Ilana Larasati, seorang agen biro jodoh yang periang dan penuh semangat terpaksa menikahi Virsanta Mochtar, klien VVVVIP-nya sendiri yang menjadi buta karena sebuah kecelakaan yang disebabkan ayah Lana.
Virsa yang awalnya menikahi Lana karena ingin balas dendam, justru menjadi semakin bergantung dan mencintai Lana. Namun kondisinya yang buta membuat Virsa kesulitan membahagiakan Lana seperti kebanyakan pria pada umumnya.
Lalu, akankah Virsa dengan keterbatasannya mampu mempertahankan Lana disisinya? Dan bagaimana keduanya menjalani romansa pernikahan di tengah perbedaan yang begitu besar juga ujian dan godaan yang datang silih berganti?
Disclaimer :
Novel ini murni fiksi belaka, tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.
Jangan lupa tinggalin like, komen, subscribe, gift dan vote kalian ya dears! coz support kalian sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa otor 😘
Happy reading all..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jovinka_ceva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbagi Informasi
“Loh kita mau kemana?” tanya Lana ketika mobil yang Rizal kendarai berbelok ke arah yang berlawanan dengan jalan pulang.
Baik Virsa maupun Rizal tak ada yang menjawab pertanyaan Lana.
“Kok kalian diem aja sih? Kita mau kemana?” tanya Lana lagi.
“Berisik! Diem dan lihat aja! Ntar juga tahu.” Balas Virsa.
Setengah jam kemudian, mereka tiba di sebuah toko bertuliskan 'Dokter Komputer' yang terletak di pinggir jalan utama dekat perempatan yang ramai lalu-lalang orang dan kendaraan.
Rizal membantu Virsa turun. Dan Lana segera bergabung dengan mereka.
Rizal membuka pintu toko dan mempersilakan Virsa masuk.
“Edwin!” pekik Lana kegirangan.
Lana langsung berhampur mendatangi dan memeluk Edwin. Itulah yang Rizal jelas dan bisikkan kepada Virsa.
“Ehem.” Dehem Virsa berusaha mengingatkan tentang keberadaannya.
“Maaf, Vir.” Balas Edwin singkat.
“Win, lo ngga papa kan? Kak Luna sama nyokap lo gimana?” tanya Lana tanpa mempedulikan Virsa.
“Baik, Lan. Semua baik.”
“Terus kapan lo buka toko ini?”
“Baru dua hari ini. bagus kan?”
“Lo pasti seneng banget karena salah satu impian lo buat punya usaha IT sendiri bisa terwujud.”
“Syukurlah, ada seorang investor yang mau kerjasama sama gue. Berkat dia, gue bisa usaha sendiri sambil kuliah.”
“Oh ya? Selamat yah? Beruntung banget lo ketemu sama orang baik kaya gitu.”
Edwin mengangguk sambil melirik Virsa.
“Win, mulai sekarang, kalau ada apa-apa, lo harus hubungin gue dulu. Jangan coba-coba ngadepin sendiri terutama kalau berkaitan sama gue. Gue ngga mau lo sama keluarga lo kenapa-napa. Gue juga ngga mau Tika terus aja ngambekin gue karena lo ngilang tiba-tiba.”
Lagi-lagi Edwin mengangguk sambil menggacak-acak pucuk rambut Lana seperti biasanya. Untung saja Virsa ngga bisa ngelihat, begitu pikir Lana. Karena kalau tahu, dia pasti akan marah besar.
[Aaaargh!] terdengar suara gaduh di sebrang jalan depan toko Edwin.
“Ada apa?!” tanya Virsa
“Kak Lana hampir ketabrak motor, tapi untung aja diselametin sama Rizal.” Jelas Lana, sementara Edwin sudah berhambur keluar melihat keadaan kakaknya dan juga Rizal.
Setelah semua urusan di jalan itu beres, Luna, Edwin dan Rizal akhirnya kembali ke dalam toko.
“Berapa kali sih gue bilangin elo, kak? Kalau jalan tuh ati-ati! Jangan hapean mulu!” omel Edwin panjang lebar.
“Bawel banget sih lo Win! Berapa kali gue bilang kalau gue tadi ngga lagi hapean. Cowok itu aja yang meleng.”
“Bener. Non Luna tidak sedang megang hp tadi.” Bela Rizal.
“Kok lo malah belain dia sih?” protes Edwin.
“Kok lo malah marahin dia sih?” balas Lana tak terima satu-satunya orang yang membelanya dimaki adiknya.
Sementara Lana hanya menjadi pengamat dan Virsa pendengar setia perdebatan mereka.
“Anda ngga papa?” tanya Rizal lagi kepada Luna.
“Saya ngga papa, sekali lagi terima kasih karena sudah membantu saya. Saya akan traktir anda makan malam lain kali sebagai balas budi.” Jawab Luna. “Boleh saya minta nomor anda?”
Dan Rizal langsung meraih ponsel Luna tanpa basa-basi lalu menuliskan nomornya disana.
Lana semakin tertegun melihat pemandangan di hadapannya itu. terlebih lagi melihat bagaimana Luna menjadi begitu tidak tahu malu merayu Rizal dan Rizal memandang Luna layaknya kucing yang menemukan ikan segar.
“Apa Rizal sudah harus kembali ke rumah ibu dan memperkenalkan calonnya?” gumam Lana lirih.
“Apa? Sudah ketemu?” tanya Virsa dengan suara lantang sampai mengagetkan semua orang dan membuat semua mata tertuju pada Virsa.
