Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Saya sudah mendapatkan data penumpang pesawat yang seharusnya membawa Reyver ke Negara Y. Tapi, Tuan, nama tersebut tidak ada. Reyver Brox sama sekali tidak melakukan penerbangan."
Amarah Carlo kian memuncak usai mendapat laporan dari anak buah yang diperintahkan untuk mencari Reyver. Ternyata ... laki-laki itu tidak pernah terbang ke Negara Y, dan kemungkinan besar kedatangannya ke bandara sengaja untuk mengecoh saja.
"Ternyata dari awal dia sudah tahu aku memata-matainya," batin Carlo dengan tangan yang mengepal erat.
"Martha! Pasti dia pengkhianat sialan itu!" geram Carlo.
Tak ada lagi nama yang terlintas dalam pikirannya saat ini, selain Marthea Michelle. Wanita yang notabenenya masih kekasih Reyver, pasti dialah yang memainkan trik licik demi memprioritaskan asmaranya.
"Salah besar aku telah memercayainya." Carlo menggeram lagi dengan mata yang memicing, gambaran emosi yang begitu tinggi. Entah bagaimana nanti dia akan menyelesaikan Martha.
Sementara itu, di ruangan pribadinya, Martha tak henti-hentinya berusaha menghubungi Reyver. Ia pun khawatir karena sang kekasih tak jua memberi kabar, malah nomornya sampai sekarang masih tidak aktif. Ke mana gerangan?
"Kau tidak mengatakan rencana apa-apa saat kita berbicang lewat telepon, Rey. Apa hilangmu kali ini karena ada sesuatu yang menimpamu? Rey ... kumohon ... jangan membuatku khawatir seperti ini," batin Martha sembari menatap layar ponsel.
Sepasang mata cokelatnya sampai berkaca-kaca. Ada kesedihan dan kegundahan yang begitu dalam menyesakkan batin. Ada untaian hal rumit yang entah bagaimana mengurainya.
"Aku tak akan sanggup menghadapi semuanya jika kau menghilang seperti ini, Rey."
Di saat Martha masih meratapi layar ponsel yang tak kunjung menampilkan pesan atau telepon dari Reyver, tiba-tiba pintu ruangannya dibuka paksa dari luar.
Siapa lagi kalau bukan Carlo. Pria berbadan tegap dengan rahang yang sedikit berewok itu langsung masuk begitu saja, tanpa permisi, tanpa basa-basi.
"Tuan ...."
"Katakan! Di mana Reyver?" bentak Carlo dengan tatapannya yang nyalang. Detak jantung Martha sampai berpacu dan seolah meloncat dari tempatnya.
"Saya tidak tahu, Tuan. Saya juga kehilangan kabar darinya," sahut Martha dengan sedikit terbata-bata. Walaupun yang dia katakan adalah benar, tetapi menghadapi Carlo yang dilanda emosi seperti ini cukup menguji nyali.
Melihat Martha yang ketakutan, Carlo makin mengintimidasinya. Dengan tujuan agar wanita itu jujur dan mengatakan di mana Reyver berada saat ini. Namun, bukannya informasi tersebut yang Martha lontarkan, melainkan sebuah kata maaf dan kalimat yang meyakinkan bahwa dirinya tidak tahu apa-apa terkait hilangnya Reyver saat ini.
"Jika terbukti berkhianat, kau akan mati di tanganku!" ujar Carlo.
"Anda memantau semua yang saya lakukan, Tuan. Jadi bagaimana mungkin saya akan berkhianat. Lagi pula, kekuasaan yang Anda tawarkan tentu tidak akan saya lewatkan begitu saja."
Usai mendengar jawaban Martha yang memang meyakinkan, Carlo hengkang tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ambisinya untuk menarik Reyver kembali ke Eclipse membuatnya tak punya pilihan lain, selain membiarkan Martha tetap di sana pula. Wanita itu adalah kelemahan Reyver, dan dialah satu-satunya cara terbaik untuk memancing Reyver.
Sepeninggalan Carlo, Martha berulang kali menarik napas lega. Karena setidaknya, sampai saat ini Carlo masih mau percaya bahwa dirinya memang setia terhadap Eclipse.
_________
"Perketat keamaan, jangan sampai ada celah sedikit pun! Aku yakin cepat atau lambat Reyver akan datang ke sini. Dia sudah tahu virus itu masih ada di Eclipse."
Pagi-pagi buta Carlo sudah memanggil Andress dan memberikan perintah yang amat serius. Sebagai kepala tim keaman sekaligus orang kepercayaan Carlo, Andress dipercaya penuh untuk menutup celah di Eclipse, agar tidak ada kesempatan bagi Reyver untuk menyusup ke sana.
"Lalu bagaimana dengan Martha, Tuan?" tanya Andress.
"Aku tidak yakin dia masih ada di pihak kita."
Andress mangut-mangut. Ia pun memiliki keraguan yang sama, walaupun di sisi lain juga ada sedikit kepercayaan.
Di saat Carlo dan Andress masih berbincang serius, tiga anak buah yang kemarin diperintahkan untuk mencari Reyver di bandara, kembali ke Eclipse.
Ketiganya langsung memarkirkan mobil di basement. Lantas dua di antaranya bergegas keluar, sedangkan salah seorang lagi masih diam di dalam mobil dengan kaca jendela yang sedikit terbuka.
"Aku masih akan menerima telepon, kalian duluan saja!" ucap orang tersebut ketika dua rekannya hendak menghampiri.
"Baiklah. Tapi, jangan lama-lama! Aku peringatkan kau, jangan sampai Tuan Carlo murka lagi karena keterlambatanmu."
"Aku mengerti," jawab lelaki itu dengan santai.
Dia paham setiap anggota yang selesai bertugas di luar, langsung melapor pada Carlo begitu mereka kembali. Apa pun hasil yang dibawa, tetap akan melapor guna mendapatkan hukuman atau penghargaan.
"Bodoh namanya kalau aku menemuinya sekarang." Lelaki itu bergumam lirih, seraya mengulas senyum miring di balik masker hitam yang ia kenakan.
Matanya yang tajam menatap keluar, tertuju pada CCTV yang ada di setiap sudut basement. Di tempat tersebut, tidak ada satu jengkal pun yang lolos dari pantauan kamera.
"Dia memang gila."
Bersambung...