Bagi Raka, menikah dengan Aluna itu bencana, seperti Gempa dengan kekuatan 10 SR. Dan sialnya, dia tidak bisa mengelak karena perjodohan konyol orang tuanya.
Dan, bagi Aluna, menikah dengan Raka adalah ajang balas dendam, karena Raka yang selalu menghukumnya di sekolah.
Tapi ternyata, ada satu hal yang mereka lupa, bahwa waktu bisa merubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Selatan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Luna dan balapan liar
"Raka, bilang sama anak osis lainnya, kalau pulang sekolah akan di adakan Rapat lanjutan mengenai Darmawisata." Pak Busron, tadi menghampiriku di kantin sewaktu istirahat.
Saya menghela nafas sejenak, lalu mengangguk mengiyakan.
Ku ambil ponselku lalu mencari Grup WhatsApp Osis SMAN Garuda ketceh.
^^^Ivrap^^^
^^^Pulang sekolah di tunggu di ruang osis yah. ^^^
Umi 11 IPA 4
Ada apa nih Ketos, tumben.
Gaga 12 IPS 1
Ada apa nih Ketos, tumben. (2)
Jaka 11 IPA
Ada apa nih Ketos, tumben (3)
^^^Ivrap^^^
^^^Rapat lanjutan acara Darmawisata, masih inget tentang mubes tahun lalu kan, seriap rapat sekurang-kurangnya harus di hadiri 60% Anggota osis yang aktif. Jadi mohon kerjasamanya, terimakasih^^^
Sella 11 IPA 1
Siyaaap Ketosskuuuh 😁
Jaka 11 IPA 6
Alay pacarnya Ketos @sellaOkta
Sella 11 IPA 6
Apaan sih Jaka 😑
Mika 11 Bahasa 1
Disini di larang bucin yah Sel, wkwkwkw
Brian 12 IPA 2
Kacau... Raka bisa typo yah nulisnya setiap coy, bukan seriap wk.
Karena sudah tidak ada yang perlu kutanggapi lagi, saya menutup Aplikasi WhatsApp ku, dan mulai berseluncur di Instagram, omong-omong saya bukan laki-laki yang terlalu menikmati dunia maya, karena kebetulan tadi ada Notif dari Instagram.
Demen Study
Hallo kak Ivan, terimakasih telah menjadi salah satu peserta yang mengikuti tes. Hasil dari tes seminggu yang lalu sudah keluar, dan kakak lolos dalam seleksi, sekarang kakak menjadi bagian dari Tim Demen Study, PANTANG NYERAH! Selamat yah kak, nanti link untuk masuk akan kami kirim segera.
Saya tersenyum, ya, seminggu yang lalu saya coba-coba mendaftarkan diri sebagai tutor Online untuk anak tingkat SMP, tapi ternyata lolos yah, padahal persyaratan selain lulus ujian juga harus lulus dari sekurang-kurangnya SMA.
...***...
Rapat sudah di mulai, dengan Pak Busron yang membukanya.
"Baiklah, mengenai rapat dan ajuan usul kemarin pak kepala sekolah menerinya, namun sekarang kendalanya bukan hanya itu. Tapi tanggal, tempat dan persiapan nya. " Ujar pak Busron.
"Sekarang tanggal dua puluh sembilan Oktober, kita memiliki selebih-lebihnya dua bulan, dan sekurang-kurangnya hanya satu bulan." Pak Busron bertutur lagi.
"Dian, coba lihat di kalender sekolah ada apa saja?"
Dian sempat membuka resleting tasnya, kemudian mengambil buku catatan berwarna krem
"Kita mulai dari Desember yah, sebab di bulan November semuanya normal tanpa acara,
Dian berjeda sesaat.
"Kita akan menghadapi UTS di tanggal lima Desember hari Senin selama tujuh hari, berarti Minggu berikutnya di pakai untuk acara Remedial dan Class meeting. Dan di tanggal dua puluh dua akan di adakan acara khusus orang tua untuk memperingati hari Ibu sekaligus pembagian raport." Dian melanjutkan.
