Setelah mengetahui sebuah rahasia kecil, Karina merasa bahwa ia akan mendapatkan banyak keuntungan dan tidak akan rugi saat dirinya mendekati Steve, pewaris dari perusahaan saingan keluarganya, dengan menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat mungkin tidak akan ditolak oleh Steve. Sebuah pernikahan yang mendatangkan keuntungan bersama, baik bagi perusahaan maupun secara pribadi untuk Karina dan Steve. Keduanya adalah seseorang yang sangat serius dan profesional tentang pekerjaan dan kesepakatan, ditambah keduanya tidak memiliki perasaan apa pun satu sama lain yang dapat mempengaruhi urusan percintaan masing-masing. Jadi, semuanya pasti akan berjalan dengan lancar, kan? * * Cerita ini hanyalah karangan fiksi. Baik karakter, alur, dan nama-nama di dalam tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theodora A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
•
Setelah beberapa saat, Karina dan Steve kembali muncul ke permukaan, dan entah bagaimana secara kebetulan mereka muncul tepat di hadapan satu sama lain.
“Kamu tidak perlu sampai ikut masuk. Aku bisa mencarinya sendiri.” Karina mulai menyibakkan air dari rambut panjangnya dengan sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya. Cipratan air dari rambutnya itu mengenai wajah Steve, dan pria itu hanya menutup matanya, merapatkan bibir sambil menghela napas pelan.
Steve mendorong rambut dari dahinya. “Lalu terbangun dan mendapati tubuh istriku mengambang di kolam renang keesokan paginya? Menurutmu apa yang akan ibumu pikirkan tentangku jika itu terjadi? Dan apa yang akan ayahmu lakukan padaku? Mereka membuatku bersumpah untuk selalu melindungimu apa pun yang terjadi. Mereka kembali mengancamku soal itu segera setelah resepsi pernikahan kita selesai.” Steve berkata sambil menatap Karina dengan tatapan sinis. Karina sadar ia seharusnya merasa kesal mendengar ucapan Steve, namun yang mengejutkan bahkan bagi dirinya sendiri, bukannya marah, ia malah merasa ucapan Steve sangat lucu dan sebuah tawa kecil meluncur dari bibirnya. Tawanya itu membuat Steve yang tadinya sudah mengalihkan tatapannya ke arah lain seketika menoleh kembali padanya. “Aww.. lucunya. Sepertinya kamu sangat mengkhawatirkanku.”
“Bagaimana bisa kamu menyimpulkan ucapanku seperti itu....” Steve bergumam pada dirinya sendiri. Matanya melebar, menatap Karina dengan tatapan tidak percaya. “Sudahlah. Temukan saja cincinmu itu agar kita bisa tidur.”
“Kamu pikir aku ingin kehilangan cincin bodoh itu dan membuat diriku sendiri kesusahan malam-malam seperti ini? Mana ku tahu kalau cincin itu akan lepas dari jariku saat berenang. Bahkan ide untuk menghabiskan waktu dengan berenang itu adalah idemu. Cincin itu tidak akan hilang kalau kamu nggak ngide seperti itu.” ujar Karina dengan sedikit berteriak karena Steve sudah mulai berjalan ke sisi lain kolam renang, tampak mulai memeriksa di sekitaran tangga kolam. Setelah berucap seperti itu, Karina berbalik dan berjalan menuju sudut yang belum sempat ia periksa, ketika ia mendengar Steve menimpali. “Cincin itu tidak akan ada di jarimu kalau kamu tidak ngide untuk menikah. Ingat, pernikahan ini adalah idemu.”
Ucapan Steve membuat Karina merasa sangat kesal. Kesal karena ia tahu ucapan pria itu benar. Pernikahan mereka ini memang adalah idenya. Tidak tahu harus membalas seperti apa, Karina pun berteriak dengan nada kesal. “Kamu menyetujui pernikahan ini, jadi ini juga salahmu! Bahkan kamu yang memilih cincin kawin kita, Steve Cooper!”
