Gita terjatuh saat merenovasi balkon bangunan yang menjadi tempatnya bersekolah saat SMA.
Saat terbangun, ia berada di UKS dan berada dalam tubuhnya yang masih berusia remaja, di 20 tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Verlit Ivana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konfirmasi Tomy
Jam pelajaran terakhir di kelas Gita kosong, karena guru pengajar ada urusan mendadak dan tak bisa mengajar. Sebuah tugas untuk 'belajar sendiri' telah tertulis besar-besar di white board dan kini tengah dijalankan dengan baik oleh para siswa di kelas tersebut.
Mereka tengah belajar sendiri, belajar apa pun sesuka hati. Ada pula yang meninggalkan kelas untuk hinggap di perputakaan atau kantin.
"Kayaknya emang perlu detail ya kalau guru ngasih tugas," gumam Gita.
"Kenapa emangnya?" tanya Yuli yang kini duduk di kursi koridor bersama Gita.
"Lo gak liat kelas rusuh banget gitu, untung aja sistem akustiknya dindingnya lumayan oke jadi gak ganggu kelas sebelah," tutur Gita.
Ia telah memastikan pintu kelas tertutup rapat, dan benar saja, suara berisik di dalam ruangan tidak terdengar di koridor.
Yuli menelengkan kepala. "Akustik? Siapa yang lagi konser emang?" tanya Yuli bingung.
Gita hanya terkekeh, dia sedang enggan bicara panjang lebar soal material dinding sekolah Pelita yang dilengkapi bahan peredam suara, sehingga ruang kelas satu dan lainnya tak saling bertukar kebisingan.
"Yul, kayaknya gue mau ketemu Tomy," ucap Gita.
Yuli tersenyum jahil, lalu menggoda temannya itu, "Ciye ... kenapa nih? Tadi gue liat di buku, Lo nulis-nulis nama dia. Nambah deh saingan gue."
Gita memutar bola matanya dengan ekspresi malas. "Mau ada yang gue tanyain ke dia."
"Kalau hari ini sih, abis solat jum'at dia biasanya gak langsung pulang. Baca buku di perpustakaan jadwalnya. Idaman banget ya dia, udah tajir, pinter, soleh pula!" tutur Yuli dengan mata berbinar.
"Hafal banget, Lo sekretarisnya dia?" Gita menaikkan alisnya sambil tersenyum miring.
Yuli mendekatkan wajahnya ke terlinga Gita lalu berbisik, "Gue calon istrinya! Dia itu salah satu alasan gue masih rajin sekolah," tukas gadis itu sambil terkikik.
Sementara Gita menyeringai penuh arti. Kasihan Yuli mengejar jodoh orang. Gue udah ketemu sih sama istrinya si Tomy, dan dia bukan si Yuli. Hehe, biarin aja dulu deh dia bahagia dengan mood-boosternya.
"Nah kalau Tomy udah lulus, Lo gimana? Udah gak mau dateng ke sekolah?" goda Gita, membuat Yuli memajukan bibirnya kesal.
"Udah sih, jangan bikin gue jadi patah semangat. Masih setahunan kok bisa ketemu kak Tomy. Meski cuma liat dari jauh dan kadang-kadang aja," tutur Yuli kembali ceria.
Gita menganggukkan kepala. "Iya ... iya. Yaudah, kalau nanti Lo beneran bisa mempertemukan gue sama Tomy, nanti gue kasih reward! Gimana?" tawar Gita. Nanti gue mau ajak Yuli ke rental komik. Pasti dia happy dah!
Yuli pura-pura berpikir keras, lalu menganggukkan kepalanya. "Oke. Gue setuju!"
***
Sambil menunggu kedatangan Tomy ke sekolah, dua gadis itu makan siang di kantin. Mereka memesan mie ayam dan es jeruk yang segar.
