London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 19
"Heh, malah ngelamun! Berapa nomor mobilnya Sunny, biar kutanyakan ke Tara nanti."
Orion terkejut saat mendengar ucapan Olliver, yang dibarengi dengan tepukan agak keras di bahunya.
Tak ingin Olliver ataupun ibunya curiga, Orion langsung menggeleng sambil berkata, "Nggak usah, aku udah dapat titik terangnya kok. Nanti akan kucari sendiri."
Lantas tanpa menunggu jawaban Olliver ataupun Vale, Orion bergegas pergi ke kamarnya sendiri. Ia pura-pura tak mendengar ketika Olliver kembali melontarkan candaan untuknya.
Di dalam kamar hotel itu, Orion mengusap wajahnya dengan kasar. Hati masih kacau, pikiran pun tak menentu. Rasanya ia belum percaya kalau Sunny adalah Tara, wanita yang ia cinta adalah calon istri Olliver.
Desa-han napas kasar keluar lagi dari bibir Orion. Masih belum tahu apa langkah yang akan ia ambil ke depannya, tetapi yang pasti ... besok dia akan menemui Tara. Ia mendengar langsung apa tanggapan wanita itu terkait kenyataan konyol ini.
_______
Sesuai rencana semalam, pagi ini Orion benar-benar nekat menemui Tara, di kantor Vavaco. Dia mendapat informasi tersebut dari Olliver sendiri, kalau katanya hari ini Tara sudah kembali bekerja.
Dengan mengenakan celana dan kemeja panjang, lengkap dengan jasnya, Orion pergi ke Vavaco menggunakan taksi online.
Sepanjang perjalanan, Orion hanya diam, sembari melamunkan Tara dan merangkai kalimat untuk persiapan pertemuan nanti. Ahh, akan seperti apa nanti?
Setelah hampir setengah jam melaju di jalanan, akhirnya taksi yang ditumpangi Orion tiba juga di depan kantor Vavaco. Orion pun tak basa-basi lagi. Begitu keluar dari mobil, ia langsung masuk dan menemui resepsionis.
"Saya ingin bertemu dengan Tara," ucapnya tanpa ragu.
"Bu Tara ada di ruangannya, mari saya antar ke sana."
Resepsionis itu salah paham. Dia kira yang datang adalah Olliver, makanya langsung dipersilakan tanpa menunggu konfirmasi dari Tara terlebih dahulu.
Sebenarnya Tara tidak pernah memperkenalkan Olliver secara langsung. Namun, satu foto yang pernah dia bagikan di story beberapa hari lalu—bersama Olliver, telah menyebar di seantero kantor.
"Ini ruangan Bu Tara, Tuan," ucap resepsionis itu setelah tiba di depan ruangan Tara.
"Baik, terima kasih."
Lantas, Orion menyuruh pergi resepsionis tersebut. Kemudian tanpa membuang waktu, dia mengetuk pintu tanpa mengeluarkan suara.
"Masuk!"
Begitu mendengar teriakan Tara dari dalam, Orion menarik napas panjang sejenak. Ada yang bergejolak di dalam dadanya, debar dalam hatinya, juga detak jantung yang sulit ditata iramanya. Ya, hanya dengan Tara Orion bisa merasa demikian.
Setelah hatinya sedikit tenang, Orion pun membuka pintu tersebut dan melangkah masuk. Pertama kali menatap ke dalam ruangan itu, mata Orion langsung beradu dengan mata Tara.
Berbanding terbalik dengan Orion yang lekat memandang, Tara justru memicing, seakan menyiratkan keengganannya untuk bersua dengan Orion. Ya, Tara tidak salah paham seperti resepsionis dan orang kantor lainnya. Mereka boleh saja menganggap lelaki itu adalah Olliver, tetapi Tara sangat mengenali keduanya.
"Ngapain kamu ke sini?" Satu pertanyaan sinis terlontar begitu saja saat Orion sudah duduk di depan Tara.