“Aku tidak memilih cincin termahal di katalog Cartier untuk kamu hilangkan di kolam renang seperti ini, Karina Yates.” Steve membalas, kembali menoleh ke arah Karina dengan lirikan sinis, sebelum kembali menghilang ke bawah permukaan air. Karina mendengus kesal dan memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Ia akan memikirkan apa yang harus ia ucapkan untuk membalas Steve nanti saat mereka menyelesaikan masalah ini.
Tangannya kembali meraba-raba dasar kolam, merasakan semua yang bisa disentuhnya di sana. Beberapa menit telah berlalu, dan Karina sangat bersyukur dirinya dilatih untuk menahan napas di dalam air sejak ia masih kecil. Siapa sangka pelajaran renang itu akan sangat berguna untuk alasan seperti ini?
Karina terlalu fokus mencari, sampai-sampai ia hampir tidak mendengar suara Steve yang berteriak dari permukaan air. Suara pria itu terdengar sangat girang. “Ketemu!”
Ketika Karina sudah kembali muncul dari dalam air, matanya membulat menatap Steve yang terlihat sangat senang karena berhasil menemukan cincin itu. Dia bahkan terlihat lebih girang daripada dirinya sendiri. Steve berdiri di tangga kolam, satu tangannya berpegangan pada tangga, dan tangan satunya lagi memegang satu benda kecil berkilauan, yang dilambai-lambaikan ke arah Karina dengan antusias. “Aku menemukannya tepat di mana seorang wanita gila mencoba menenggelamkanku tadi siang.”
“Kamu masih belum melupakannya?” ingatan akan kejadian tadi siang membuat Karina tertawa geli. Ia segera berenang ke arah Steve yang kini masih tersenyum bangga, membuat kedua lesung pipinya terlihat jelas. Steve terlihat seperti anak kecil yang menunggu untuk dipuji karena berhasil menemukan mainannya yang hilang, dan karena itu, Karina menahan komentar pedas yang tadinya sudah ia rangkai di dalam otaknya untuk membalas Steve, hanya karena suaminya itu sudah membatunya dan terlihat sangat imut pula.
Namun, saat ia meraihnya, Steve malah menjauhkan tangannya dan dengan cepat keluar dari kolam. “Oops. Tidak secepat itu, sayang.”
Melihat Steve yang sudah kembali ke mode jahilnya, Karina pun diingatkan akan fakta bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini, bahkan bantuan dari suami sendiri pun tidak cuma-cuma. Dunia benar-benar sangat kejam. “Apa sih? Kembalikan cincinku!” Karina ikut naik keluar dari kolam, kembali mencoba meraih cincinnya. Steve dengan cepat mengangkat tangannya keatas.
Karina melakukan sedikit lompatan untuk meraih tangan Steve, namun sepertinya Steve sudah menduga hal itu, karena dia juga ikut melompat sehingga Karina benar-benar tidak bisa meraih cincin itu. Steve mundur selangkah dan mulai berbicara, “Aku menemukannya untukmu, bukankah itu artinya kamu sekarang berhutang budi padaku?”
“Apa yang kamu inginkan dariku?” Karina memekik, jelas merasa sangat jengkel. Ia maju dan mencoba sekali lagi, namun perbedaan tinggi badan mereka membuat semua usahanya gagal. Karina mendengus, kenapa dunia ini sangat tidak adil? Mengapa ia tidak bisa dengan gampang mendapatkan apa yang memang miliknya?
“Ada jadwal meeting online besok jam tujuh pagi dengan para peneliti dari laboratorium,” Steve memulai, senyum jahil sudah kembali mengembang di wajahnya. Dia memutar-mutar cincin yang ada di tangannya, membuat berliannya tampak berkilauan karena tetesan air yang menempel di permukaannya. “Sebagai hadiah karena aku sudah menemukan cincin ini, aku akan bangun lebih siang. Dan kamu akan menggantikanku untuk menghadiri meeting itu.”
