Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.
Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.
Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Audrey dan Vivian sedang menghabiskan waktu senja di kafe tempat Egi bekerja. Audrey jatuh cinta dengan pemandangan dari kafe itu karena memang posisinya berada diatas bukit.
Sore itu sediki ramai dengan suasana sore yang menenangkan. Langit berwarna jingga dengan siluet perkotaan dibawahnya semakin terlihat indah. Seperti di negara luar.
"Jadi gimana perkembangan kamu dan Devan?" tanya Vivian. Sukses membuat Audrey mengalihkan pandangan dari makanan dihadapannya.
"Kenapa Devan?" tanya Audrey.
"Aku pikir Devan sudah dekat lagi dengan kamu," ucap Vivian.
"Nggak ada Vi, justru aku nggak ada lagi komunikasi sejak terakhir ketemu," ucap Audrey.
"Serius? Tapi..."
"Hai! Serius banget!" ucap Egi yang duduk di hadapan kedua gadis itu.
"Egi... Santai nih?" tanya Vivian.
"Lumayan, bentar lagi shiftku selesai. Kalian masih lama di sini?" tanya Egi. Kedua gadis itu mengangguk.
"Bagus! Tunggu sebentar ya," ucap Egi sambil tersenyum pada Audrey. Melihat semua itu Vivian mengernyitkan keningnya.
"Aku ngelewatin banyak hal ya?" tanya Vivian. Audrey hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Audrey menceritakan tentang Egi yang mendekatinya dan secara langsung menyatakan perasaannya.
"Terus kamu jawab apa?" tanya Vivian.
"Aku minta waktu untuk memikirkan semua Vi,"
"Kamu mikirin apa lagi?" tanya Vivian.
"Entahlah Vi, aku bingung,"
"Kamu masih suka Devan?" tanya Vivian lagi. Audrey terdiam.
"Aku bingung Vi, jangan tanya aku..." ucap Audrey.
"Nggak bisa gitu Drey! Jangan egois. Coba deh tanya ke hati kamu. Kamu masih suka kebayang Devan atau nggak? Kamu berdebar nggak ketemu Egi?" nasehat Vivian.
"Entahlah Vi, aku malah bingung sendiri," ucap Audrey.
"Gimana perasaan kamu ke Devan? Masih kangen? Masih diam-diam suka senyum-senyum?" tanya Vivian.
"Uhmmm kadang-kadang," jawab Audrey.
"Kalau Egi?"
"Aku nyaman dengan Egi, maksudku kalau dengan Devan ada perasaan was-was. Aku takut kalau hal yang dulu terjadi lagi. Sementara Egi, ada rasa takut sedikit. Kamu tahu kan Egi itu banyak ceweknya? Meskipun dia bilang dia nggak pernah serius sama cewek-cewek itu. Katanya sih mereka yang ngejar Egi. Tapi aku nggak percaya. Aku jadi susah percaya ke orang Vi, sejak kejadian itu," ucap Audrey.
"Aku paham, tapi mau sampai kapan kamu tenggelam di masa lalu? Kalau kamu menganggap Devan tidak bisa dipercaya, belum tentu dengan Egi. Jangan nutup hati kamu dan menyamaratakan semua laki-laki sama seperti Devan," ucap Vivian.
"Aku terlalu takut Vi,"
"Aku ngerti. Tapi itu kan udah kejadian lama. Harusnya kamu bisa melupakan itu," ucap Vivian.
"Mungkin kalau aku nggak ketemu Naira atau Hani semua bisa aku lupain Vi. Tapi baru pertama ketemu aja aku udah dijambak Naira, difitnah di mall," keluh Audrey.
"Makanya, kamu fokus di Egi aja. Dia selalu kelihatan bercanda tapi diliat dari matanya dia serius," ucap Vivian.
"Menurut kamu gimana?" tanya Audrey. Vivian langsung menjitak kepalanya.
"Kenapa menurutku? Toh perasaan punya kamu. Yang dinyatain cinta ke kamu. Bukan aku. Tapi ya Drey, kalo aku jadi kamu aku ambil keduanya. Yang satu udah mapan, yang satu bikin nyaman," ucap Vivian sambil terkikik. Audrey memutar bola matanya.
"Kalau Devan aku masih ragu Vi,"
"Kalau Egi?" tanya Vivian.
"Egi ada ragu sih, dikit. Kadang aku masih bertanya-tanya, dia serius atau nggak," ucap Audrey menyeruput minumannya.