"Itu aja sih, untuk acara tahun ini, apa perlu juga mengetahui untuk tahun depannya pak?" Dian bertanya secara lantang.
Pak Busron menggeleng, yang artinya tidak perlu.
"Berarti kita hanya punya peluang di bulan November." Kata Jaka menimpali
Saya melirik Jaka sekilas, lalu seakan tersadar kalau Jaka itu sekelas dengan Aluna.
"Jaka." Bisikku
Jaka menyahuti dengan menengok ke arahku
"Lo denger sesuatu tentang Luna sepulang sekolah ini?" Bisikku lagi.
"Lo ternyata tahu yah kalau temen bar-bar gue mau tawuran." Jaka menanggapi.
Aku mengepalkan jari-jariku kuat, bagaimana bisa dia Tawuran, hm.
"Kenapa lo nggak cegah!" Saya memang berbisik tapi dengan intonasi yang cukup ngegas.
Jaka hanya mengedikan bahunya malas, "Lo tahulah temen bar-bar gue kayak gimana, dan asal lo tahu, dia ngelakuin ini demi nama sekolah." Jaka berbisik.
"Gila!"
saya meminta ijin untuk ke toilet, lalu setelah keluar ruang osis saya berjalan cepat menuju kelas Luna. Kelas Luna paling ujung dekat dengan Laboratorium.
Saya menggebrak pintu kelas, na'as tidak ada Luna disana. saya keluar untuk mencarinya lagi. Dan tidak lupa ku telepon dia berkali-kali
"Apaan sih, lo ganggu gue Mulu!" Sentak Luna di sebrang sana.
"Lo dimana?" Tanyaku
"Bukan urusan lo, nanti juga gue pulang kok." Ujarnya
"Gue tanya lo di man-
TUUT! panggilan di matikan. Sial!
Saya menuju parkiran, juga tidak ada Luna disana.
MULAI
MULAI
MULAI
MULAI
suara berisik itu datang dari luar gerbang, saya segera berlari. Kulihat beberapa orang sedang berkumpul, mungkin sekitar dua puluhan orang saya juga tidak yakin akan jumlahnya.
Dari jarak sepuluh meter, saya mampu melihat Luna menaiki mobil berwarna merah, lalu entah apa yang terjadi mobil itu melaju sangat kencang. Tanpa sadar saya juga ikut mempercepat lariku.
saya segera berdiri di tengah-tengah arena balap liar. Ya saya pikir begitu. Lihatlah dua sedang gila mengemudikan mobilnya, mereka pikir nyawanya ada sembilan apa.
"LUNA GUE MINTA LO TURUN SEKARANG!" saya berteriak, sekitar tujuh atau delapan meter di depanku Luna melajukan mobilnya sangat cepat di banding mobil di mobil di sebelahnya yang berjarak beberapa meter kebelakang dari mobil Luna.
Lima meter
Empat meter
Saya memejamkan mataku kuat,
Tiga meter
Nyiiiiiit!!!
Mobil Luna berhenti dua meter di depanku
Lalu dia keluar dari mobil dengan wajahnya yang merah menahan amarah.
Mobil silver di sampingnya melaju melewati Luna, dan sampai di garis finis.
"Bodoh, lo mau mati. Gara-gara lo gue kalah!" Luna berteriak di depanku. Lalu dia memukul-mukul bahuku secara berutal.
"Lo nyebelin RAKA!" dia berteriak sambil menekan kata Raka.
Kakinya juga ikut mencak-mencak menendan tulang keringku. Saya maju dua langkah, lalu kudekap dia dengan sekuat tenaga karena amukan dia sangat kuat sekali.
"Lo cemen Lun, tunggu aja tanggal mainnya." Seseorang di mobil Silver itu keluar. Ternyata dia seorang laki-laki jangkung dengan seragam SMKN 61 tidak jauh dari SMAN Garuda.
