NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:688
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 19

Malam itu, udara di panti terasa dingin dan sunyi. Renjana bergerak perlahan keluar dari kamarnya, memastikan tidak ada suara yang mengganggu ketenangan malam. Dia melangkah menuju kamar anak-anak, dengan hati-hati membuka pintu sedikit agar tidak membangunkan mereka yang sedang tertidur lelap. Suasana di sekitar kamar begitu hening, hanya terdengar suara detak jam di dinding dan hembusan angin malam yang menyelinap melalui celah jendela.

Dia memeriksa satu per satu ranjang, memastikan semuanya dalam keadaan aman. Semua anak asuhnya tertidur dengan tenang, wajah mereka yang polos memancarkan kedamaian yang jarang dirasakan oleh anak-anak seusia mereka. Namun, ketika dia hendak menutup pintu, matanya tertuju pada kamar sebelah yang sedikit terbuka.

Di dalamnya, Rasti, pengasuh lain yang bertugas malam ini, tampak duduk di kursi kayu dekat ranjang. Dia terlihat sangat lelah, dengan mata yang sudah mengantuk. Di hadapannya, terbaring Binta, seorang anak asuh yang sedang flu berat. Binta, dengan matanya yang cokelat cerah dan tubuh kecilnya, tampak terbaring dengan lesu. Hidungnya sedikit tersumbat, dan sesekali terdengar suara napasnya yang berat. Rasti tampaknya sudah berjuang keras untuk menjaga anak itu semalam suntuk, namun kelelahan jelas terpancar di wajahnya.

Renjana merasa kasihan melihat Rasti yang kelelahan, matanya sedikit terpejam seolah berusaha bertahan, meskipun dengan jelas tampak kelelahan yang begitu mendalam.

Dengan hati-hati, Renjana melangkah masuk dan menghampiri Rasti. "Rasti, kamu kelihatan sangat lelah. Kenapa tidak tidur sebentar? Aku bisa menggantikanmu untuk jaga Binta," kata Renjana dengan suara lembut, berusaha tidak mengganggu suasana tenang di dalam kamar.

Rasti menoleh, terlihat terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum lemah, seperti merasa lega. "Terima kasih, Renjana. Aku sudah tidak bisa lagi menjaga mata. Binta tidak mau tidur dengan nyenyak sejak tadi," jawab Rasti, suaranya terdengar serak karena kelelahan. "Aku akan pergi sebentar untuk beristirahat."

Renjana mengangguk dengan lembut, lalu duduk di sisi ranjang Binta. Binta sedikit terbangun mendengar suara mereka, namun tidak sepenuhnya terjaga. Renjana dengan hati-hati mengganti posisi Rasti, menggantikan tempat duduknya di sisi ranjang.

Suasana di kamar itu terasa damai namun penuh ketegangan, karena Binta masih demam dan tidak nyaman. Renjana menyentuh pelan dahi Binta yang panas, merasakan kehangatannya yang tidak biasa. Binta membuka mata sesaat, memandang Renjana dengan pandangan lemah.

Renjana tersenyum lembut, mengusap pelan rambut Binta yang basah karena keringat. "Jangan khawatir, Binta. Kakak di sini. Tidurlah, ya. Kakak akan jaga kamu," bisiknya dengan suara penuh kasih sayang. Dia merangkul Binta perlahan, berusaha memberi kenyamanan di tengah ketidaknyamanan tubuh kecil yang sedang sakit.

Binta, yang sudah terlalu lelah, perlahan mulai meremukkan matanya dan akhirnya tertidur kembali di pelukan Renjana. Renjana tetap duduk dengan hati-hati, memastikan bahwa Binta merasa nyaman. Hembusan napas Binta yang teratur menjadi suara yang menenangkan, sementara Renjana duduk dengan tenang, menjaga setiap gerakan anak itu.

Dalam keheningan malam itu, suasana terasa begitu intim dan penuh kedamaian. Renjana bisa merasakan detak jantung Binta yang lambat dan teratur, serta napas kecilnya yang berat. Meskipun hatinya penuh dengan pertanyaan dan kekhawatiran tentang apa yang terjadi di panti ini, untuk saat ini, Renjana berfokus pada tugasnya sebagai pengasuh dan pelindung. Dia tahu bahwa Binta membutuhkan ketenangan dan perhatian, dan Renjana siap memberikan itu, meskipun malam itu terasa panjang dan penuh dengan rasa ingin tahu yang tak terjawab.