Ucapan Steve membuat Karina merasa kepalanya panas. Jelas bahwa jam tujuh pagi tidak bisa dikatakan terlalu pagi bagi Steve yang biasanya pergi jogging bahkan sebelum matahari terbit. Namun, Steve jelas menyadari bagaimana Karina tidak bisa berfungsi dengan baik di pagi hari jika jam belum menyentuh dua digit. Steve pasti sudah merencanakan semuanya saat dia memutuskan untuk membantu Karina mencari cincinnya.
Mereka mungkin bukan pasangan yang saling mengetahui warna favorit satu sama lain dan bagaimana mereka menyukai sarapan pagi mereka. Nyatakan mereka bahkan bukan pasangan sesungguhnya. Tapi satu hal yang sangat mereka ketahui tentang satu sama lain adalah kebiasaan kerja mereka. Sebagai contoh, Karina tahu bahwa Steve selalu berangkat ke kantor satu jam lebih awal darinya, dan Steve tahu bahwa Karina pasti akan
selalu mampir untuk membeli kopi sebelum menuju ke kantor.
Steve benar-benar tahu betapa Karina sangat membenci rapat pagi. Hal ini membuat Karina berkesimpulan bahwa Steve memang sengaja melakukan ini hanya untuk membuatnya menderita. Steve jelas mendapatkan kepuasan dalam penderitaannya. Lupakan soal cincin kawinnya, karena sekarang Karina merasa dirinya ingin menenggelamkan Steve untuk kedua kalinya, kali ini dengan niat membunuh yang serius. “Dasar brengsek!” Pekik Karina.
“Jaga ucapanmu,” ujar Steve sambil menunjukkan cincin di antara ibu jari dan telunjuknya. Sebuah pengingat yang kejam bagi Karina bahwa dirinya sedang diperas oleh suaminya sendiri saat ini. “Jika kamu setuju, aku akan mengembalikan cincin ini padamu. Jika kamu tidak setuju, maka aku akan melemparkannya kembali ke dalam kolam.”
Kesabaran Karina sudah mencapai batasnya. Ia menutup matanya dengan kuat, karena semakin lama ia melihat Steve, keinginannya untuk melakukan tindak kriminal tingkat pertama semakin kuat. “Sialan...” gumam Karina tidak jelas, menarik napas dalam-dalam, dan membuka matanya dengan enggan. “Baiklah!”
Ia harus menahan diri untuk tidak berteriak kesal ketika ia melihat Steve tersenyum penuh kemenangan.
Sambil tersenyum, Steve meraih pergelangan tangan kiri Karina, lalu dengan lembut menyelipkan kembali cincin itu ke jarinya.
“Aku akan mencekikmu saat kamu tidur nanti.” Bisik Karina, matanya menatap Steve tajam.
Senyum Steve semakin lebar. Dia berbalik dan meraih kimono yang tergeletak di area berumput dekat kolam. “Tidak akan ku biarkan kamu melakukannya.” Ujar Steve sambil memakaikan kimono itu di bahu Karina. Dia kemudian memutar tubuh Karina dan mendorongnya masuk kembali ke dalam mansion.
...----------------...
Di sisi lain mansion, dari balkon kamar yang menghadap ke kolam renang, dua orang wanita duduk, mengintip kejadian yang sedang berlangsung dengan senyum lembut di wajah mereka.
"Aku belum pernah melihat Steve rela bersusah-susah demi seseorang seperti itu," ujar ibu Steve lembut sambil tersenyum lebar. "Aku rasa dia benar-benar sangat mencintai Karina."
"Hmm.. aku bisa melihat kalau Steve benar-benar mencintai dan menjaga Karina." Balas ibu Karina mengangguk pelan. Dia kemudian melanjutkan, "Karina adalah wanita yang keras kepala, aku tidak pernah melihatnya mengalah begitu saja pada seseorang. Mereka jelas saling mencintai."
•
•
aku mampir nih thor... semangat ya!
😭