Lalu dia masuk lagi ke mobilnya dan melesat pergi begitu saja.
...Esema Garuda payah!...
...Tak pernah jadi juara...
...Ceweknya matre...
...Cowonya banci...
...Mending lo mati aja!...
beberapa orang menyanyikan lagu ciptaan mereka sendiri lalu ikut melesat menggunakan motor-motor besarnya.
"RAKA SIALAN!" Luna terus mengamuk. Lalu ku angkat dia untuk bertengger di bahuku.
Tangannya memukuk-mukul punggungku, dan kakinya mencak-mencak di udara.
Beberapa orang yang lihat bahkan sempat memotret nya sebelum saya memelototi mereka semua.
"Bubar, ini bukan tontonan." Teriakku.
"Raka."
Saya menoleh ke gerbang sekolah
"Sela, Jaka, Bobi." Ujarku reflek saat melihat mereka bertiga. Termasuk saya juga reflek menurunkan Luna
Seketika Luna ambruk, sebelum bokongnya sampai ke tanah, saya langsung menopang.
Luna menatap Sela, Jaka dan juga Bobi bergantian.
"Kalian ngapain?" Tanya Sela, wajahnya pucat pasi saat bertanya, saya menggaruk kepalaku, padahal tidak gatal.
"Mmm." Saya hanya bergumam tidak jelas.
Saya menatap Luna sekilas, manik matanya menatap mereka tajam, atau mungkin salah satu dari mereka, saya tidak yakin akan hal itu, tapi ekspres wajahnya seperti tengah menyimpan dendam dan luka di waktu bersamaan.
"Jawab Raka!" Kini suara halus Sela seakan tertiup angin, suaranya kencang dan besar. Lagi-lagi saya bingung bagaimana menjelaskannya.
"Gue nggak ngapa-ngapain." Jawabku datar.
Bobi sedari tadi terus mengepalkan jemarinya, saya tahu Bobi menyukai Luna sejak kelas sepuluh tahun lalu.
Dan Jaka hanya menatap datar kami semua.
"Tadi, Luna tawuran dengan sekolah lain. Dan Raka membereskan kekacauannya gitulah kira-kira, yakan Raka."
Saya menatap Jaka, lalu dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.
Saya menarik nafas gusar, lalu mengiyakan ucapan Raka.
"Lepasin!" Luna berteriak, saya bahkan lupa jika tubuh Luna masih ku rangkul.
Dia menjatuhkan lengaku dari bahunya. Lalu saya menyekal perpelangan tangannya, takut kalau dia hendak kabur lagi dan menyusul komplotan murid SMKN 61.
"Nggak, lo nggak bisa balapan liar kayak gitu Luna!" Kataku tajam.
Dia menatapku sengit, lalu mengangkat tangannya yang kupegang, dan dia menggigit tanganku. Tidak sakit tapi itu membuatku terkejut dan melepaskan cekalanku.
"Satu lagi." Tutur Luna.
Dia mendekat kearahku, lalu mencium bibirku, dia hanya menempelkan bibirnya saja tanpa ada pergerakan.
Cukup lama, sampai rasanya saya jadi ikutan tertarik ingin membalasnya jika saja tidak ada orang di sini.
"See, lo bakal di putusin pacar sok baik lo itu!" Bisik Luna tajam, lalu dia berlari dan memasuki mobilnya.
"Parah!! Temen gue bar-bar kuadrat!" Jaka memekik.
*CUPLIKAN EPISODE SELANJUTNYA*
Saya pulang kerumah Luna jam setengah empat sore, karena tadi baru saja selesai ngajar les.
"Baru pulang kak?" Kikis bertanya, mulutnya tampak penuh dengan brownis. Saya tersenyum sambil menganggukan kepala.
"Dari mana? Kok Kak Luna pulangnya dari tadi, apa kak Luna bolos?"