Di luar kamar, malam semakin larut, namun Renjana merasa bahwa untuk sementara, dia telah memberikan kenyamanan kepada Binta. Seiring waktu berlalu, suasana hening itu terus berlangsung, dan Renjana menunggu dengan sabar, berharap anak itu segera sembuh dan bisa tertidur dengan nyenyak, terlepas dari segala kerumitan yang masih menyelimuti dunia di luar kamar ini.

Malam itu terasa sangat sepi di panti, hanya suara angin yang sesekali menggerakkan tirai jendela. Suasana begitu sunyi, hampir seperti dunia berhenti berputar. Renjana, setelah memastikan Binta sudah tertidur nyenyak, keluar perlahan dari kamar dan menutup pintu dengan hati-hati. Jam di dinding menunjukkan pukul 2 pagi, dan udara malam yang dingin menyentuh kulitnya saat dia berjalan ke arah tangga. Gedung yang luas ini selalu terasa lebih sunyi dan misterius ketika malam tiba. Suara sekecil apapun pasti terdengar, dan kali ini, ada suara yang menarik perhatiannya—suara langkah atau mungkin sesuatu yang lebih aneh.

Dengan hati-hati, Renjana menuruni tangga, setiap langkahnya membuat lantai kayu yang keras mengeluarkan suara pelan. Pikirannya masih penuh dengan rasa curiga, namun dia berusaha tenang. Ketika sampai di lantai bawah, ia berjongkok perlahan di balik anak tangga, mengintip dari celah yang tersembunyi. Namun, pandangannya kosong, tidak ada siapa pun. Keheningan itu terus mendalam.

Renjana melangkah sedikit lebih jauh dan mendengar suara deru mobil yang perlahan hilang semakin menjauh. "Helena sudah pergi?" pikir Renjana dengan rasa penasaran yang semakin besar. Tapi saat itulah dia melihat sesuatu yang membuat perasaan curiganya semakin menajam.

Di lantai yang terbuat dari ubin cokelat muda, sebuah noda kecil tampak mencolok. Noda itu berwarna merah pekat, hampir terlihat seperti darah. Renjana berhenti sejenak, pandangannya terfokus pada noda itu. Hatinya berdegup lebih cepat. "Apa itu darah?" pikirnya, jantungnya mulai berdetak lebih kencang. Instingnya mengatakan sesuatu yang buruk sedang terjadi, dan noda ini adalah petunjuk pertama yang bisa mengarah pada sesuatu yang lebih besar.

Dengan rasa was-was yang mulai merayapi tubuhnya, Renjana berjongkok perlahan, mendekati noda itu. Hembusan napasnya semakin cepat, seolah-olah seluruh dunia tiba-tiba menjadi lebih nyata, lebih menakutkan. Lantai di bawahnya terasa dingin, dan dia bisa merasakan ketegangan di udara. Noda itu tampaknya baru saja terjadi—terlalu segar, seperti baru saja tertumpah.

Renjana memeriksa sekelilingnya, memastikan tidak ada yang melihatnya. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" pikirnya dengan cemas. Tanpa berpikir panjang, dia mengambil tisu dari meja resepsionis yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan hati-hati, dia melap tisu itu ke noda tersebut, berusaha untuk membersihkannya dan menghilangkan jejaknya. Namun, rasa gelisah itu semakin memburuk. Tangannya sedikit gemetar saat dia mengangkat tisu yang sudah tersaput noda merah itu, dan perasaan semakin tidak nyaman menyelimuti tubuhnya.

Setelah itu, dia cepat-cepat mengantongi tisu tersebut, berusaha menyembunyikan bukti yang mungkin mengarah ke sesuatu yang lebih gelap. Wajahnya pucat, dan pandangannya sesekali berkeliling, seolah takut ada seseorang yang melihat. Renjana merasa seperti sedang berada dalam mimpi buruk yang tidak bisa dia hindari. Dengan cepat, dia berbalik dan bergegas kembali menaiki tangga, berusaha tetap tenang meskipun jantungnya berdegup keras.

Namun, ada sesuatu yang tidak dia ketahui. Sementara Renjana naik kembali ke atas, sebuah kamera CCTV yang tersembunyi di sudut langit-langit lantai bawah menangkap setiap gerakan yang dilakukannya. Kamera itu, yang hampir tidak terlihat, sudah merekam setiap tindakan Renjana, hingga ia mengambil tisu dan membersihkan noda tersebut. Dengan seluruh aksinya terekam, Renjana tidak menyadari bahwa langkah-langkahnya telah diamati dari jauh.

Keheningan yang mendalam kembali menyelimuti gedung itu. Namun di balik ketenangan yang tampaknya tak terganggu, ada mata-mata yang mengamati dan menyimpan setiap gerakan, setiap keputusan, dan setiap rahasia yang mungkin ingin disembunyikan Renjana.

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!