Putri cantik kerajaan yang bernama Khanina itu memiliki kemampuan mengubah batu menjadi emas pada saat ia dalam keadaan bahagia. Kemampuan Putri Khanina tersebut membuat sang ayah ketakutan akan sesuatu yang menimpanya.
Kemudian Khanina menikah dan menjadi Ratu di kerajaan suaminya. Banyak permasalahan yang menimpanya selama berada di Kerajaan itu, sehingga ia harus menolong suaminya dengan kekuatan yang ia miliki. Namun malang menimpanya. Saat ia mengubah bebatuan menjadi emas, ada seorang yang melihatnya. Masalahpun semakin berat, ia dan suaminya dituduh berkhianat dan harus dipenjara, dan ia harus melarikan anaknya Mahiya yang juga memiliki kemampuan yang sama ke hutan gunung dan terus berada disana hingga akhirnya Mahiya menikah dan memiliki anak bernama Rae. Bebatuan di gunung itupun banyak yang berubah menjadi emas. Rae dan gunung emas menjadi incaran para pengkhianat kerajaan. Apa yang terjadi pada mereka selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon atika rizkiyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Rae, Suli dan Mukaz ke Hutan Gunung
Malam telah larut. Rembulan bersinar indah. Rae telah berada di pagar belakang istana menunggu Suli dan Mukaz, menatap tajam memandang ke arah langit.
“Semoga malam ini tidak hujan, dan sepertinya cahaya bulan ini akan menjadi penerang utama selama perjalan kami. Ya Tuhanku.. jagalah kami, dan semoga ibu dalam keadaan yang baik.” Rae terdiam dan hanya menghela napas panjang. Ia termenung memikirkan dimana keberadaan ibunya (putri Mahiya) saat ini.
“Ibu, bertahanlah disana, aku akan mencarimu dan aku sangat merindukanmu ibu..” gumam Rae di dalam hatinya.
“Tuan Rae !!!” suara teriakan halus dari Suli mengejutkan Rae yang kala itu asik dengan lamunannya.
“tuan sudah lama disini ?” tanya Suli kembali.
“emm.. mm.. aku.. baru.. emm.. baru saja disini..” Rae sangat gugup jika berbicara langsung dengan Suli.
“Oh.. ya Suli.. emm.. aku.. panggil aku, Rae saja. Aku.. aku teman kalian.. ya.. temanmu juga Mukaz (sambil menoleh ke arah Mukaz).
“Baik Tuan.. emm..ma...maksudku Rae” jawab Mukaz juga terlihat gugup.
Tak lama, datang Davin. Saat melihat Rae, Suli dan Mukaz disana, ia teringat akan beberapa tahun lalu disaat ia harus pergi menjaga Putri Mahiya untuk menyelamatkan diri dari pemerintahan Ruan Indrana. Namun kali ini ia harus mendapati keadaan bahwa anak dan teman temannya kembali harus berkumpul disini dan akan pergi meninggalkan istana secara diam-diam untuk mencari keberadaan Putri Mahiya.
Sungguh Davin menahan rasa sedih yang luar biasa dihatinya. Ia pun mendatangi Rae dan memeluknya. “Semoga engkau segera bertemu dengan ibumu, nak” pelukan Davin semakin kuat, ia pun menangis.. ia tak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya lagi malam itu.
“ Jagalah Suli” pesan Davin kepada Rae. Kemudian Davin menoleh kearah Suli dan Mukaz. “Jadilah teman untuk anakku Rae” ucap Davin sambil kedua tangannya memegang pundak Suli dan Mukaz.
“Tenanglah Tuan Davin, kami akan menjadi teman setia untuk Raja Rae.. !!! Emmm..maksudku Rae” ucap Mukaz gugup.
Melihat keadaan itu, merekapun tertawa kecil. Rae menggaruk rambutnya sambil tertawa kecil.
“Baiklah anak-anakku, aku lepas kepergian kalian...
Ada dua prajurit yang akan pergi bersama kalian.
Aku tidak mengabarkan kepergian kalian secara resmi agar tidak banyak yang tau tujuan kepergian kalian ini dan agar tidak ada pemberontak yang akan membahayakan keselamatan kalian disana” ucap Davin.
“Ya ayah, kami tau itu. Doakan kami akan segera kembali bersama ibu” ucap Rae.
Davin kembali tersenyum.
Mereka bertiga menaiki kuda mereka masing-masing lalu pergi dari istana, kedua prajurit yang juga berkuda mengikuti mereka dari belakang.
Di saat bersamaan, tepat di ujung istana, Juna mengintai mereka dibalik tiang. Dari kejauhan ia terus memandang ke arah Rae. Juna tau kepergian Rae. Ia pun mengutus dua prajurit yang merupakan komplotannya untuk mengikuti mereka.
“Cepat, ikuti mereka...
Lakukan apa yang ku perintahkan kepada kalian” ucap Juna sambil berbisik dan memberi kode kepada dua prajurit komplotannya.
Lalu prajurit itu mengikuti Rae dengan jarak yang jauh agar derap langkah kuda mereka tidak terdengar oleh Rae.
Stelah memastikan Rae pergi, Juna kembali ke kamar Tuan Indrana.
Indrana sedang duduk di tempat tidurnya, ia terlihat sangat gelisah menunggu kabar dari Juna.
