Seorang gadis muda bernama Alya dikhianati oleh kekasihnya, Raka, dan sahabat dekatnya, Mira, yang menjalin hubungan di belakangnya. Dunia Alya runtuh. Namun, tanpa diduga, dia justru dinikahi oleh Davin, om dari Raka , seorang pria dewasa, mapan, dan berwibawa. Hidup Alya berubah drastis. Dia bukan hanya menjadi istri sah seorang pengusaha kaya, tapi juga tante dari Mira dan mantan pacarnya. Dari situ, kisah balas dendam elegan dan kisah cinta tak terduga pun dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Tamu Tak Terduga
Hari-hari menjelang kelahiran bayi membuat rumah Alya dan Davin semakin ramai dan penuh harap.
Persiapan sudah dilakukan dengan cermat—dari kamar bayi bernuansa putih-biru lembut, perlengkapan menyusui, hingga baju-baju mungil yang tersusun rapi dalam lemari kecil.
Pagi itu, sebuah mobil mewah berhenti di halaman depan rumah. Davin yang sedang menyiram bunga di taman langsung menghentikan aktivitasnya.
Dari dalam mobil, keluar seorang wanita anggun dengan balutan dress bermotif bunga dan kaca mata hitam berbingkai emas.
“Tante Melati?” Davin menyambut dengan terkejut d
Wanita itu melepaskan kacamata dan tersenyum lebar. “Kamu makin tampan saja, Davin. Sudah jadi ayah dalam waktu dekat ya?”
Mereka berpelukan sebentar.
“Maaf ya, aku datang mendadak. Tapi aku nggak sabar mau ketemu Alya dan bantu dia menjelang persalinan,” ujarnya sambil tertawa renyah.
Ya Tante Melati, sudah berubah ia sangat menerima Davin dan Alya seperti anaknya sendiri, walau sudah sangat lama dari waktu terakhir kali mereka bertemu. Tapi mereka tetap saling berkomunikasi melalui telpon.
Tante Melati, selama ini pergi ke luar negri jadi tidak bisa langsung datang saat mendengar kabar kehamilan Alya, dan baru kali ini ia bisa datang kemari.
karena itu ia sangat antusias, dulu Tante Melati, yang kaku sudah menghilang menjadi orang yang penuh kasih sayang.
Sedangkan Alya yang sedang duduk di ruang tengah sembari membaca buku kehamilan,
Seketika menoleh ketika mendengar langkah kaki Davin masuk sambil menggandeng Tante Melati.
“Sayang lihat siapa yang datang" ujar Davin,
Alya berdiri pelan sambil memegangi perutnya. “Tante Melati, aku merindukan mu, Akhirnya bisa ketemu lagi” seru Alya bahagia
Tante Melati langsung memeluk Alya hangat. “Kamu jauh lebih cantik dari waktu pertama ketemu, Tante juga merindukan mu" ujar Tante Melati,
Alya tersenyum malu. Aura hangat dari Tante Melati membuatnya langsung merasa nyaman, seperti punya ibu sendiri di rumah itu.
Hari-hari selanjutnya menjadi lebih hidup. Tante Melati sangat perhatian. Ia membantu memasak makanan bergizi, memijat punggung Alya saat pegal, hingga mengajarkan teknik relaksasi menjelang persalinan.
Suatu sore, mereka duduk di taman belakang, menikmati teh jahe dan roti gandum buatan sendiri.
“Tante, terima kasih ya sudah datang. Kehadiran Tante bikin aku nggak merasa sendiri,” ucap Alya pelan.
Tante Melati mengelus tangan Alya. “Nak, kamu itu anakku juga sekarang. Aku tahu luka masa lalumu, dan aku ingin kamu tahu bahwa kamu berhak dikelilingi cinta.”
Alya menunduk, matanya berkaca-kaca. “Aku kadang masih bertanya-tanya kenapa orangtuaku sendiri yang membuangku...”
Tante Melati menghela napas. “Alya, kamu harus tahu sesuatu. Sebelum Tante kemari Tante sempat menemui orang tuamu, karena Tante ingin tau mereka, Saat Tante disana kedua orang tuamu menceritakan semuanya. Mereka... mereka sebenarnya sangat menyesal. Tapi gengsi dan rasa malu membuat mereka menjauh.” jelas Tante melati
Alya terkejut. “Mereka… masih ingat aku?”
“Bahkan ibumu sempat jatuh sakit karena terus menangisi kamu. Tapi karena dulu mereka keras dan terlalu banyak mendengar omongan tetangga, mereka malah menyalahkan kamu atas pengkhianatan Rey dan sahabatmu.”
Air mata Alya mengalir perlahan. Luka lama yang ia pikir telah sembuh, ternyata masih menyimpan sedikit nyeri di sudutnya.
