Ara bingung karena tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengaku impoten padanya.
"Aku harus menikah sebulan lagi tapi aku mendadak impoten!" ungkap lelaki yang bernama Zester Schweinsteiger tersebut.
"Terus hubungannya denganku apa?" tanya Ara.
"Kau harus membantu membuatnya berdiri lagi!" tuntut Zester sambil menunjuk bagian celananya yang menyembul.
"Apa kau memasukkan ular di dalam celanamu? katanya impoten!" Ara semakin bingung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PTI BAB 19 - Mulai Tersentuh
Ara memicingkan mata pada Zester, dia baru saja sadar kalau lelaki itu pasti mencari-cari tentang dirinya sampai tahu kampus dan kegiatan yang dia lakukan.
"Selain menjadi laki-laki pengintip, kau sekarang jadi penguntit, ya," ucap Ara sambil cemberut.
Sial! Zester justru suka melihat Ara seperti itu.
"Ehem! Bukankah wajar kalau aku harus tahu semua tentangmu?" Zester mencari alasan lagi.
"Aku bukan calon istrimu dan hubungan kita sebatas ularmu yang pemilih itu," Ara menegaskan.
"Lebih baik kau cepat pergi dari kampusku atau ada berita mengenai dirimu, kau itu seorang direktur, bukan?"
Zester menghela nafasnya, dia sebenarnya juga tidak mau bertindak sejauh ini. Tapi, dia hanya bisa bercerita dengan bebas pada Ara.
"Kau mau ke konser amal? Bolehkah aku ikut?" pinta Zester kemudian.
"Di sana banyak kerumunan, itu akan membahayakan ularmu," Ara ingin menolak.
"Aku hanya akan berdiri dari kejauhan," Zester tetap memaksa.
"Mungkin Tuan direktur memang menganggur ya jadi..." Ara memberikan kotak yang dia bawa pada lelaki itu. "Bawa ini kalau mau ikut ke konser!"
Zester mau protes tapi gadis itu sudah berjalan pergi, terpaksa lelaki itu mengikutinya dari belakang.
Mereka berjalan menuju aula untuk mengumpulkan dan menghitung uang donasi.
"Itu kekasihmu?" tanya salah satu teman Ara.
"Bukan, dia hanya laki-laki kurang kerjaan," jawab Ara sekenanya.
Tidak bisa protes, Zester hanya bisa melihat Ara dan teman-temannya menghitung uang donasi. Dalam hatinya, kenapa mereka harus repot-repot seperti itu.
Apalagi setelah selesai, mereka pergi ke konser dengan membawa mobil van karena membawa snack untuk dibagikan.
"Apa ini tidak salah?" tanya Zester.
"Mau ikut atau tidak?" Ara justru bertanya balik.
Kepalang tanggung, Zester ikut naik ke dalam mobil van dan duduk di belakang berdua dengan Ara yang tidak bisa diam.
Karena gadis itu tengah menyusun dan menghitung semua snack.
"Argh!" Zester mengerang ketika mobil van itu melewati jalan berbatu yang membuat miliknya sakit. Dia duduk bersila disaat miliknya belum benar-benar kering.
"Minum ini," Ara memberikan susu kotak.
"Aku seperti kekanakan kalau bersamamu," kesal Zester yang merasa tidak jadi dirinya sendiri.
Walaupun begitu Zester tetap mengambil susu kotak pemberian Ara dan mereka berdua meminum susu kotak bersama.
"Kau tidak mendapat apa-apa dengan melakukan ini, kenapa membuang tenagamu?" tanya Zester.
"Siapa bilang aku tidak mendapat apa-apa, aku mendapat pengalaman berharga dengan melakukan ini," jawab Ara.
Rasanya percuma berbicara pada Zester yang kurang mempunyai rasa empati.
Pada saat sampai, Ara dan teman-temannya segera turun dari mobil, mereka mulai membagikan snack yang mereka bawa pada anak-anak disabilitas di acara konser.
Zester melihat itu semua itu dari kejauhan dengan melipat kedua tangannya di dada, dia masih saja angkuh.
Sampai acara pun dimulai, Theo dan timnya naik ke panggung untuk menghibur semua yang ada di sana.
Ini untuk pertama kalinya bagi Zester melihat pak kades manggung secara langsung.
Ada yang berbeda karena Theo berbicara sambil tangannya menggunakan bahasa isyarat.
Kalau biasanya konser identik dengan teriakan dan loncat atau menari tapi konser kali ini begitu tenang dengan lambaian kedua tangan ke atas.
Theo membawakan lagu dengan terus menggunakan bahasa isyaratnya yang membuat Ara dan lainnya menangis karena tersentuh.
Sepertinya Zester yang sedari tadi hanya diam juga mulai tersentuh.
Apalagi saat terdengar banyak tepuk tangan ketika Theo selesai membawakan lagu.
"Pak kades memang keren," komentar Zester secara spontan.