"Aku ingin bertemu dan bicara denganmu."
"Soal apa?"
Tara kembali bertanya seraya mengalihkan pandangan pada tumpukan kertas di depannya. Apalagi alasannya kalau bukan detak jantung yang tak beraturan. Entah magnet apa yang dimiliki Orion, mengapa bisa mengacak-acak sesuatu yang seharusnya tertata normal.
"Kamu pasti tahu apa yang akan kubahas ... Sunny," ujar Orion. Dia sengaja memanggil 'Sunny' agar teringat lagi dengan kenangan di London dulu. Sebuah kenangan yang mungkin sudah dilupakan.
"Apakah itu masih penting untuk dibahas? Dengan keadaan sekarang, bukankah lebih baik lupakan saja semua itu?"
Sebuah jawaban yang sangat menyakitkan bagi Orion. Dia menyimpan rapi dalam sudut hati kenangan itu sampai lima tahun lamanya, sementara Tara dengan mudah menyuruhnya melupakan semua itu. Apakah kehadirannya memang tidak berharga bagi Tara?
"Selama lima tahun ini aku tidak pernah melupakanmu, bahkan aku tidak berhenti mencarimu. Berulang kali aku kembali ke London, ke Hyde Park tempat kita bertemu dulu. Bulan lalu aku juga mencarimu di seluruh sudut Kota Jakarta, karena saat itu aku melihatmu sekilas di sana." Orion menjeda kalimatnya sesaat, sembari menatap Tara yang masih enggan memandangnya.
"Aku mencintaimu, Sunny. Dari pertama kita bertemu ... sampai saat ini, perasaan itu tidak berubah. Aku tetap mencintaimu. Kamu bukan hanya wanita yang pertama kali membuatku jatuh cinta, tapi juga satu-satunya. Hanya kamu, yang bisa menggerakkan hatiku, Sunny," lanjut Orion dengan sungguh-sungguh.
Entah apa sebenarnya yang dia harapkan. Di satu sisi dia tak mau mematahkan hati Olliver, tetapi di sisi lain dia juga tak bisa memendam sendiri perasaan itu. Tak tahu bagaimana akhirnya nanti, yang penting Tara tahu apa yang ia rasakan. Begitulah yang ada dalam pikiran Orion.
Sementara itu, Tara sendiri kehilangan kata-kata. Degup jantung dan debar hati yang masih tak terkendali, membuatnya makin tak nyaman pun tak bisa berpikir jernih. Namun, satu hal yang pasti tertanam dalam akal Tara, dia tidak akan pernah mengkhianati Olliver.
"Kamu ingat ini, aku masih menyimpannya sampai sekarang, Sunny," ucap Orion sambil mengeluarkan gantungan kunci berbentuk daun maple.
Tara melirik sekilas, dan dia tak habis pikir mengapa barang sepele itu masih disimpan oleh Orion. Sedangkan dia sendiri mungkin sudah lupa andai Orion tidak mengingatkannya lagi. Dia juga tak ingat ke mana berakhirnya barang serupa yang dulu juga dia miliki.
"Lalu sekarang maumu apa?" Setelah diam cukup lama, Tara melayangkan pertanyaan dengan agak ragu.
"Apa kamu tidak pernah mencintaiku, Sunny? Sesaat saja."
Tara menarik napas panjang. "Tidak ada alasan bagiku untuk mencintai orang asing."
"Aku anaknya Papa Riu, kita bukan orang asing," sahut Orion dengan cepat.
"Saat tahu kamu anaknya Papa Riu, aku sudah bersama Olliver. Dengan alasan apa pun, aku tidak akan mencintai dua lelaki dalam satu waktu."
Jawaban yang sangat tegas, seharusnya cukup untuk membuat Orion melangkah mundur. Namun, entahlah. Orion telanjur terjebak dalam cinta butanya.
Bersambung...
semoga happy ending