Meski jam belajar sudah usai, sekolah masih ramai, begitu pula dengan kantinnya. Karena masih ada beberapa siswa yang mengikuti ekstra kurikuler, berolahraga, atau sekedar mengobrol dan enggan pulang tepat waktu. Biasanya sekolah akan mulai sepi selepas waktu salat ashar.
"Ada urusan apa emangnya sama kak Tomy, Git?" tanya Yuli yang menahan penasarannya sejak tadi.
Gita menyeruput es jeruknya, lalu menjawab, "Gue mau tanya apa dia kenal sama Denting."
Yuli hampir tersedak es batu yang tengah ia gigit. "Kenapa kak Tomy disangkut pautkan sama kak Denting?" tanyanya.
"Gue juga penasaran, makanya mau nanya," tukas Gita.
Yuli menggaruk-garukkan kepalanya, mencoba memikirkan pemicu pertanyaan Gita.
"Eh Yul. Itu anak-anak cowok pada dateng rombongan ke kantin, udah bubaran jum'atan kayaknya. Tomy juga mungkin udah ke perpustakaan sekarang," ucap Gita.
Yuli mengangguk setuju, "Yaudah yuk ke perpus, eh tunggu dulu sebentar." Yuli beranjak menuju kantin penjual roti bakar dan kemudian kembali dengan senyum terkembang.
"Yuk!" seru Yuli semangat.
***
Koridor menuju perpus tampak lengang, menadakan area ini bukan tempat yang diminati banyak orang usai pulang sekolah. Ketika melewati gudang tempat Yuli disekap, Gita mengerutkan keningnya.
Ingatan tentang gudang itu yang sebelumnya samar, kini dapat ia ingat dengan jelas. Dahulu, dirinya yang diikat dan dikurung di dalam gudang, bukan Yuli. Entah di mana gadis keturunan India itu dahulu berada, mungkin ada sebuah variable berbeda yang membuat Yuli menggantikan dirinya di gudang.
Gita berhenti sejenak di depan gudang yang sekitarnya ditumbuhi ilalang. Kalau semua hal tetap sama selain diri gue yang time travel ke sini. Berarti gue dan Yuli bertukar posisi dengan saat itu. Sekarang gue inget, dulu Yuli yang manggil pak Rama buat nolongin gue.
"Gita!" seru Yuli, "Lo malah di sini, sih. Yuk, kita ke kak Tomy!" ajak Yuli lagi dan langsung menyeret Gita dari sana.
Gita tersenyum sambil mengikuti langkah Yuli. Ternyata versi yang dulu maupun sekarang, Yuli emang ditakdirin jadi temen gue. Bedanya 'diri gue yang dulu' gak mendekat ke dia seperti sekarang.
"Kalian mau ke mana?" sapa Gio yang tampak baru keluar dari perpustakaan.
"Ya mau ke perpustakaan, kalau mau ke bioskop gak bakal lewat sini," jawab Gita asal, sambil berlalu melewati Gio, dan masuk ke dalam perpustakaan.
Gio membolakan matanya. Gita beneran udah berubah. Biasanya dia tersipu-sipu dan bakal jawab dengan lembut dan sopan. Ternyata seberbahaya ini efek pembullyan. Ck ck ck.
"Kenapa Gio ... Lo segitu terpesonanya sama Gita?" tanya Yuli sambil terkekeh dan menyusul Gita.
Di dalam perpustakaan, dua gadis itu langsung mencari-cari keberadaan Tomy, yang rupanya tengah berkutat dengan buku kumpulan soal di salah satu meja baca di sana.
Gita berjalan mendekat dan mengetuk meja itu untuk memberitahukan kehadirannya.
Tomy mendongak dan mengernyitkan dahinya melihat kehadiran Gita.
"Mau apa?" tanya Tomy dingin.
"Ada yang mau gue obrolin. Penting," jawab Gita.
Tomy mendengus, dan dengan enggan menutup buku kumpulan soal yang tengah ia kerjakan.