Tak lama.. terdengar suara pintu dibuka, ternyata benar... Juna yang ditunggunya telah datang.
“Bagaimana ??.. Apa yang terjadi, ceritakan padaku, apa mereka sudah pergi ?...” ucap Indrana dalam keadaan yang tak sabar.
“Sudah Tuan !, utusan kita juga sudah pergi mengikuti mereka” ucap Juna.
“Apa yang harus kita lakukan selanjutnya ?” kembali Indrana bertanya.
“Tenanglah Tuan, aku sudah menyusun beberapa rencana dan telah ku beritau apa yang harus dilakukan oleh utusan kita itu” jawab Juna.
“kau tidak menyuruh mereka untuk membunuhnya kan ?”
“Tentu tidak Tuan. Seperti yang Tuan inginkan di awal. Mereka hanya mengikuti dan melihat apa yang dilakukan Rae dan temannya disana, kemudian... Mengingat tempat tempat dimana emas di gunung itu berada. Dan mereka juga mengintai bagaimana cara Rae mengubah batu menjadi emas” jawab Juna.
“Ya kau benar Juna. Jangan bunuh mereka sebelum gunung itu berubah menjadi emas.” Ucap Indrana sambil tersenyum sinis, lalu kembali bertanya
“kemudian, katakan rencanamu selanjutnya, Juna ?”
“Kita akan membebaskan Farami dan kawan-kawannya”.
“Bagaimana kau bisa melakukan itu ?..” tanya Indrana kembali.
Kemudian Juna menarik napas panjang.
“Aku akan mengatur rencana untuk membebaskan Farami, sabarlah Tuan.”
“lalu aku ?” tanya Indrana kembali..
“Begini Tuan, saat ini semua orang sudah mengetahui jika kesehatanmu membaik. Aku tau jika Tuan sudah bisa berjalan walaupun tanpa tongkat, karena aku melihatnya kemarin tanpa engkau sadari Tuan. (Indrana terkejut jika Juna mengetahui hal itu, karena sesungguhnya Indrana juga menyimpan kedengkian pada Juna, hanya saja ia masih membutuhkan peran Juna untuk membalaskan dendamnya pada keluarga Rae). Tapi menurutku, akan lebih baik jika engkau berpura-pura tetap sakit dan lumpuh agar tidak ada yang curiga jika pemberontakan akan kembali terjadi di istana, dan itu semua adalah rencanamu Tuan. Jika kekuasaan ini telah engkau rebut kembali, maka berdiri dan berjalanlah di depan mereka semua agar mereka tau siapa Anda sebenarnya Tuanku, anda adalah Raja Jatinra yang sebenarnya” ucap Juna dengan nada yang lantam dan sombong.
mendengar hal itu, Indrana hanya tersenyum sinis.
Juna tampak diam dan berfikir tentang bagaimana cara mengeluarkan Farami dan temannya dari ruang tahanan istana.
Tak lama, Juna yang saat itu sedang duduk agak jauh dari Indrana tiba tiba berdiri dan mengangkat kursinya lalu medekat tepat di depan Tuan Indrana.
“Tuan, apa kau masih punya uang yang dulu kau simpan sampai ratusan peti ?” tanya Juna.
“Ya, masih aku simpan. Apa yang kau rencanakan dengan uang itu ?..”
“Beri aku beberapa peti untuk kuhadiahkan kepada penjaga pintu tahanan bawah istana” jawab Juna.
Seketika Tuan Indrana tersenyum penuh semangat.
“sungguh cerdas kau Juna, tak sia-sia kau menjadi kaki tanganku selama ini. Jika nanti aku kembali memegang kekuasaan di kerajaan ini, aku akan mengangkatmu menjadi pejabat utama di kerajaan ini” ucap Tuan Indrana.
Tampak berbinar wajah Juna mendengar perkataan dari Tuan Indrana.
“Terima kasih Tuan” ucap Juna dengan wajah yang sangat ceria.
“Kau tau tempat dimana aku menyimpan uang-uang itu kan ?” ucap Indrana sambil menoleh ke arah lemari di ruangan itu.
“ya aku tau Tuan.”
“Pergilah kesana dan ambilah berapapun yang kau butuhkan”
“Baiklah Tuan” ucap Juna sambil langsung berdiri dan berjalan mengarah ke lemari di ruangan tuan Indrana. Ia menggeser lemari itu dan terlihatlah sebuah ruangan yang berisi banyak koin emas dan tumpukan uang di dalam peti yang jumlahnya ada ratusan peti.
Juna langsung mengambil koin emas dan memasukkannya kedalam beberapa kantung. Setelah berisi penuh, Juna menutup kembali pintu yang merupakan lemari tersebut.
“Aku sudah mengisi kantung-kantung ini dengan koin emas Tuan. Menjelang subuh nanti, aku akan mendatangi tahanan bawah tanah istana. Ruantetaplah disini dan tetaplah berpura-pura lumpuh. Aku akan kembali dan memberi kabar kepadamu tentang apa yang akan terjadi dengan Farami dan teman-temannya nanti.” Ucap Juna.
“Baik, pergilah. Aku menunggu kabar baik darimu” ucap Tuan Indra.
Malam semakin pekat, terdengar suara burung malam yang semakin kuat seperti memberi isyarat akan terjadi sesuatu yang menyeramkan sebentar lagi.