"Kamu masih bertanya Egi serius atau nggak? Drey, liat dong! Perhatiin! Dia mau antar jemput kamu. Pendapat nanya kamu, kado nyarinya juga maunya kamu. Hal-hal kayak gitu masih bikin kamu ragu? Buka mata kamu Drey?" ucap Vivian gemas dengan sahabatnya. Meskipun penampilan Audrey sudah berubah, tetap saja dia tidak peka. Tidak bisa melihat.
"Bukannya itu wajar dalam berteman?" tanya Audrey.
"Kalau wajar nggak mungkin dia nyatain perasaanya Drey!"
"Iya juga yah!" ucap Audrey.
"Hmmh gimana sih? Aku tu sebenarnya pengen tahu kamu udah buka hati ke orang lain atau kamu masih terjebak perasaan kamu ke Devan,"
"Kepo ih!" ucap Audrey.
"Ssst! Aku kasih tau kamu sesuatu," ucap Vivian.
"Apa itu?" tanya Audrey.
"Ada seseorang yang masih nyari kabar kamu," ucap Vivian.
"Siapa?"
"Ada deh, nanti juga kamu tahu,"
"Hmmmh... Bikin penasaran! Tapi dari tadi ngomongin aku terus. Kamu gimana? Sedih, kamu liburan lebih banyak kerjaan. Tau-tau lusa udah balik aja ke negara orang," ucap Audrey.
"Ya gimana ya, lumayan kan uangnya buat nambah biaya kuliah di sana. Toh kamu udah ada Egi sama Devan di sini," ucap Vivian.
"Nggak ada Devan, Vi!" protesnya.
"Jadi? Egi dong?" goda Vivian.
"Tuh kan! Malah bahas di aku lagi! Kamu dong!" ucap Audrey. Vivian hanya tertawa.
Audrey menikmati hari sebelum keberangkatan Vivian. Memang liburan kali ini terasa singkat. Selain karena Vivian mau mengurus kuliahnya, cowoknya juga mengajak liburan. Dari dulu Vivian selalu beruntung dapat laki-laki yang memang untuknya.
Audrey mengeluh dalam hati. Dulu dapat pacar ternyata dia jadi orang ketiga. Sekarang seleksi pacar malah pacarnya lebih banyak. Entah salah apa dia di masa lalu hingga kini percintaannya tak pernah mulus. Audrey merasa isi melihat Vivian yang bisa mendapatkan banyak hal-hal baik. Dari segi wajah, keberuntungan, fisik yang cantik, juga pacar yang perhatian. Semua yang dia dapatkan adalah kebalikan dari Audrey.
'Sadar Drey! Harusnya kamu bersyukur!' ucapnya dalam hati.
Mereka kembali mengobrol banyak hal. Audrey suka mendengarkan cerita dari Vivian. Dia belajar banyak tentang orang lain, cara mengubah diri menjadi lebih baik, tidak cukup hanya cantik fisik tapi juga cantik dari hati. Bagaimana kita peduli dengan orang-orang sekeliling sehingga kita terlihat lebih menarik di mata orang.
Audrey kagum melihat Vivian yang berani memulai apa saja. Sifatnya yang ceria dan mudah berteman dengan siapapun. Sedangkan Audrey hanya memiliki sedikit teman dan sulit untuk berbaur.
"Drey! Kapanpun kabari aku kalau Egi nembak lagi atau mungkin Devan," ucap Vivian.
"Apaan sih Vi! Nggak mungkinlah Devan,"
"Bisa aja, kita kan nggak tahu gimana kedepannya," ucap Vivian.
"Udah ah, Devan sama Naira itu nggak terpisahkan. Aku cukup sadar diri," ucap Audrey.
"Sadar diri untuk nerima Egi?" tanya Vivin.
"Dih! Ya belum tentu juga. Pusing ah! Mending aku fokus di kuliah dulu. Daripada sibuk mikirin yang belum pasti," ucap Audrey. Vivian hanya mengacungkan kedua jempolnya.
Matahari kini sudah terbenam. Lampu-lampu di kota sudah terlihat semakin jelas diantara gelapnya malam. Suasana semakin dingin dan indah. Pemandangan ini sangat disukai Audrey. Ditambah ada sahabatnya disini. Tentu saja hal sederhana seperti ini sudah membuatnya bahagia.
Berbeda dengan seseorang yang awalnya tidak ingin mendengar apapun tapi akhirnya ia menguping pembicaraan kedua gadis itu. Biar bagaimanapun ia tak akan menyerah. Dia akan mendapatkan Audrey.