"Sebaiknya, ini penting, ya." Tomy berujar dingin seraya beranjak dari kursinya menuju ke teras perpustakaan.
Gita mengekori Tomy. Beneran dingin amat deh sikapnya.
"Mau ngomongin apa?" tanya Tomy setelah duduk di bangku beton teras perpustakaan.
Gita duduk di seberang Tomy, diikuti oleh Yuli.
"Soal hari terakhir ujian kenaikan kelas, gue inget sesuatu tentang itu," ujar Gita mengawali pembicaraan mereka.
Yuli mengernyitkan kening. Wah kayaknya ini serius. Gue nyimak aja deh, sambil jaga-jaga takut Gita membuat keributan.
"Oh. Baguslah," timpal Tomy lalu menyilangkan tangan di depan dada. Kayaknya dia beneran gak inget, saat gue ungkit tempo hari.
Gita memperhatikan Tomy yang tampak menunggunya bicara. "Lo ada di mana waktu siang setelah ujian kelar?" tanya gadis itu, menatap tajam netra Tomy. Gue gak tau siapa penyerang Denting. Meski perkiraan gue condong ke Rudi, tapi mungkin aja oknum itu Tomy, kan?
"Gue ada di sekolah," jawab Tomy. Ya gue ada di sekolah, menunggu seseorang.
"Lo ketemuan sama Denting?" tuding Gita tak sabar.
Yuli menatap Tomy, ikut menunggu jawaban lelaki tampan tersebut.
"Gue rasa Lo yang lebih tau tentang itu, kenapa malah nanya balik?" geram Tomy.
Gita terperangah dan bangkit berdiri, dan Yuli sigap memegangi tangan sahabatnya, khawatir tiba-tiba Gita melayangkan tinju ke wajah Tomy yang ia kagumi.
"Jadi ... jadi beneran Lo yang waktu itu nyerang Denting?!" pekik Gita dengan suara rendah, karena beberapa siswi melintas dekat mereka.
Mulut Yuli ternganga. What?! Gila si Gita tuduhannya ngeri.
Tomy tak kalah terkejut dengan tudingan Gita, wajahnya sampai memebeku beberapa saat. Lalu ia terbahak, membuat kedua gadis di hadapannya bingung.
"Wah ... jadi itu yang terjadi." Tomy menggelengkan kepalanya dengan ekspresi terkejut, sekaligus tak percaya.
"Jadi Lo mengakui hal itu?" tanya Gita yang terkejut akan respon Tomy.
Tomy mengangkat alisnya. "Mengakui apa?"
"Me- menyerang Denting!" gagap Gita, sedangkan Yuli sudah tak bisa berkata-kata.
Tomy membuang napas kasar. "Hey, denger ya. Kenapa waktu polisi nanya, Lo bilang gak tau apa-apa soal kejadian Denting. Padahal ternyata Lo tau sedetail ini!" geram Tomy.
Gita semakin bingung. Jadi ini beneran dia yang nyerang atau bukan, sih?
"Eh Tomy, bisa jawab dulu gak pertanyaan gue!" sentak Gita membuat Tomy terperanjat.
Tomy mengatur napasnya dan diam sejenak. "Bukan, bukan gue yang nyerang Denting. Justru gue baru tau kalau Denting diserang."
"Alhamdulillah," lirih Yuli, merasa lega.
Gita pun kembali duduk di samping Yuli, ia menghela napas lega. Hah ... gue hampir aja salah tuduh. Padahal gue yang mau ngetes, malah gue yang shock sendiri.
"Tom, denger. Gue inget beberapa hal, tapi gak semua dan terserah Lo percaya atau enggak, tapi gue jujur soal ini. Jadi, tolong ... tolong banget jelasin apa yang Lo tau tentang Denting," pinta Gita setengah memohon.
***
Salam Dari "Lina : The Screet Of The Ten Haunted Souls" /Smile/