NovelToon NovelToon
Melting The Pilots Heart

Melting The Pilots Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

“Bagaimana jika cinta bukan dimulai dari perasaan, melainkan dari janji terakhir seorang yang sekarat?”

Risa tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri—terlebih, di kamar rumah sakit, dalam suasana perpisahan yang sunyi dan menyakitkan. Tapi demi Kirana, satu-satunya sosok yang ia anggap kakak sekaligus rumah, Risa menerima takdir yang tak pernah ia rencanakan.

Aditya, pilot yang selalu teguh dan rasional, juga tak bisa menolak permintaan terakhir perempuan yang pernah ia cintai. Maka pernikahan itu terjadi, dibungkus air mata dan janji yang menggantung di antara duka dan masa depan yang tak pasti.

Kini, setelah Kirana pergi, Risa dan Aditya tinggal dalam satu atap. Namun, bukan cinta yang menghangatkan mereka—melainkan luka dan keraguan. Risa berusaha membuka hati, sementara Aditya justru membeku di balik bayang-bayang masa lalunya.

Mampukah dua hati yang dipaksa bersatu karena janji, menemukan makna cinta yang sebenarnya? Atau justr

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

PERSIDANGAN BERIKUTNYA

Ruang sidang penuh. Media, keluarga korban, dan tim hukum kedua belah pihak telah siap.

Hakim memasuki ruangan, mengetuk palu, dan menyatakan sidang dilanjutkan.

“Kita lanjutkan persidangan perkara atas nama Tuan Aditya Wardhana. Pengacara terdakwa, silakan lanjutkan dengan saksi berikutnya.”

Risa berdiri, tegas dan elegan dalam balutan jas hitam.

“Yang Mulia, kami menghadirkan saksi berikutnya: Bapak Nugroho, kepala teknisi yang melakukan pengecekan pesawat sebelum keberangkatan.” ucap Risa.

Seorang pria setengah baya dengan wajah tegang naik ke mimbar saksi. Ia bersumpah dan mulai memberikan keterangan.

“Pak Nugroho, apakah Anda mengetahui bahwa pesawat yang diterbangkan Tuan Aditya pada hari kecelakaan mengalami gangguan teknis sebelum terbang?”

“Iya, kami mencatat adanya ketidakstabilan pada sistem hidrolik, namun ada perintah untuk tetap merilis pesawat agar terbang karena penumpang sudah menunggu.”

“Siapa yang memberikan perintah itu?”

“Kepala operasional maskapai langsung.”

Ruang sidang mendadak riuh.

Pengacara maskapai berdiri cepat, “Keberatan, Yang Mulia! Ini hanya pernyataan tanpa bukti!”

Risa mengangkat selembar bukti cetakan email.

“Bukti email internal, yang Mulia. Terkirim dua jam sebelum pesawat lepas landas.”

Hakim menerima bukti, memeriksanya, dan mengangguk pelan.

“Bukti diterima. Silakan lanjutkan.”

“Dengan kata lain, Tuan Aditya menerbangkan pesawat dengan itikad baik, mengikuti prosedur dan perintah, tanpa tahu bahwa sistem pesawat telah dimanipulasi demi keuntungan komersial.”

“Itu benar, Bu Risa.”

Risa kembali ke tempat duduknya. Ia melihat Aditya yang menggenggam kursi rodanya erat-erat. Tatapan mereka bertemu. Risa mengangguk.

Hakim memutuskan untuk melanjutkan ke sidang akhir minggu depan, setelah mendengar semua saksi dan bukti.

MOMEN EMOSIONAL SETELAH PERSIDANGAN

Sore itu, langit London mulai mendung. Risa keluar dari gedung pengadilan, napasnya masih berat oleh tekanan sidang.

Di belakangnya, Aditya didorong oleh petugas rumah sakit, ditemani Mama dan Papa. Stefanus juga tak jauh di belakang, berjaga.

Tiba-tiba, seorang pria berjas mahal menghampiri Risa. Di tangannya sebuah map tebal. Ia adalah kuasa hukum utama dari pihak maskapai.

“Bu Risa… permainan Anda cukup cerdas. Tapi Anda tahu kami bisa membuat karier Anda hancur dengan satu panggilan telepon. Anda pernah berhenti jadi pengacara, dan kami tahu alasannya.” ucap pengacara maskapai

Risa menatap tajam, rahangnya mengeras.