Mereka berlima akhirnya berhasil menyelesaikan kesalahpahaman dan persoalan, lalu memutuskan untuk kembali kepada urusannya masing-masing. Luna kembali ke kantornya, Lana berpamitan kepada Edwin dan kembali ke mobil lebih dulu, Rizal menunggu Virsa selesai bicara dengan Edwin, dan Edwin sedang bicara serius dengan Virsa.
“Thanks buat bantuan lo, Vir.”
“Anytime. Oh ya, Win. Gue butuh bantuan lo buat ngecek sesuatu buat gue.”
“Katakan!”
****************
Sementara itu, di tempat lain, Jerry sedang bicara dengan sekretarisnya.
“Jadi Papa masih berpihak pada si buta itu?” tanya Jerry setelah membaca dokumen dan melihat foto yang tercecer di meja di hadapannya.
“Tuan besar mengirim ibu wanita itu ke tempat yang Anda sarankan, Tuan. Tapi semua berita yang Tuan Besar publikasikan justru dihapus oleh Tuan Virsa. Sepertinya mereka sedang salah paham dan bersitegang sekarang.”
“Anak itu tidak hanya buta, tapi juga bodoh.”
“Tuan Virsa bahkan sudah berani muncul di kampus wanita itu tadi siang.”
“Akan lebih baik jika dia benar-benar muncul di permukaan. Semua orang akan memberitahu betapa tidak pantasnya dia berada di posisinya sekarang. Dengan begitu dia sama sekali tidak punya kesempatan untuk menginjakkan kaki di sini.”
“Apa saya perlu membantunya keluar, Tuan?”
“Tahan! Dia akan keluar dengan sendirinya. Papa ngga akan bisa terus mengurungnya di rumah. Cepat atau lambat, gadis miskin itu akan menyeret Virsa keluar dari persembunyiannya.” Jawab Jerry sambil tersenyum sinis.
Tok.. Tok..
Seorang staff mengetuk dan membuka pintu ruangan Jerry dengan tergesa-gesa.
“Maaf, Pak. Barusan petugas rumah sakit mengabarkan kalau Pak Deni masuk rumah sakit.”
“Apa?”
************
Sebelum tiba di rumah, Rizal memarkirkan mobilnya di sebuah mini market karena Lana ingin membeli sesuatu. Jadi Rizal menemaninya masuk ke dalam mini market dan membiarkan Virsa menunggu sendiri di dalam mobil.
“Apa yang sebenarnya anda cari, Nona?” tanya Rizal yang mulai lelah menemani Lana mengelilingi mini market itu berkali-kali.
Ia akhirnya mengambil sebuah es krim. “Ini!”
“Apa? Hanya sebuah es krim? Lalu kenapa anda berputar kesana kemari?”
“Hanya supaya lo mau jawab pertanyaan gue.”
“Hah?”
“Apa Virsa yang membantu Edwin membuka toko servis komputer itu?”
“Kenapa tidak anda tanyakan langsung saja kepada Tuan?”
“Apa lo pikir dia bakalan mau ngejawab gue?”
Rizal menyerah. “Benar, Tuan yang membantu Edwin kembali dan membuka toko itu. Tuan berinvestasi banyak disana hanya supaya membuat anda merasa lebih baik.”
Lana tersenyum. “Benarkah?”
Lana akhirnya mengambil satu es krim lagi dan memberikannya kepada Rizal. “Mulai sekarang, lo harus kasih tahu gue semua yang Virsa lakuin dan rencanain!”
Lana membayar dua eskrim yang dibawanya lalu kembali ke dalam mobil dan menempelkan es krim cone yang dibelinya ke pipi Virsa.
Virsa yang awalnya mau marah karena kelamaan menunggu, akhirnya leleh juga dan memilih untuk menahan diri. Lana membukakan es krim yang dibelinya lalu menyodorkannya ke mulut Virsa.
Virsa mengambil es krim dari tangan Lana supaya dia bisa leluasa memakannya sendiri. Tapi Lana kemudian menggenggam tangan Virsa yang sedang memegang es krim lalu mengarahkannya ke mulutnya sendiri.
“Lo harus belajar berbagi sama gue! Jangan pelit!” kata Lana
Virsa tersenyum sambil menjilat es krim yang baru saja dijilat Lana. “Berapa banyak es krim yang lo beli?”
“Dua. Satu buat Rizal dan satu buat elo.”
“Lah buat lo sendiri?”
“Kan udah gue bilang, mulai sekarang, lo harus belajar berbagi sama gue!” ulang Lana sambil kembali menarik tangan Virsa dan mengarahkan es krim ke dalam mulutnya.
Begitu terus sampai es krim yang Virsa pegang habis. Sementara Rizal yang melihat kelakuan aneh mereka dari kaca spion hanya bisa bergidik ngeri melihat kegilaan mereka.
“Kalau lo pengen berbagi juga, lo bisa hubungin kak Luna, Zal. Tapi jangan sekali-kali bawain dia es krim karena dia bakal langsung lemparin ke muka lo yang nyebelin.” Nasihat Lana kepada Rizal.
“Oh ya? Jadi apa yang Non Luna suka?” tanya Rizal antusias.
“Lo bakal dapat satu jawaban setiap kali gue dapat satu informasi.” Jawab Lana diplomatis.
“Informasi?” tanya Virsa
“Ini urusan gue sama Rizal, jadi jangan ikut campur! Lo sendiri kan yang bilang kalau kita ngga boleh saling mencampuri urusan pribadi masing-masing?”
“Tapi Rizal sekertaris pribadi gue dan lo istri gue. Jadi sekecil apapun urusan kalian, gue harus tahu!”
“Siapa bilang?!” ledek Lana.
“Awas kalau lo berani main-main di belakang gue, Zal!”
***********************************************
𝚜𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚕𝚊𝚗𝚊