“Aku... nggak tahu harus gimana,” katanya lirih.
Tante Melati mengelus pundaknya. “Kamu nggak harus memaafkan hari ini. Tapi izinkan dirimu sembuh. Dan kalau suatu hari kamu siap bertemu mereka, kamu sudah cukup kuat untuk tidak lagi hancur karenanya.”
Beberapa hari kemudian, Alya menerima sepucuk surat. Tak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan rapi di amplop putih itu. Tangannya bergetar saat membuka dan membaca isinya.
“Alya anakku,
Maafkan Ayah dan Ibu.
Kami berdosa padamu. Kami terlalu sibuk menjaga nama baik, hingga lupa menjaga hati anak sendiri. Setiap malam kami berdoa semoga kamu bahagia. Kami tahu kamu tak butuh kami lagi, tapi kalau boleh… kami hanya ingin melihat cucu kami suatu saat nanti.
Kami minta maaf.
Ayah & Ibu.”
Alya menggenggam surat itu, menangis dalam diam. Davin yang datang dari belakang langsung memeluknya.
“Mereka akhirnya memberi kabar padaku padaku… Tapi kenapa tidak telpon saja” ucapnya lirih.
“Kamu mau temui mereka?” tanya Davin lembut.
Alya menggeleng. “Belum sekarang. Tapi aku lega tahu mereka tidak benar-benar melupakanku.”
Davin mencium kening Alya. “Kamu nggak sendirian. Kita semua di sini buat kamu. Keluarga bukan hanya yang melahirkanmu, tapi yang mau mencintaimu tanpa syarat.”
Malam itu, Alya duduk bersama Tante Melati di balkon, berbicara tentang masa kecil, kehamilan, dan harapan sebagai seorang ibu. Mereka tertawa, menangis, dan berdoa bersama.
Dalam peluk kehangatan keluarga baru yang ia temukan, Alya tahu… luka masa lalu perlahan menyatu dengan harapan masa depan.
Ia tidak lagi sendiri.
...----------------...
Hujan rintik turun sejak sore tadi, membuat suasana rumah menjadi tenang dan syahdu. Di kamar utama, Alya duduk di atas yoga ball yang biasa ia gunakan untuk melatih otot panggul. Davin duduk di depannya sambil memijat lembut telapak kakinya, sementara Tante Melati menyiapkan teh herbal hangat.
“Minggu ini sudah masuk usia kandungan 39 minggu ya?” tanya Tante Melati sambil duduk.
Alya mengangguk. “Iya, rasanya udah berat banget. Perut makin turun juga, kayaknya bentar lagi…”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, wajahnya tiba-tiba menegang. Napasnya tercekat.
“Mas…” gumam Alya pelan.
Davin langsung menatapnya panik. “Kenapa, Sayang?”
“Ada yang keluar... kayak air anget... banyak banget...” katanya pelan sambil menahan perut yang mulai terasa menegang.
“Tanda ketuban pecah!” seru Tante Melati.
“Davin, cepat bawa Alya rumah sakit!” seru Tante Melati lagi
Mendengar itu Davin, dengan cepat menggendong Alya, sedangkan Tante Melati berlari kekamar Alya dan Davin untuk mengambil tas keperluan Alya di kamar.
Setelah selesai mereka dengan cepat pergi dari rumah menuju rumah sakit.
Mobil melaju membelah jalanan malam dengan lampu hazard menyala. Davin menyetir dengan kecepatan terkontrol namun gesit, sementara Alya duduk di kursi belakang bersama Tante Melati, menggenggam erat tangan sang tante dan mengatur napas seperti yang diajarkan dalam kelas prenatal.
Sampai di rumah sakit, tim medis sudah siap. Alya langsung dibawa ke ruang bersalin. Kontraksinya semakin rapat. Rasa sakit mulai datang dalam gelombang yang panjang dan menyesakkan.
“Tenang, Alya. Fokus tarik napas dalam... buang lewat mulut... bagus,” kata bidan dengan suara tenang.
Davin menggenggam tangan Alya di sisi tempat tidur. Wajahnya pucat namun penuh keteguhan.
“Kamu hebat, Sayang. Aku di sini. Kita lewati ini bareng-bareng.” ujar Davin, memberi semangat Alya
Alya hanya bisa mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Air mata menetes bukan karena takut, tapi karena haru—setelah semua rasa sakit dalam hidupnya, kini ia akan melahirkan harapan baru.
Bersambung
kn ksel kl trs ngusik alya sm davin....
raka bnrn tlus atwcma modus????
kya'nya dia pduli sm alya,tkut d skiti ktanya....
aku udh mmpir lg...tp gmes pgn getok kplanya tu orng,gila bgt smp ftnah plus neror sgla sm alya....pdhl kn mreka yg udh jht....