“Kalau Anda pikir saya akan mundur karena ancaman kotor seperti ini, Anda salah besar. Ini bukan cuma soal suami saya. Ini tentang nyawa orang-orang yang kalian korbankan demi uang.”

“Kami akan pastikan Anda tidak bisa praktik lagi. Tunggu saja.”

“Risa… sudahlah…” ucap Aditya sambil menatap wajah istrinya

Risa berbalik, memandangi suaminya dengan mata berkilat air mata.

“Tidak, Mas. Mereka sudah ambil terlalu banyak. Aku tidak akan biarkan mereka ambil kehormatanmu juga.”

Ia menoleh pada pengacara itu lagi.

“Kita bertemu lagi di pengadilan. Dan saat itu, saya pastikan Anda yang akan kehilangan lisensi.”

Pengacara maskapai melangkah mundur, kesal, lalu pergi.

Mama Aditya mendekap Risa karena keberaniannya membantu Aditya.

“Terima kasih… kamu benar-benar wanita kuat. Aditya sangat beruntung.”

Risa akhirnya membiarkan air matanya mengalir. Ia berjongkok di sisi Aditya, menggenggam tangannya erat.

“Kamu sudah cukup kuat bertahan, sekarang giliran aku yang berjuang.”

“Terima kasih, Ris… maaf, aku tak bisa banyak bantu…” ucap Aditya yang merasa bersalah kepada istrinya yang dulu pernah ia abaikan.

“Kehadiranmu lebih dari cukup.”

Adegan menutup dengan langit yang mulai hujan gerimis. Risa berdiri, menatap ke depan. Masih banyak yang harus dilakukan. Tapi kali ini, dia tahu dia tidak sendiri.

MALAM SEBELUM SIDANG TERAKHIR

Cahaya lampu redup menerangi ruangan rumah sakit tempat Aditya dirawat.

Udara malam membawa keheningan, hanya suara mesin medis yang terdengar lembut.

Risa duduk di samping ranjang, jari-jarinya masih menggenggam buku catatan kasus, matanya lelah namun semangatnya belum padam.

Aditya memanggilnya pelan.

"Ris… duduklah sebentar."

Risa meletakkan buku dan mendekat, duduk di pinggir ranjang, mengelus lembut tangan suaminya yang mulai dingin karena gugup.

"Ris… aku sudah pikirkan semuanya. Mereka kuat. Pengacara mereka, kekuasaan mereka, bahkan media memihak mereka. Kamu tidak harus terus melawan. Aku... aku ikhlas kalau harus masuk penjara."

Risa menatap suaminya dengan mata yang membara.

"Mas ikhlas? Lalu aku bagaimana? Mas akan biarkan aku berdiri sendirian dan menerima semua ini?"

"Aku tidak ingin kamu terluka, Ris. Aku takut kamu akan hancur melawan mereka."

"Mas... dengarkan aku baik-baik. Aku bukan hanya istrimu. Aku adalah pengacaramu, pendamping hidupmu, dan penopang kamu saat tidak bisa berdiri. Kalau mas menyerah, itu berarti mas meninggalkanku—bukan secara fisik, tapi secara batin."

Aditya menatap istrinya, matanya mulai berkaca-kaca.

"Aku janji, Mas. Aku akan memperjuangkan hakmu. Aku akan membuktikan bahwa kamu bukan penyebab kecelakaan itu. Mas hanya korban sistem kotor dan perusahaan yang tak punya hati. Jadi tolong... cukup dukung aku. Percayalah sama aku. Aku istrimu."

Aditya akhirnya menangis pelan. Ia mengangguk.

"Aku percaya padamu, Ris... sepenuhnya."

Risa membungkuk, mencium tangan suaminya.

"Besok kita akan menang. Untukmu. Untuk mereka yang sudah tiada. Dan untuk semua kebenaran yang pantas dibela."

Malam itu sunyi kembali, tapi di dalam dada mereka, nyala keberanian semakin terang.

RUANG SIDANG UTAMA – PERSIDANGAN FINAL

Semua orang tegang. Kamera media mengarah ke kursi roda tempat Aditya duduk, didampingi oleh Risa dan Pak Wibowo. Jaksa berdiri dengan percaya diri.

