Annisa tidak pernah menyangka pernikahan yang diamanatkan oleh mendiang suaminya menjadi sebuah petaka dari berbagai masalah dalam maupun luar. Bahkan belum lama mereka menikah, Ardika sudah tergoda oleh perempuan lain hingga berani bermain api tanpa memedulikan perasaan sang istri yang dihargai sebagai pasangan baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazurak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyadari Sesuatu
"Aku tahu itu. Jadi, nggak usah disaranin juga. Maaf," sesal Annisa sangat sensitif perasaannya.
"Bukannya mau menasehati atau menyarankannya, hanya terlintas itu saja. Makanya langsung bilang ke kamu," ujar Fahri serba salah untuk menenangkan teman perempuannya itu.
"Aku minta tolong jaga suamiku dulu. Sore nanti baru ke rumah sakit lagi," lirih Annisa matanya berkunang-kunang.
"Kenapa nggak istirahat di sebelah ranjang suami kamu aja," saran Fahri mencoba bermuka tebal untuk menolongnya yang terlihat pucat.
"Mana dibolehin sama pihak rumah sakit."
"Tenang saja, aku yang minta izin untuk dipakai sementara," ujar Ardika berpikir logika karena tidak mungkin seharian memakai ranjang itu.
"Kamu yakin dapat izin?" tanya Annisa masih menunggu kabar dari Fahri untuk bisa istirahat sebentar.
Ia sedikit ragu dengan solusi yang diberikan oleh temannya, tidak tahu kalau mendapatkan izin sangatlah tidak mudah. Mungkin juga Allah SWT membuat rencana, seperti ini untuk membuatnya memikirkan masa depan pernikahannya.
"Lihat saja nanti. Aku ketemu dokter dulu ya," jawab Fahri sangat yakin karena sudah punya rencana untuk menolongnya.
"Ya sudah. Aku tunggu," ujar Annisa masih tidak percaya dengan perkataannya.
"Baik-baik." Fahri coba mengalah untuk tidak membuat kondisinya semakin memburuk karena tidak ada yang mau mengalah.
Fahri mencari dokter yang lewat karena bisa mempersingkat waktu untuk perempuan menunggu suaminya sadar bisa istirahat, ia menghampiri dokter yang baru saja keluar dari kamar depan.
"Dokter, maaf mengganggu waktunya sebentar."
"Iya, ada apa nak?" tanya dokter memberi isyarat untuk suster yang ada di sebelah jalan lebih dulu.
"Dokter, teman saya di dalam kondisi kurang sehat. Saya minta izin untuk ranjang yang di sebelah suaminya dipakai istirahat. Boleh nggak, Dokter?" tanya Fahri cukup berbicara intinya saja.
"Tapi hanya sehari aja," jawab dokter bisa mengerti kalau kondisi keluarga pasien.
"Terima kasih, Dokter. Saya janji hanya sehari aja," ucap Fahri sudah lega mendapatkan izin dengan mudah.
"Sama-sama. Saya mau lanjut periksa pasien dulu."
Setelah mendapatkan persetujuan dari dokter, ia langsung menemui Annisa di dalam untuk memberitahu bahwa bisa istirahat di sebelah. Namun, ia juga memutuskan untuk menemaninya sampai kondisi membaik baru pulang.
"Annisa sudah ku beritahu bahwa pihak rumah sakit mengizinkan untuk keluarga pasien istirahat di ranjang rumah sakit," ujar Fahri tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu. Terima kasih," ucap Annisa mencoba berdiri untuk pindah di ranjang sebelah suaminya. Namun, tiba-tiba...
"Annisa," gumam Fahri sangat khawatir melihat perempuan yang berjuang menemani suaminya perlahan-lahan hilang kesadarannya.
Ia pun mengoleskan minyak kayu putih di hidung Annisa dan berharap kondisinya semakin membaik, setelah beberapa menit menunggu dengan cemas. Annisa berangsur membaik walaupun tubuhnya masih lemah.
"Annisa, kamu buat orang khawatir aja. Minum dulu air putihnya," saran Fahri memberikan segelas air untuk segera di minum ketika perempuan itu sadar.
"Maaf, sudah membuatmu khawatir. Aku hanya kelelahan saja," sesal Annisa mencoba duduk bersandar sambil melihat kondisi suaminya yang belum ada perkembangannya.
"Sore nanti ada dokter yang akan periksa suamimu jadi, tenang aja. Mella datang ke sini nggak?" tanya Fahri mengingat temannya tidak pernah terlihat setelah mendengar kabar suami dari Annisa.
