memeras kami," ujar Ira.
Terdiam lagi Ira, bahkan kali ini dia tertunduk teringat pada pesan suaminya yang ingin bertemu Yunita secara pribadi.
Yunita pun masih menunggu. Dia yakin kedatangan istri mantan kekasihnya itu bukan hanya semata mata ingin mengucapkan terima kasih atas pertolongan lima puluh juta tempo hari yang diberikan pada suami istri yang sedang terhimpit masalah itu.
"Aku juga mohon maaf jika kedatanganku kemari adalah membawa serta keinginan Mas Risman ..."
Seketika jantung Yunita seperti berhenti berdetak. Dia tatap raut wajah Ira yang tampak gugup dan menyimpan gundah serta perasaan tak karuan usai mengeluarkan ucapannya barusan.
Mereka bertatapan lekat. Tapi sedetik kemudian Yunita berusaha menenangkan dirinya. Membuang jauh rasa gugup yang menguasai dadanya saat Ira mengucapkan jika kedatangannya berhubungan dengan keinginan Risman
"Maaf rasanya tak ada yang perlu lagi dibahas antara kita, apalagi untuk keinginan suami Anda ..." akhirnya Yunita berhasil pula mengeluarkan apa yang memang harus dikatakannya.
Ira terkejut menatap lekat Yunita. Benaknya tengah padat oleh inginnya sang suami untuk berbicara secara pribadi dengan Yunita. Dia mengerti ucapan Yunita adalah sebuah sinyal untuk tidak lagi terlibat apa pun dengan Risman. Tapi dia pantas mendukung keinginan suaminya, karena diantara mereka memiliki anak yang sampai saat ini belum diketahui Risman dimana keberadaan anak itu
"Maaf, Mbak jika aku katakan bahwa aku adalah perempuan yang harus taat pada perintah suami," sebisa mungkin Ira memberitahu, "Mas Risman sangat ingin bertemu Anda, ingin membahas anak kalian .. " sedikit bergetar suara Ira.
Kini wajah Yunita langsung memucat dan kedua bola matanya seketika muram, bahkan sedetik kemudian menunjukkan betapa dia dalam kecewa.
"Sudah bukan saatnya lagi!" Kali ini suara Yunita terdengar tegas dan wajah ramah yang dilihat dan dirasakan Ira tadi, kini seketika bertukar dengan wajah yang menunjukkan kemarahan, serta sorot mata kecewa.
"Sekali lagi mohon maaf jika aku ingin menjadi seorang istri yang mendatangkan ketenangan batin bagi suami. Karena keresahan Mas Risman adalah tugasku untuk memulihkannya. Namun karena perasaan itu datang dari persoalan pribadi masa lalu dengan Anda, maka aku memohon pada Anda untuk bisa meluangkan waktu untuk membahas tentang anak kalian," harap Ira mencoba untuk menggugah hati Yunita yang tiba tiba saja berubah menjadi tegas dan tak sefamiliar sebelumnya.
Yunita menatap lekat Ira. Sebegitunya dalam pengabdian cintanya, hingga rela melakukan apa saja demi lelaki yang dicintainya, tapi lelaki itu ternyata sangat tak manusiawi perbuatan pada dirinya.
Yunita semakin mengokohkan hatinya untuk tidak mengabulkan keinginan Ira yang tampaknya seorang istri setia dan patuh, hingga melakukan apa pun keinginan dan perintah Risman. Termasuk mendatangi dirinya untuk hal yang sangat menyakitkan hatinya.
"Kisah lama itu sudah selesai!" Tiba tiba saja suara Yunita ketus, "Seharusnya Anda tak perlu menuruti maunya lelaki itu, walau pun tugas utama seorang istri adalah menjalankan perintah suami. Dan suami Anda tak pantas menugaskan Anda bertemu saya, apalagi sampai Anda masuk ke rana yang seharusnya tidak perlu lagi dibicarakan!"
Apa yang dikatakan Yunita sangat dipahami Ira. Suaminya telah menceritakan semua yang terjadi. Termasuk perpisahan mereka. Risman terpaksa melupakan Yunita. Menikah dengan dirinya untuk melupakan masa lalunya.
Memang terasa tak nyaman atas pengakuan Risman, mengaku harus menikahinya karena harus membalas budi baik apa yang dilakukannya dulu.
"Namun seiring waktu aku sadar bahwa cintaku lebih layak kulabuhkan padamu, istriku," pengakuan Risman setelah mereka menikah beberapa minggu, teringat pengakuan Risman, "Aku harus melupakan masa lalu harus mengubur semuanya, dan masa depanku adalah dirimu," lanjut suaminya saat itu. Pengakuan itu adalah sebuah hadiah terindah dalam pernikahannya dengan Risman.
"Aku mohon sudilah Mbak bertemu suami saya, karena selain anak yang ingin diketahui suamiku, ada sebuah kisah yang selama ini dipendam suami saya," sebisa mungkin Ira berusaha untuk mencairkan hati Yunita yang tampaknya kini tak lagi mau perduli pada Risman, juga terlihat perubahan sikapnya.
"Kupikir dan kutegaskan tak ada yang harus dibicarakan antara Risman dan aku. Kami sudah tak memiliki hubungan yang harus dibicarakan lagi. Kisah lalu sudah tamat. Tak ada suatu apa pun yang mengkaitkan diriku dengan Risman!" Yunita sekali lagi menegaskan. Lalu dia berdiri, "Diantara kami tak ada apa kaitan apa pun, karena anak itu sudah tiada sejak hari pertama aku lahirkan ..." suara Yunita melemah. Hatinya tiba tiba mendadak sakit mengingat perlakuan Risman dia langsung berdiri. Dan jika dia saat ini terlihat sedih itu karena mengingat kematian putrinya tanpa dapat dilihatnya terlebih dulu.
Yunita masih berdiri, tapi wajahnya masih menunjukkan kemarahan serta kekecewaan dan kesedihan teramat sangat.
Ira pun terkejut. Dia masih terpaku oleh kenyataan yang didengarnya, bahwa anak suaminya dengan Yunita telah tiada. Oh, suaminya harus tahu.
"Maaf kurasa pertemuan kita cukup sampai di sini, dan aku harap ini tak akan terjadi lagi, selamat siang .." tanpa menunggu lagi segera Yunita melangkah tergesa meninggalkan Ira yang masih tergugu di tempat duduknya.
Apa yang telah disimaknya dari perempuan yang diyakininya masih berada di hati suaminya itu, bukanlah kabar sepele. Bahwa anak Yunita dan suaminya telah tiada adalah kabar duka yang akan diterima Risman suaminya.
Ira yakin pasti Risman sangat terpukul mendengar kematian anaknya saat masih baru dilahirkan Yunita dulu.