"Yang Mulia, kami memiliki bukti video bahwa Tuan Wardhana telah menerima tawaran dari maskapai lain beberapa minggu sebelum kecelakaan terjadi. Ini membuktikan bahwa ia sudah berniat meninggalkan tanggung jawab dan tidak sepenuhnya fokus pada pekerjaannya saat itu."

Sebuah video diputar di layar besar tampak Aditya dalam sebuah percakapan melalui panggilan video, mendiskusikan peluang kerja di luar negeri. Ruangan bergemuruh. Wajah Risa pucat, menunduk. Ia tak pernah tahu soal itu.

"Kami meminta hukuman maksimal atas kelalaian ini. Tuan Wardhana berusaha cuci tangan dari kesalahan yang menewaskan puluhan penumpang. Ia tidak layak mendapat simpati!"

Hakim hampir mengetukkan palu untuk membacakan keputusan saat seorang wanita dengan kartu ID media berlari masuk ke ruang sidang, diikuti beberapa orang lain.

"Yang Mulia! Tolong tunda putusan! Kami membawa bukti baru!" ucap wartawan yang baru saja datang membawa bukti baru.

Semua orang terdiam. Risa dan hakim menatap ke arah sumber suara.

Wanita itu membuka map dan menyerahkannya ke petugas, yang lalu memberikannya ke hakim.

"Saya adalah penggemar tulisan Bu Risa, dan karena cerita beliau saya ikut menyelidiki. Ini adalah email internal dari maskapai yang menolak permintaan Aditya untuk mengganti pesawat. Ada juga catatan teknis yang menunjukkan bahwa pesawat memang tidak layak terbang dan Tuan Wardhana sudah melaporkannya!"

Ruang sidang kembali bergemuruh. Risa menatap wanita itu dengan mata berkaca-kaca. Hakim membaca cepat dokumen tersebut.

"Sidang saya skors untuk lima belas menit untuk memverifikasi bukti baru ini."

Aditya menggenggam tangan istrinya dan mengatakan kalau menolak tawaran itu.

"Aku percaya. Terima kasih karena sudah bertahan sampai sejauh ini." ucap Risa

Risa melangkah keluar dari ruang sidang, tubuhnya gemetar menahan emosi.

Di luar, puluhan orang sudah berkumpul dan membawa spanduk bertuliskan:

Kami Percaya Aditya Tidak Bersalah.

Dukung Risa, Penulis yang Tak Pernah Menyerah.

Beberapa orang mengangkat novel yang ditulis Risa, wajah mereka penuh semangat.

"Risa! Kami membaca novel mu sejak awal. Kami percaya kamu bisa menangkan ini!" ucap penggemar 1.

"Kamu tidak sendirian. Jangan takut, Risa sang novelis!" ucap pengemar 2.

Risa menutupi wajahnya dengan tangan. Air mata tumpah begitu saja. Ia menunduk, tak sanggup menahan rasa haru.

"Terima kasih... terima kasih banyak..." ucap Risa sambil membungkukkan badannya.

Dari kejauhan, Aditya melihat pemandangan itu melalui kaca dari dalam. Ia terdiam beberapa detik sebelum menoleh ke Pak Wibowo.

"Pak... Risa... dia... dia penulis novel?"

"Iya. Dia menulis tentang hidup, tentang cinta, dan perjuangan. Tapi sekarang dia sedang menulis tentangmu."

Aditya menatap kembali ke luar dan melihat istrinya yang berjuang untuk mendapatkan keadilan suaminya.

1
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
lanjut donkkk
kalea rizuky
keren bgt lo ini novel
kalea rizuky
belom bahagia di tinggal mati
kalea rizuky
ris jangan menyia nyiakan masa muda mu dengan orang yg lom selesai dengan masa lalunya apalagi saingan mu orang yg uda almarhum
kalea rizuky
suami dayuz
kalea rizuky
uda gugat aja ris banyak laki lain yg menerima qm lagian masih perawan ini
kalea rizuky
suka bahasanya rapi
kalea rizuky
cerai aja lah ris hidup masih panjang
gojam Mariput
jahatnya aditya
gojam Mariput
suka....
tata bahasanya bagus, enak dibaca
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
gojam Mariput
awal yang sedih ...
moga happy ending
my name is pho: selamat membaca kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!