"Tadi dia yang membantuku bawa Mas Ardika ke rumah sakit hingga menyelesaikan biaya administrasi, setelah pulang kerja baru ke rumah sakit lagi," jawab Annisa memberitahu bahwa temannya ada saat membutuhkan bantuannya.
"Dia memang selalu begitu ketika ada yang butuh bantuan darinya, aku sudah mengenalnya sejak sekolah dulu. Kamu pasti nyaman bercerita bersama dia kan?" tanya Fahri sangat kagum dengan pribadi temannya hingga sekarang.
"Benar. Aku pun lebih nyaman berteman dengannya dibandingkan sama kamu," jawab Annisa mengingat betapa hebat teman barunya selalu bisa diandalkan ketika situasi tidak menguntungkan.
"Makanya, aku kasih nomor dia ke kamu karena hanya dia yang bisa membantu lebih. Aku mengakui itu," ujar Fahri tersenyum tipis mengingat kenangan masa SMA bersama dengan Mella.
Kalau saja, dirinya tidak jatuh cinta dengan Annisa. Ia pasti sudah menyatakan perasaan atau bersama dengan Mella, tapi beruntung pertemanan mereka berdua tidak berubah juga.
"Fahri kalau ada perasaan dengan gadis sebaik itu, lebih baik segera beritahu daripada menyesal. Jangan disia-siakan," saran Annisa sangat mendukung kalau mereka berdua bisa bersama karena bisa jadi pasangan yang serasi.
"Tapi aku ...."
"Aku tahu, kamu hanya ada rasa sama aku. Tapi itu nggak mungkin untuk kita berdua," potong Annisa tidak mau pertemanan dengan Fahri hancur karena mengungkapkan perasaannya.
"Aku coba pertimbangkan sarannya. Aku izin pulang dulu ya," pamit Fahri ingin menghindar sementara ketika sudah mendapat jawaban sebelum mengakui perasaannya terhadap perempuan itu.
"Terimakasih. Hati-hati di jalan," ucap Annisa melambaikan tangan sambil membenarkan selimut yang dipakai oleh sang suami.
"Sama-sama, salam sama suamimu kalau sudah sadar. Assalamualaikum," pamit Fahri mulai menjaga jarak dan tidak sering menghubunginya.
"Waalaikumsalam wr.wb," balas Annisa memegang tangan suaminya lalu mengecupnya. Melihatnya tak berdaya, hati seorang istri sangat hancur. Ia pun membisikkan suatu kalimat yang mungkin bisa membantunya untuk menyadarkan suaminya lalu berkata, "Mas cepat sembuh, jangan ... Aku tunggu kamu di sini."
"An ... Ni ... Sa ...." Ardika mengigau memanggil nama istrinya walaupun terbata-bata. Sangat jelas sekali bahwa saat mengalami kecelakaan ketika mengejar istrinya, ia melambaikan tangan untuk mencegahnya lari.
"Aku di sini Mas," ujar Annisa masih mempunyai harapan ketika mendengar sang suami memanggil namanya. Ia merasa sangat bersalah, tetapi begitu mengingat semua perjuangan suaminya hingga kejadian ini.
"Permisi Bu." Dokter masuk ke dalam kamar memeriksa perkembangan kondisi pasien.
"Dokter, suaminya saya bagaimana kondisinya?" tanya Annisa sangat berharap dengan perkembangan suaminya.
"Maaf, kaki suami ibu lumpuh sementara. Pasien belum sadar karena banyak mengeluarkan darah," jawab dokter turut prihatin dengan kondisi pasien.
"Tapi masih ada harapan untuk bisa berjalan kembali kan, Dok?" tanya Annisa tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Kemungkinan masih bisa setelah rehabilitasi," jawab dokter setelah memeriksa kondisi kaki pasien yang lumpuh karena kecelakaan.
"Terima kasih, Dokter." Annisa merasa kasihan kepada suaminya ketika sadar dan tahu apa yang terjadi dengan kakinya membuatnya tidak bisa membayangkan saja.
"Sama-sama."
Setelah dokter selesai memeriksa kondisi pasien, tidak lama Ardika bangun dengan perlahan membuka matanya. Ia mulai mencari istrinya di sekelilingnya karena terlihat bingung.
"Annisa," panggil Ardika tidak biasa dengan lingkungan sekitar.
"Aku di sini," sahut Annisa menghampiri suaminya setelah berbicara dengan dokter tentang kondisinya.
"Aku di mana? Ada apa denganku?Annisa, kenapa kakiku nggak bisa bergerak?" tanya Ardika mencoba untuk memegang tangan sang istri yang terlihat khawatir dengannya.
oh iya btw mampir juga dong kecerita aku kita sama sama saling dukung yukkkkk